December 5, 2025
Lifestyle Opini

Masalahnya Cuma Karena Dia Kucing Betina

Kucing betina sering dibuang karena dianggap merepotkan. Tapi mungkin masalahnya ada di cara kita memandang dan memperlakukan tubuh betina, bahkan pada hewan.

  • July 9, 2025
  • 3 min read
  • 1384 Views
Masalahnya Cuma Karena Dia Kucing Betina

Lukaku masih perih, tapi dingin malam lebih perih lagi. Aku baru saja memberi kehidupan, tapi manusia justru mengambil hidupku, melemparku ke jalanan dengan anak-anak yang bahkan belum bisa membuka mata. Kesalahanku?
Aku terlahir dengan rahim.

Kita memang tak bisa memahami bahasa tangis anak kucing, atau luka segar di perut induknya. Tapi kita tahu rasa takut. Kita tahu bagaimana rasanya ditinggalkan begitu saja. Dan, di alam bawah sadar kita, mungkin kita tahu bahwa tubuh betina terlalu sering dianggap masalah. Bahkan pada makhluk sekecil kucing.

Baca juga: Pelihara Anjing dan Kucing Bisa Tingkatkan Kesejahteraan Manusia?

Di sudut-sudut kota dan desa, mudah sekali menemukan kucing betina kurus dan lelah yang hidup berpacu dengan waktu. Untuk bertahan, mencari makan, dan, lagi-lagi, melahirkan. Banyak dari mereka dibuang saat sedang hamil. Ada pula yang dibuang bersama anak-anaknya. Bukan karena mereka nakal atau tak lucu, tapi karena mereka betina. Karena tubuh mereka menyimpan kemungkinan yang dianggap merepotkan: berkembang biak.

Menurut Cat Rescue Indonesia, 7 dari 10 kucing yang dibuang ke shelter adalah betina hamil atau baru melahirkan. Yang lebih menyedihkan, 60 persen di antaranya mati dalam tiga bulan pertama. Bukan karena penyakit, tapi karena stres, dehidrasi, dan gizi buruk.

Kalimat seperti, “pelihara yang jantan aja biar nggak beranak” atau “betina tuh ribet”, masih sering terdengar. Banyak orang memelihara kucing karena tren, bukan karena siap berkomitmen. Lalu saat muncul konsekuensi, mereka pilih jalan pintas dengan membuang.

Padahal ada solusi yang jelas dan manusiawi, yakni sterilisasi. Prosedur ini bukan hanya mencegah kelahiran yang tidak diinginkan, tapi juga membuat hidup kucing lebih sehat dan aman. Sayangnya, banyak yang masih menganggap sterilisasi “kejam” atau “tidak wajar.” Belum lagi alasan biaya, karena sterilisasi kucing betina memang lebih mahal dan pemulihannya lebih lama. Tapi alih-alih merawat, banyak yang lagi-lagi memilih untuk membuang kucingnya.

Tanpa sterilisasi dan edukasi, populasi kucing akan terus meledak. Ledakan ini bukan hanya menyulitkan mereka untuk bertahan hidup, tapi juga memicu konflik dengan manusia, seperti keluhan di lingkungan, pengusiran, kekerasan, bahkan pembunuhan massal yang dilakukan diam-diam.

Baca juga: Belajar Mencintai Tanpa Syarat dari Kucing

Betina = repot?

Kucing jantan sering dianggap lebih lucu, lebih manja, lebih gampang diatur. Sementara kucing betina dicap rewel, bisa birahi, bisa hamil, dan “merepotkan.” Alhasil, kucing jantan lebih cepat diadopsi. Padahal karakter seekor kucing tidak ditentukan oleh jenis kelaminnya, melainkan oleh bagaimana ia diperlakukan.

Jika ditarik lebih jauh, logika soal kucing ini mirip dengan yang digunakan terhadap perempuan di dunia kerja. Tempat kerja enggan merekrut perempuan karena bisa hamil, cuti melahirkan, dan dianggap menurunkan produktivitas. Tubuh yang bisa memberi kehidupan malah dianggap beban.

Jika pada manusia saja kita masih kesulitan melihat kehamilan sebagai hal wajar, tak heran kalau pada hewan kita justru cenderung menghindar, menolak, lalu membuang. Kucing betina jadi korban ganda: tak hanya dibuang karena “potensi” tubuhnya, tapi juga dipandang tidak layak diberi kesempatan.

Kucing betina yang sering dibuang, tidak diadopsi, atau dihindari saat memilih peliharaan, jadi bukti bahwa bias dan stereotip bisa merayap ke mana-mana. Bahkan ke keputusan sekecil adopsi hewan.

Baca juga: Apakah Kucing Bisa Berduka?

Edukasi soal adopsi dan perawatan hewan perlu diperluas. Keputusan memelihara jangan didasarkan pada jenis kelamin semata, tapi pada kesiapan untuk bertanggung jawab dan menyayangi seumur hidup.

Memelihara hewan bukan cuma soal memberi makan atau memeluk saat lucu. Ini tentang menerima mereka apa adanya, tanpa syarat, tanpa diskriminasi. Dan, tentu saja, tanpa menjadikan tubuh betina sebagai kambing, atau lebih tepatnya, kucing hitam.

About Author

Isye Mutia Wulyanti