Driver Ojol, Riwayatmu Kini: Dilecehkan, Rentan Jadi Sasaran Kejahatan
Maraknya ‘driver ojek online (ojol)’ yang dilecehkan dan dijadikan konten, menjadi bukti, kekerasan bisa menimpa siapa saja.

Akhir Januari 2023, konten pelecehan seksual pada ojek online (ojol) oleh TikToker Talitha Pavita ramai diperbincangkan. Meskipun video asli telah dihapus, tapi konten tersebut diunggah ulang oleh sejumlah akun Instagram, termasuk @dramaojol.id.
Dalam video diperlihatkan, TikToker itu sengaja mendekatkan dadanya ke beberapa driver sembari menanyakan alamat. Laki-laki pengemudi ojol itu mayoritas risih dan meminta Thalita untuk setop melakukan aksinya.
Pelecehan yang diterima para pengemudi tak berhenti di situ. Jika kamu melihat kolom komentar di akun @dramaojol.id, banyak orang yang mereviktimisasi korban ojol itu dengan celetukan, “Dikasih rejeki kok nolak,” dan seterusnya.
Kasus ini menjadi alarm bahwa pelecehan seksual tak pernah pandang bulu, gender manapun, profesi apapun rentan menjadi korban.
Baca Juga: 8 Serial Netflix yang Kupas Tabu dalam Masyarakat
Bukan Kejadian Pertama
Sebenarnya kasus pelecehan pada ojek online ini bukanlah hal yang pertama. Pada 2022 sendiri ada beberapa kasus pelecehan yang diperlihatkan dalam tangkapan layar di akun @dramaojol.id.
Misalnya penumpang mengajak ojol untuk melakukan perbuatan tak senonoh, dengan iming-iming imbalan. Contoh lainnya, jika kamu aktif di Twitter, akun macam Siskaeee kerap membuat konten prank yang cenderung melecehkan para pengemudi. Ia sengaja mengenakan handuk saja saat mengambil paket dari pengemudi, atau menempelkan dadanya saat dibonceng.
Sayang, meski rentan mendapatkan pelecehan, sebagian besar pengemudi daring itu memilih bungkam karena malu. Di beberapa perusahaan transportasi daring pun, menurut pengamatan Magdalene, Standar Operasional Prosedur (SOP) lebih banyak ditujukan untuk penumpang saja.
Maraknya pelecehan yang dialami pengemudi ojek daring nyatanya bukan satu-satunya ancaman. Profesi ini juga rentan menerima kekerasan, termasuk tindak kriminal yang berujung pada kematian. Kamu mungkin masih ingat, pada (23/1), pengemudi ojol Sony Rizal dibunuh oleh anggota Densus 88, Haris Sitanggang dengan motif melucuti harta korban. Pada Juni 2021, pengemudi daring di Brebes, Jawa Tengah juga dibunuh dengan cara dibakar oleh Jamal, warga Tegal. Alasannya ingin menguasai motor korban. Pada Oktober 2022, pengemudi daring di Cilincing, Jakarta Utara juga dibunuh dengan motif serupa.
Baca Juga: 10 Pemahaman Keliru tentang Feminisme
Penyebab
Dilansir dari The Conversation, kekerasan yang marak menimpa korban lelaki, salah satunya dilatarbelakangi oleh maskulinitas beracun di tengah masyarakat. Budaya patriarki ini membuat laki-laki dituntut sebagai sosok yang kuat dan dominan. Hal ini menjadikan laki-laki yang menjadi korban cenderung dianggap tidak macho, lemah, payah, dan bukan laki-laki sejati.
Karena itulah, ketika mereka mengungkapkan kepada publik, pernah mengalami pelecehan, maka reaksi orang banyak adalah ragu. Bahkan tak jarang mereka akan menormalisasi habis-habisan ketika lelaki menjadi korban. Hanya segelintir yang menyadari mereka tengah menjadi korban.
Penulis dan aktivis gender Kalis Mardiasih dalam Instagram pribadinya memberikan komentar pelecehan seksual pengemudi daring. “Kabar bagusnya, semua cowok-cowok yang jadi korban si Mbak ini semua punya sikap yang keren. Ada mas-mas yang sama sekali nggak melihat ke mbaknya karena enggak nyaman jadi cuma fokus jawab pertanyaan aja. Bahkan salah satu korban si bapak ojek ngomong dengan tegas bentar jangan dekat-dekat dulu.”
Sikap para pengemudi itu menjadi bukti bahwa lelaki juga merasa tak aman dan nyaman menjadi korban pelecehan. Kata Kalis dalam Instagramnya, semua tindakan yang merendahkan dan menyerang tubuh dan seksualitas orang lain adalah pelecehan seksual, siapapun pelakunya. “Tugas kalian adalah bantuin kami buat menguatkan laki-laki yang jadi korban pelecehan seksual biar berani speak up juga. Dukung mereka buat berani berkampanye lawan pelecehan karena selama ini korban laki-laki biasanya malu atau merasa jadi kurang laki-laki kalau terlihat rapuh atau takut karena pelecehan, “ ujar Kalis.
Baca Juga: 5 Film Kontroversial Yang Cerita dan Aktornya Bermasalah
Selanjutnya, kita juga perlu andil untuk tidak menormalisasi pelecehan seksual para pengemudi. Kita mesti sadar, laki-laki, perempuan, dan gender apapun sangat mungkin untuk menjadi korban pelecehan seksual. Perusahaan transportasi daring perlu tegas mendukung mitra pengemudinya yang menjadi korban. Pun, pemerintah perlu lebih serius menegakkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) agar keamanan dan kenyamanan pengemudi makin terjamin.