In-Docs dan Tribeca Film Institute Dukung Film Dokumenter Asia Tenggara
Lewat Gelaran IF/Then South East Asia edisi kedua, sineas-sineas muda dibantu mengembangkan cerita dan menembus distribusi global.
Setelah sukses dengan IF/Then edisi pertama di tahun 2018, In-Docs dan Tribeca Film Institute kembali menggelar IF/Then Asia Tenggara edisi kedua yang dijadwalkan pada 17-23 Juni 2020. Tahun ini IF/Then mendapat dukungan penuh dari Kedutaan Amerika Serikat untuk Indonesia.
IF/Then merupakan program mentorship pengembangan cerita dan distribusi global bagi sineas-sineas muda lokal dan Asia Tenggara yang akan membantu mereka mengangkat cerita-cerita terbaik dari daerah masing-masing. Program ini membuka peluang untuk menembus pasar internasional yang seringkali sulit ditembus oleh sineas-sineas Asia Tenggara. Rangkaian acara IF/Then tahun ini terdiri atas Lab Pengembangan Cerita yang dijadwalkan pada 17-21 Juni, dan dua hari sesi pitching pada 22-23 Juni 2020. Dikarenakan pandemi COVID-19, seluruh program akan diselenggarakan secara daring (online). 19 film dokumenter dari 8 negara yang mengangkat berbagai isu sosial, politik, dan kultural telah terpilih untuk mengikuti rangkaian program ini.
Sejak kehadiran pertamanya di tahun 2018, IF/Then Asia Tenggara melibatkan 28 sineas dari ASEAN, dan berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari USD 80.000 dari tiga broadcaster besar di dunia, termasuk Al Jazeera English. “Kami senang sekali bisa bekerjasama dengan salah satu sineas berbakat Indonesia, dan menjadi platform global bagi sebuah film penting yang mengangkat isu mengenai kebutaan di Indonesia dan di seluruh dunia”, Emile Guertin, Senior Commissioning Producer di Al Jazeera English.
Empat pemenang IF/Then 2018 juga diundang ke 7 forum dokumenter internasional, dan berhasil menembus 11 festival film internasional. “Program IF/Then membuka cakrawala saya dan menajamkan sudut pandang saya sebagai sineas Indonesia. Saya mendapatkan mentorship yang komprehensif tentang bagaimana bekerjasama dengan broadcaster international, bagaimana mengemas cerita yang tidak hanya bagus, tapi juga menginspirasi tanpa harus menceramahi penonton”, kata Ucu Agustin, salah satu pemenang IF/Then Asia Tenggara 2018 yang filmnya “Sejauh Kumelangkah” berhasil meraih Piala Citra untuk kategori film pendek dokumenter terbaik dan dikomisi oleh Al Jazeera English. “IF/Then selalu mendukung sineas-sineas yang mengusung cerita tentang masyarakat lokal mereka. Kami ingin menciptakan keberagaman dalam industri film dokumenter karena inilah semangat dan prinsip kerja IF/Then yang akan terus kami jaga dalam kemitraan ini”, Chloe Gbai, Direktur IF/Then Shorts di Tribeca Film Institute.
“Indonesia sangat bangga menjadi tuan rumah IF/Then 2020, karena negara kita kaya akan cerita dan sineas berbakat, tapi sayangnya perspektif kita kurang lantang bergema di pentas global. Untuk itu, penting sekali bagi Indonesia untuk menjadi jembatan bagi tidak saja film-film Indonesia tetapi juga proyek-proyek terbaik Asia Tenggara agar lebih terdistribusikan di pasar internasional. Program IF/Then ini merupakan kesempatan penting bagi kita untuk membagikan cerita-cerita kita kepada dunia,” ungkap Amelia Hapsari, Direktur Program In-Docs.
