Indonesia-Uni Eropa: Perlindungan Digital terhadap Perempuan dan Anak Adalah Isu Global
Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa menyelenggarakan Cycling Tour sebagai bagian dari kampanye “16 Days of Global Activism Against Gender-Based Digital Violence”, Sabtu (6/12). Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan berpendapat upaya melindungi perempuan dan anak di ruang digital harus dilakukan lintas negara.
“Perlindungan perempuan dan anak harus hadir dalam situasi damai maupun saat bencana, baik di ruang fisik maupun ruang digital,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum.
Baca juga: Penjarahan di Sibolga: Ketika Netizen Salah Bingkai Korban Bencana
Ia bilang pemerintah sedang mendorong memperkuat pencegahan, penanganan, pendampingan, dan pemulihan korban secara terpadu. Gerakan ini melibatkan berbagai stakeholders, seperti pemerintah daerah, swasta, lembaga pendidikan, dan mitra internasional seperti Uni Eropa.
Kerja Sama Internasional
Menambahkan, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Denis Chaibi, mengungkapkan poin serupa. Menurutnya, perlindungan digital terhadap perempuan dan anak adalah isu global yang semakin menonjol saat terjadi bencana atau kondisi darurat kemanusiaan.
Maka dari itu, Chaibi menjelaskan pentingnya solidaritas lintas negara dalam menghadapi isu ini. Ia pun menyebutkan korelasi antara acara bersepeda dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
Baca juga: Krisis Lingkungan di Tesso Nilo: Hutan Menyempit, Gajah Kian Terjepit
Setiap kayuhan pedal, Chaibi berkata, mewakili komitmen untuk bertindak untuk menumbuhkan rasa hormat, memastikan ekosistem digital yang aman, dan mendengarkan aspirasi perempuan secara online maupun offline.
“Kami bangga dengan terjalinnya kerja sama erat antara Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa dalam mempromosikan kesetaraan gender dan mengatasi tantangan bersama,” ujar Chaibi.
Tak hanya itu, Lisa juga berkata acara bersepeda dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang menjaga lingkungan. Kesadaran ini sangat penting di tengah terjadinya bencana Sumatera. Makanya, bersepeda dalam acara ini, kata Woro, bisa dilihat sebagai simbol merawat bumi.
“Kita sedang mengalami krisis iklim juga. Kita harus raising awareness, ‘eh hati-hati kita saat ini sedang dalam kondisi bencana,’ nah kita harus berikan perhatian terhadap ini. Dengan adanya kondisi iklim yang tidak menentu, maka kita bersepeda untuk menjaga bumi kita supaya lebih lestari dan berkelanjutan,” tuturnya.
Solusi Kreatif
Chaibi pun berharap, acara ini bisa menginspirasi masyarakat untuk melawan kekerasan digital terhadap perempuan dan anak. Dia juga mengungkap, Uni Eropa bekerjasama dengan Indonesia untuk mendapatkan solusi kreatif terkait masalah kekerasan digital. Ancaman yang masif terhadap perempuan dan anak, menurutnya, harus diselesaikan dengan kreatif.
Oleh sebab itu, Uni Eropa ingin belajar dari Indonesia untuk menangani masalah ini. “Kita di Eropa berpikir, kita bisa belajar dari Indonesia, karena Indonesia sangat kreatif. Kami sangat percaya diri Indonesia bisa memberikan solusi kreatif kepada dunia untuk masalah ini,” kata Chaibi.
Baca juga: ‘Tiga Hari Tak Ada Kabar dari Anak Saya’: Kisah Korban Banjir Sumatera
Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan. Woro bilang, Perpres ini dibuat karena pemerintah menyadari dampak buruk yang ditimbulkan teknologi, salah satunya kekerasan digital kepada perempuan dan anak.
Dengan adanya Peta Jalan, kementerian dan lembaga bisa berkolaborasi secara efektif untuk menangani kekerasan di ruang digital. “Jangan sampai kita kemudian seperti pemadam kebakaran yang kalau sudah terjadi baru ikut ribut.”
















