December 7, 2025
Issues Politics & Society

Gugat ‘Tempo’ 200M hingga Undang Eks Jurnalis, Bukti Gagal Paham Amran tentang Kebebasan Pers? 

Gugatan 200 miliar Amran Sulaiman ke Tempo menuai kritik luas dan menimbulkan pertanyaan soal pemahaman pejabat publik terhadap kebebasan pers.

  • November 13, 2025
  • 5 min read
  • 784 Views
Gugat ‘Tempo’ 200M hingga Undang Eks Jurnalis, Bukti Gagal Paham Amran tentang Kebebasan Pers? 

Usai dilantik kembali jadi Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman (AAS) mengaku ingin jadi sahabat wartawan. “Aku harap teman-teman wartawan bersahabat dengan saya,” katanya saat ditanya inisiatif pertama di Kementerian Pertanian, dikutip dari Kompas.  

Namun kedekatan kepada jurnalis mulai retak, usai menggugat Tempo 200 Miliar ke Pengadilan Jakarta Selatan (2/7). Aduan Amran dilatarbelakangi oleh sampul laporan bertajuk “Poles-Poles Beras Busuk” yang tayang (16/5) kepada Dewan Pers. Tidak puas dengan Dewan Pers, Amran menilai Tempo tidak melaksanakan hasil rekomendasi Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers. 

Baca Juga: Kartu Pers Tak Lagi Cukup Melindungi: Intimidasi Jurnalis dalam Aksi Massa 

Di tengah proses gugatan, Amran mengundang 140 eks jurnalis ke kediamannya pada (14/10). Dalam pertemuan tersebut, Amran menawari sejumlah program Kementan, mulai dari bantuan bibit, alat mesin pertanian, brigade pangan, hingga pekarangan pangan bergizi.  

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Irsyan Hasyim, menilai langkah ini mencurigakan. Menurutnya, pertemuan tersebut lebih terlihat sebagai upaya menggalang dukungan di tengah kasus hukum terhadap Tempo, alih-alih menegakkan prinsip kebebasan pers

“Pertemuan Amran dan eks jurnalis seperti menunjukan Amran sedang menggalang dukungan eks jurnalis. Harusnya Amran jika betul peduli dengan jurnalis dia meminta kepada Presiden Prabowo untuk memberikan insentif bagi perusahaan media, yang lagi mengalami kesulitan pasca-penerapan efisiensi anggaran oleh pemerintah, bukan pertemuan itu, ini kan jadi pertanyaan,” kata Irsyan. 

Langkah Amran menggugat Tempo bukan yang pertama. Menurut Irsyan, pada 2019 Amran pernah mengajukan gugatan terhadap Tempo. Namun gagal dan pengadilan akhirnya mengembalikan mekanismenya ke Dewan Pers. 

Sementara itu, Ketua Kelompok Substansi Strategi Komunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Wahyu Indarto, membela langkah gugatan ini sebagai pengujian kebenaran berita. 

“Selama ini Tempo telah memberitakan Kementan dengan tujuh puluh sembilan persen bernada negatif. Karena itu, Kementan mencoba menguji kebenaran 1 berita Tempo dari 79 persen berita negatif tersebut dengan mengadukannya ke Dewan Pers. Ternyata, Tempo dinilai melanggar Kode Etik Jurnalistik,” ujarnya dikutip dari rilis pers resmi yang diterima Magdalene. 

Ketika tidak memenuhi substansi penilaian dan rekomendasi yang dikeluarkan Dewan Pers, imbuhnya, Kementan menggugat ketidakprofesionalan Tempo ke pengadilan. 

Menteri Pertanian Amran yang juga Kepala Badan Pangan Nasional saat bertemu dengan eks jurnalis pada (14/10). (Foto: Dokumentasi Humas Kementan)

Baca Juga: Ketika Demokrasi Digadaikan: Orkestrasi Kekuasaan Lewat Media dan ‘Influencer’ 

Solidaritas dan Tekanan Publik untuk Melindungi Pers 

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mustafa Layong menjelaskan inti masalah terletak pada beda tafsir hasil Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers.  

Dewan Pers merekomendasikan Tempo untuk memperbaiki judul poster dan motion graphic. Tempo juga wajib memoderasi komentar atau mengunci unggahan yang tertaut pada poster dan motion graphic, disertai permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat pembaca. Tempo diberi waktu 2 x 24 jam untuk melaksanakan rekomendasi PPR Dewan Pers hingga batas (22/6). Tempo melaksanakan PPR pada (19/6).   

Kuasa Hukum Kementan, Chandra Muliawan mengeklaim Tempo masih belum melaksanakan PPR Dewan Pers tersebut.   

“Yang dilakukan Tempo tidak sesuai dengan substansi dan kewajiban yang tercantum dalam PPR Dewan Pers. Tempo memilih menafsirkan PPR secara sepihak dan menyusun narasi seolah-olah telah taat,” ungkapnya. 

“Padahal tindakan yang dilakukan tidak memenuhi standar yang diwajibkan oleh PPR tersebut. Alih-alih melaksanakan PPR secara utuh dan benar. Tempo justru membuat versi PPR tandingan yang tidak punya dasar etik maupun legal, lalu menyampaikan narasi kepada publik bahwa mereka sudah patuh,” tulis Kementan.   

Mustafa angkat bicara soal ini. “PPR dalam konteks terminologi rekomendasi itu tidak mengikat secara hukum, tapi dia mengikat secara etik. Jadi pun kalau tidak dilakukannya PPR tidak ada perbuatan hukumnya, kecuali ada rekomendasi hak jawab. Karena di Pasal 18 UU Pers disebutkan media yang tidak menjalankan hak jawab akan kena pidana dan dituntut Rp500 juta,” terang Mustafa.   

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat, menegaskan pihaknya telah berusaha memediasi sengketa sejak awal. “Kami sudah berusaha mediasi dan sampai hari ini pun kami masih dalam proses mediasi oleh Tempo dan Amran, Kementerian Pertanian, cuma kami enggak perlu teriak-teriak tapi kami berusaha sampai hari ini. Tapi kalau sikap saya, pers itu harus dibela,” ujarnya. 

Aksi solidaritas kepada Tempo di Ternate, dari alinasi insan pers. (Foto: AJI Ternate)

Baca Juga: Paket Kepala Babi di Kantor ‘Tempo’: Teror Nyata Kebebasan Pers  

Langkah Amran menggugat Tempo dianggap melampaui mekanisme yang berlaku dan mengancam kebebasan pers. Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida, menegaskan sengketa pemberitaan harus diselesaikan di Dewan Pers, bukan pengadilan. 

“Jika tidak tahan dikritik, maka mundurlah dari jabatan itu,” kata Nany, seraya menekankan kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pejabat publik dalam memahami prinsip kebebasan pers. 

Membawa perkara ke pengadilan umum merupakan bentuk pembungkaman melalui jalur hukum. Karena itu, AJI berharap agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan tersebut berdasarkan Undang-Undang Pers.  

Sebagai informasi, solidaritas terhadap Tempo terus meluas ke berbagai kota seperti Ternate, Makassar, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kendari, dan Mataram. Tujuannya jelas, Menteri Amran diminta menghentikan gugatan terhadap Tempo dan menghormati kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi. 

About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.