Korean Wave

Setop Romantisisasi ‘Softboy’ dalam Drakor ‘Nevertheless’!

Karakter ‘softboy’ seperti Park Jae-eon dianggap memikat hati. Padahal, perilakunya terhadap perempuan tergolong toksik dan manipulatif.

Avatar
  • July 13, 2021
  • 5 min read
  • 1809 Views
Setop Romantisisasi ‘Softboy’ dalam Drakor ‘Nevertheless’!

[Spoiler Alert]

Belakangan ini, kicauan di Twitter diramaikan oleh warganet perempuan yang terbius dengan pesona Park Jae-eon (Song Kang), dalam drama Korea terbaru di Netflix berjudul Nevertheless. Karakternya dikenal sebagai softboy karena ia memiliki ketertarikan terhadap Yu Na-bi (Han So Hee) dan mencoba mendapatkan yang ia inginkan, tanpa menjalin hubungan khusus dengannya.

 

 

Meskipun multitafsir, Urban Dictionary mendefinisikan istilah softboy serupa dengan fuckboy, hanya saja tanpa sikap sombongnya. Mereka memikat perempuan dengan menunjukkan sisi sensitif dalam dirinya dan bermain dengan kata-kata yang meluluhkan hati, agar lawan jenisnya bersedia untuk berhubungan seksual.

Definisi itu terbukti dalam karakter Jae-eon di empat episode pertama Nevertheless. Ia seolah membuat Na-bi jadi satu-satunya perempuan yang berarti dalam hidupnya. Caranya dengan menghabiskan waktu bersama, membuat ia merasa aman, menjelaskan “kesalahpahaman” saat ia mencium perempuan lain, hingga merawat Na-bi saat sakit yang berakhir pada hubungan seksual.

Selain karena Jae-eon tampan, Na-bi pun terpincut dengan lelaki itu karena relevansi antara arti namanya dengan sesuatu yang softboy itu sukai. Dalam bahasa Korea, kata “na-bi” memiliki arti kupu-kupu, sementara Jae-eon memiliki tato kupu-kupu di belakang lehernya karena ia menyukai hewan tersebut.

Baca Juga: Bagaimana ‘Manga Yaoi’ atau ‘Boys Love’ Masih Meromantisasi Kekerasan Seksual

Romantisisasi Softboy

Ada warganet yang ingin berada di posisi Na-bi, tapi ada juga yang menilai Jae-eon sebagai “a walking red flag” lantaran sikapnya yang manipulatif dan toksik.

Sikap yang ditunjukkan oleh Jae-eon sebagai softboy memang berhasil membuat perempuan bertekuk lutut. Lihat saja karakternya yang berusaha mendengarkan permasalahan Na-bi, terlihat tulus, ingin membuatnya bahagia, hingga cemburu dan khawatir jika hal buruk terjadi padanya.

Namun, hanya dalam satu kedipan mata, sikapnya berubah 180 derajat dan merayu perempuan lain seolah tak mengacuhkan keberadaan Na-bi. Misalnya, saat seorang teman perempuannya berkunjung dan Jae-eon mengatakan kalau ia adalah takdirnya.

Siapa sih, yang enggak refleks memutar bola mata setelah mendengar kalimat tersebut?

Jelas ia tidak hanya fokus berhubungan dengan seorang perempuan, tetapi memiliki beberapa “alternatif” lainnya, dan memperlakukan mereka serupa. Karakternya pun membuat penonton meromantisasi perilaku softboy terhadap perempuan, dengan menganggap manis tutur kata dan perbuatan laki-laki yang sebenarnya digunakan sebagai topeng atas tipu muslihatnya. 

Drakor Nevertheless juga turut melanggengkan stigma perempuan yang rela untuk disakiti dan mau memberikan apa pun untuk laki-laki yang meluluhkan hatinya lewat relasi Jae-eon dan perempuan-perempuan di sekitarnya. Sesungguhnya, ini merepresentasikan sebuah problem serius, yakni gambaran perempuan yang bisa dikontrol dan mengindikasikan bahwa laki-laki berhak mendominasi hubungan. 

Hal itu bukanlah perlakuan yang patut dinormalisasi untuk diterima perempuan maupun laki-laki dalam sebuah hubungan romantis. Terlebih lagi ketika Jae-eon menargetkan Na-bi sebagai sasarannya dan menggunakan karismanya untuk meluruhkan pertahanan perempuan itu. Bahkan, ia kerap datang dan pergi sesuka hati yang meninggalkan Na-bi dengan segudang skenario di kepalanya. 

