Culture Screen Raves

Review ‘Exhuma’: Hantu Jepang dan Sejarah Kelam Penjajahan Korea

Tak hanya menawarkan sensasi nonton film horor, 'Exhuma' juga membahas soal sejarah kelam pendudukan Jepang di Korea.

Avatar
  • March 18, 2024
  • 4 min read
  • 5508 Views
Review ‘Exhuma’: Hantu Jepang dan Sejarah Kelam Penjajahan Korea

*Peringatan Spoiler

Hwarim (Kim Go-eun) dan Bong Gil (Lee Do-hyun) adalah dukun muda yang dipanggil ke Amerika Serikat oleh ekspat Korea kaya raya Jeon Jin Gi (Jeon Jin-ki). Anak-anak sulung dari keturunan ayahnya terus mendapat teror. Ia dan ayahnya sering mendengar teriakan minta tolong, sedangkan anaknya yang masih bayi, sejak lahir tak pernah berhenti menangis.

 

 

Hwarim yakin teriakan itu berasal dari kuburan buyut Jin Gi yang tak tenang di alam kubur. Dari sinilah perjalanan mencari tahu asal-usul buyutnya yang dikubur lebih dari 100 tahun lalu dimulai.

Sebagai sutradara dan penulis naskah, Jang Jae-hyun tahu betul masyarakat Korea Selatan punya kepercayaan kuat soal kematian dan penguburan. Ini tak lepas dari konfusianisme yang mengajarkan soal merawat leluhur oleh manusia yang masih hidup. Di sana misalnya, kuburan sering kali berlokasi di bukit karena mereka percaya, itu bisa mengantarkan jiwa yang meninggal pada alam dan kebebasan. Mereka juga percaya orang yang sudah meninggal tetap harus makan dari sesembahan yang didoakan manusia.

Kepercayaan soal jiwa yang tak tenang dan marah itulah yang jadi tema utama dalam film Exhuma. Seperti judulnya, Exhuma berpusat pada proses penggalian dan pemindahan kuburan. Untuk menyelesaikan masalah ini, Hwarim dan Bong Gil juga mengundang Ahli Fengshui Kim Sang Deok (Choi Min-sik) dan pengurus rumah duka Ko Young-geun (Yoo Hae-jin).

Ritual-ritual penenangan arwah, pemanggilan arwah, hingga penguburan jadi salah satu sensasi horor yang ditawarkan di film ini.

Baca juga: Begini Rasanya Jadi Indigo: Kesurupan dan ‘Berteman’ dengan Setan

Exhuma Angkat Sejarah Kelam Pendudukan Jepang di Korea

Jika kamu berpikir Exhuma adalah tipe film yang penuh jumpscare, maka kamu mungkin akan kecewa. Berita baiknya, meski minim jumpscare, film ini tetap berhasil membawa teror dan ketakutan di setiap babak ceritanya. Film ini sendiri terbagi jadi enam yang penuh dengan kejutan.

Selain gangguan leluhur yang marah, di sepanjang film kita akan dibuat terus penasaran, bagaimana latar belakang buyut Jin Gi yang ternyata ada sangkut pautnya dengan masa pendudukan Jepang di Korea. Dulu, ia ternyata pejabat pro-Jepang yang percaya bahwa Asia Timur bisa makmur di bawah kepemimpinan Jepang.

Penemuan makam buyut Jin Gi sendiri mengantarkan pada sejarah kelam lain yang ditanam di sana. Selain buyut Jin Gi, ternyata di kuburan itu juga ada jenderal Jepang yang terkenal sadis. Semasa hidup, ia digambarkan menguasai Korea dan menebas kepala lebih dari 10.000 orang.

Di film ini, digambarkan bagaimana ia tak segan membunuh orang-orang yang ada didekatnya tanpa ampun. Dari baju yang dikenakan, sang jendral sepertinya berasal dari abad 1500-an, masa ketika Jepang mencoba menginvasi Korea dan dikenal dengan perang Imjin.

Meski invasinya tak berhasil, Jepang menduduki Korea pada 1910-1945. Seperti halnya sejarah kelam di Indonesia, selama pendudukan Jepang, masyarakat Korea juga amat menderita. Eksistensi mereka tak diakui. Semua teks-teks bersejarah dihancurkan. Orang Korea tak boleh memakai nama dan bahasanya sendiri. Perempuan Korea selama masa itu juga banyak dijadikan budak seks.

Meski kekejaman itu sudah banyak dicatat sejarah, Jepang sampai sekarang tak pernah mau meminta maaf pada negara-negara jajahannya.

Selain sejarah perang Jepang-Korea, karakter utama di film ini juga terinspirasi dari nama-nama aktivis dan pejuang kebebasan Korea.

Nama Yun Bong-gil diambil dari pejuang kemerdekaan Korea. Lee Hwa-rim terinspirasi dari aktivis pembebasan yang ikut terlibat dalam berbagai pergerakan. Go Yeong-geun diambil dari nama birokrat di akhir masa Joseon yang anti-Jepang. Terakhir, Kim Sang-deuk juga diambil dari aktivis pembebasan Korea.

Baca Juga:  Seminggu Nonton Film Horor Asia: Makin Yakin Hantu Barat Enggak Mutu

Yang Baik, Yang Kurang

Rasanya kurang pas jika membicarakan Exhuma tanpa membahas sinematografinya. Meski sosok “arwah” yang marah tak pernah diperlihatkan secara jelas, tapi Jae-hyun tetap berhasil membangun rasa takut. Bagaimana sosok itu bisa dilihat dari cermin di setiap lokasi adegan.

Pencahayaan yang pas di setiap adegan juga membangun rasa mencekam yang intens dirasakan.

Di luar itu, Exhuma menawarkan plot twist di akhir cerita memang jadi salah satu formula yang banyak dipakai di film horor. Tak ada yang menyangka bahwa masalah utama keluarga Gi dari awal hanya pengantar untuk ke plot yang lebih besar menemui jenderal Jepang. Walau dibagi menjadi enam babak, sebagai penonton energi kita mungkin sudah habis sampai di babak 4.

Babak ke-5 dan 6 yang memuat plot twist dan klimaks dari filmnya malah terkesan penutup saja. Apalagi di awal babak 5 kita sudah harus berpikir keras soal karakter baru yang muncul dan diekori dengan latar belakang sejarah yang kompleks.



#waveforequality


Avatar
About Author

Siti Parhani

Hani adalah seorang storyteller dan digital marketer. Terlepas dari pekerjaannya, Hani sebetulnya punya love-hate relationship dengan media sosial.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *