Queer Love: Belum Suntik Hormon dan Operasi, Apakah Saya Tetap Transpuan?
Apakah saya bisa disebut transpuan meskipun tidak berdandan, belum suntik hormon atau operasi?
Pertanyaan untuk Queer Love minggu ini datang dari seorang transgender perempuan, atau transpuan. Pengasuh kolom Paramita Mohamad dan Downtown Boy merasa akan lebih afdal jika pertanyaan tersebut dijawab oleh transgender, sehingga mereka pass on the mic pada Khanza Vina, aktivis dan ketua komunitas transpuan SWARA, serta seorang sekutu Magdalene, seorang transpria yang lebih nyaman disebut Bang Miun saja.
Dear Magdalene,
Tanggal 31 Maret lalu, waktu orang-orang merayakan Transgender Day of Visibility, sejujurnya saya iri dan ingin sekali ikut posting foto saya dan nunjukin visibility saya.
Namun saya takut dihujat orang-orang. Saya belum sepenuhnya trans dan sering dicemooh oleh teman-teman saya karena saya tidak berpenampilan seperti trans pada umumnya. Saya seorang transpuan. Saya belum melakukan treatment medis seperti menggunakan hormon. Lebih tepatnya saya tidak ingin dan tidak berminat. Saya juga tidak berpenampilan feminin maupun berdandan karena saya lebih nyaman berpenampilan tomboi atau maskulin. Saya tidak nyaman pakai rok atau berambut panjang karena ribet saat beraktivitas. Tapi orang-orang sekitar saya sering berkata bahwa saya belum perempuan kalau belum berdandan, suntik hormon dan operasi.
Saya ingin sekali menunjukan bahwa saya juga trans. Tapi saya takut.
Apa benar saya bukan dan belum trans kalau tidak berpenampilan seperti gender yang saya yakini?
Terima kasih,
Hamba Allah
Kata Vina:
Halo Hamba Allah,
Transpuan adalah identitas gender yang bersifat sangat personal. Artinya, hanya individu bersangkutanlah yang paling valid mengidentifikasi dirinya sebagai transpuan. Orang lain tidak berhak dan bahkan tidak bisa mengintervensi identitas individu lain. Perkara hormon dan penampilan juga hal sangat personal. Apa pun penampilanmu, tidak ada hubungannya dengan identitasmu. Selama kamu nyaman dan aman, maka jadilah dirimu sendiri, tidak perlu menghiraukan orang lain. Apalgi ini soal identitasmu sendiri. Hanya diri kita sendirilah yang berhak memutuskan kita siapa.
Baca juga: Queer Love: Tentang ‘Coming Out’ dan ‘Happy Ending’
Perihal perasaan takut itu hal wajar, karena kita dikelilingi oleh orang-orang yang mungkin saja bisa menolak atau bahkan memusuhi kita ketika mereka tahu kita adalah trans. Dan ini menjadi pertimbangan dan tentu ada konsekuensinya. Jadi penting bagi kita untuk berstrategi.
Tidak apa-apa jika kamu sampai harus berpura pura di depan mereka, meski sebenarnya ini menyakitkan juga. Tapi kalo dirimu sudah siap untuk segala konsekuensinya, maka tak apa juga untuk mengatakan siapa kamu yang sebenarnya, dengan pertimbangan yang matang tentunya.
Cari kawan yang bisa mengerti keadaan kamu, dan kalau perlu kamu bisa menghubungi organisasi LGBT seperti Arus Pelangi dan Sanggar SWARA.
Salam,
Vina
Kata Bang Miun:
Happy Trans Visibility untukmu, Hamba Allah!
Identitas gender dan seksual itu sangat personal, tidak ada satu pun dari orang lain yang berhak menentukan siapa kamu dan apa yang harus kamu kenakan. Dan hanya kamu yang dapat merasakan dan mendeklarasikannya. Tidak ada yang namanya “belum trans sepenuhnya” dan tidak ada yang namanya “Tips jitu, tepat dan cermat ala netizen untuk menjadi trans yang seutuhnya”. Sekali kamu meyakini bahwa dirimu seorang perempuan atau transpuan, maka identitasmu sebagai transgender itu valid adanya.
Manusia sangatlah beragam, demikian juga dengan perempuan. Ada yang berambut panjang, ada yang berambut pendek, ada yang senang memakai rok, ada yang lebih suka memakai kemeja flannel, dan seterusnya. Seperti itu juga keleluasaan kita sebagai transgender dalam memaknai diri sendiri.
Baca juga: Queer Love: Bisakah Kita Membelokkan Orang Jadi LGBT?
Sah-sah saja jika kamu nyaman memilih untuk tidak bertransisi medis, atau berpenampilan maskulin. Selama kamu meyakini bahwa dirimu adalah perempuan dan itu dari dirimu sendiri, maka kamu adalah perempuan.
Yang paling utama adalah, saya harap kamu sudah melalui fase berdamai dengan diri, juga tubuhmu. Ini adalah fase yang paling membahagiakan dan menyenangkan karena setelah fase ini, kamu bisa dengan leluasa memaknai dirimu sendiri.
Ada jenis transisi lain yang sebenarnya lebih penting dan lebih utama dari transisi medis, yaitu transisi sosial. Transisi ini soal bagaimana kamu mengomunikasikan dan menjelaskan soal identitas dirimu pada lingkungan terdekatmu. Transisi sosial dapat melatih kepekaan dirimu terhadap reaksi orang sekitar, serta membedakan mengenai mana reaksi karena awam dan mana reaksi karena transfobia. Dengan begitu, kamu juga dapat belajar bagaimana membalas berbagai macam reaksi orang lain, apalagi dalam masyarakat kita yang masih mendiskriminasi transgender. Dari situ juga kamu bisa menentukan mana yang masih bisa diberikan pemahaman, siapa tahu mereka bisa menjadi support system atau allies yang baik suatu hari nanti. Tapi itu kalau kamu masih punya tenaga dan dapat bertahan yaaa. Utamakan kesehatan dirimu juga.
Kalau kamu sudah tidak tahan dengan lingkungan yang terus-terusan merisak kamu, segera cari exit plan-nya. Memiliki identitas berbeda, memutuskan untuk melela dan menjadi diri sendiri, membuat saya tidak perlu repot-repot bertahan dalam lingkungan yang toksik dan biarkan saja alam yang menyeleksi pertemanan saya.
Salam,
Miun