Baca Juga: Kenapa ‘Reply 1988’ Terus Populer

Softboy Memanfaatkan Kerentanan Seseorang

Judul drama Korea yang diadaptasi dari Webtoon ini memiliki makna “I know, but…”, sebagaimana merepresentasikan karakter Na-bi yang tahu kesalahannya terlibat dengan Jae-eon, tapi senang dengan keberadaan laki-laki itu di hidupnya. Makanya, warganet di Twitter sering menyebutnya ndableg, alias bebal karena tidak bisa diperingatkan.

Sumber: Netflix

 

Sebenarnya, karakter Na-bi berada dalam situasi rentan. Ia baru saja putus dari pacarnya, proyeknya di kampus sedang mandek, ditambah hubungannya dengan sang ibu yang kurang harmonis. Wajar jika kehadiran Jae-eon membuat harinya berbunga-bunga. Sayangnya, kondisi itu justru membuatnya lengah dan mudah dikontrol oleh Jae-eon meskipun beberapa kali Na-bi berusaha menjauh.

Dalam serial ini, Na-bi seperti “memberikan dirinya” secara penuh untuk Jae-eon dengan melakukan hubungan seksual yang tidak didasari oleh consent. Memang, ia terlihat bersedia setiap mereka melakukannya, tetapi ia tidak benar-benar pernah memberikan persetujuan. Sebaliknya, raut wajahnya sempat menunjukkan keraguan ketika Jae-eon mulai mengangkat sweater. Ia terpikirkan berbagai alasan untuk menolak sebelum mereka kembali melakukan hubungan seksual. Setelah itu, barulah ia menyadari tak ada satu pun yang diketahui tentang laki-laki tersebut.

Melalui setiap adegan Na-bi dan Jae-eon, Nevertheless menunjukkan bagaimana laki-laki softboy bersikap manipulatif, yakni dengan membuat perempuan merasa nyaman agar bersikap terbuka. Sementara, mereka akan terus menutup diri dan mengambil keuntungan hingga perempuan menyadari sikap misteriusnya.

Baca Juga: 7 Cara Keluar dari Relasi Toksik di Masa Pandemi

Masalah Komitmen dalam Hubungan Romantis

Na-bi pun kerap mempertanyakan mengapa Jae-eon tak bisa menjadi kekasihnya. Salah seorang temannya malah menganalogikan laki-laki itu sebagai kupu-kupu yang senang menghampiri banyak bunga. Selain itu, ia juga menyoroti bagaimana prinsip Jae-eon berbeda dengan Na-bi yang cenderung terikat dalam hubungan romantis. 

Namun, Na-bi tetap bersikukuh untuk terus berhubungan dengan Jae-eon dan berharap jika suatu saat nanti laki-laki itu akan berubah pikiran dan memutuskan untuk mengencaninya.

Perkara relasi romantis dan komitmen disinggung salah satunya dalam penelitian Scott M. Stanley dkk. yang berjudul “Commitment: Functions, Formation, and the Securing of Romantic Attachment” (2010). Mereka menyatakan, kelekatan romantis yang dirasakan oleh seseorang tidak serta merta dirasakan atau timbul dalam diri pasangannya di kemudian hari. 

Mereka juga menjelaskan, komitmen satu pihak saja tidak dapat menciptakan rasa aman dalam kelekatan romantis. Pasalnya, perlu adanya hal yang sama dari pasangan dan kejelasan antara kedua pihak.

Lebih lanjut, adanya kelekatan romantis bisa didasari oleh gaya kelekatan seseorang semasa ia kecil dengan orang tua atau pengasuhnya dan berpengaruh hingga dewasa. Dari ketiga jenis gaya kelekatan–cemas, aman, dan penghindar–tampaknya Jae-eon termasuk kategori penghindar, yakni cenderung menjauhi keintiman dalam hubungan romantis. 

Karena gaya kelekatan ini telah mengakar sejak lama, menjalin kedekatan dengan Na-bi tidak serta merta mengubah karakter Jae-eon atau membuatnya mengikuti keinginan Na-bi apabila suatu saat perempuan itu meminta komitmen yang jelas dalam hubungan.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *