Sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati dalam pidatonya enggak mencerminkan jargon “partai wong cilik” yang selama ini ditegaskan. Justru menunjukkan diskriminasi kelas dan rasisme.
Sepintas tampak progresif, tapi RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang dibawa ke rapat paripurna, (30/6) ini bisa jadi bumerang buat perempuan.
Pandemi COVID-19 membuat perempuan kepala keluarga, penenun batik, dan pembuat jamu kehilangan pendapatan sehari-hari.
Lewat analisis viktimologi, penggambaran korban dalam suatu visual dikonstruksi, dipahami, dan ditanggapi.
Sebagai ‘rumah kedua’ tempat anak dan remaja tumbuh besar dan berkembang, sekolah harus hadir sebagai salah satu aktor utama dalam pemberantasan kekerasan seksual.
RUU TPKS yang tinggal memasuki babak terakhir, perlu dievaluasi. Pasalnya, penyandang disabilitas masih dipahami dengan keliru di sana.
Dalam isu energi, perempuan kerap dikecualikan. Padahal peran mereka sangat penting dalam ketersediaan dan pengelolaan energi terbarukan.
Penting untuk diingat bahwa laki-laki, biasanya tanpa disadarinya, juga terluka karena toxic masculinity alias maskulinitas beracun.
“Ride for Equality’ tahun ini juga ditujukan untuk mendukung petani perempuan muda, khususnya berusia 15-29 tahun.
Kota ramah gender dianggap hanya memenuhi kebutuhan perempuan. Faktanya tak demikian.