Sebagai pendukung program IF/Then Southeast Asia 2020, Wakil Duta Besar Amerika Serikat di Indonesia Heather Variava menambahkan, “Para sineas ini merepresentasikan talenta-talenta lokal yang luar biasa, dan inilah alasan pentingnya kita terus mendorong keberagaman cerita dan kebebasan berekspresi. Film dokumenter memegang peranan penting dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menciptakan dialog agar kita bisa menjadi masyarakat yang lebih baik lagi”.
Selain mengundang sineas-sineas terpilih dan profesional di industri film dokumenter, IF/Then juga memberikan kesempatan terbatas bagi dosen film, mahasiswa film, atau sineas independen yang ingin belajar tentang industri dokumenter internasional untuk berpartisipasi sebagai observer.
Berikut 19 film dokumenter yang terpilih untuk mengikuti program IF/Then Asia Tenggara 2020.
1. 19 (Vietnam) Ngoc Le (Sutradara), Quang Nong (Produser) Setelah usahanya berhenti menggunakan narkoba gagal, My – seorang pecandu sabu- meminta bantuan ke pusat rehab Kristen. Akankah perawatan non-ortodoks ini membantu ia kembali hidup normal?
2. #116 B University Avenue, Rangoon (Filipina) Joanna Arong (Sutradara, Produser) Cerita personal tentang Wendy Law-Yone, seorang penulis Burma terkemuka di pengasingan, tentang eksplorasi identitas, makna rumah, dan makna bertahan hidup di tanah asing yang dingin dan tidak bersahabat.
3. Dawn (Filipina) Myish Endonila (Sutradara), Kristine Angeli Gimongala (Co-Sutradara) Didera oleh masalah kesehatan dan keamanan yang buruk, desa paling terpencil dan paling tidak di aman di Filipina harus berhadapan dengan sistem kesehatan yang memprihatinkan, menjadi saksi perjuangan penuh keberanian dari para pekerja kesehatan akar rumput.
4. Dust on the Window (Filipina) Demie Dangla (Sutradara) Memori kolektif para tenaga kerja asing Filipina dan keluarga mereka yang mengobati rasa sepi dan jarak emosional dengan berkirim rekaman suara dan surat cinta selama tahun 1990-an.
5. Hi Boy (Indonesia) Rahmi Murti (Sutradara), Wini Angraeni (Produser) Hiroki sering dirundung di sekolah. Namun, setelah bergabung di grup penggemar K-Pop di sekolahnya, ia menemukan lingkaran baru yang suportif yang membantunya mengumpulkan kekuatan untuk menerima dirinya sendiri.
6. Homebound (Indonesia) Ismail Lubis (Sutradara), Nick Calpakdjian (Produser) Meninggalkan keluarga demi bekerja di luar negeri selama bertahun-tahun itu sulit. Namun, terkadang pulang kampung itu jauh lebih sulit.
7. How To Sell Piety (Indonesia) Yovista Ahtajida (Sutradara) Eksperimen seorang seniman membuat musik Islami yang sukses sambil membongkar hubungan industri budaya pop dan kesalehan massa Indonesia.
8. The Invisibles (Filipina) Bryan Kristoffer Brazil (Sutradara), Lea Paz Torre (Produser) Seorang mantan imigran ilegal mengubah rumahnya menjadi sekolah untuk memerangi angka buta huruf yang menjulang tinggi di kalangan anak-anak tak berdokumen di Borneo bagian utara.
9. Iyaha (Filipina) Jeremy Luke Bolatag (Sutradara), Alex Poblete (Produser) Seorang ibu mengenang kembali anak perempuannya yang dibunuh secara brutal sambil menguatkan dirinya.
10. Looking for Haven (Indonesia) Andi Hutagalung (Sutradara, Produser), Tedy Pasaribu (Produser) Khawatir dengan kepunahan burung-burung pantai di sepanjang pantai timur Sumatra, Nchay, seorang peneliti, mendedikasikan hidupnya untuk melindungi burung-burung tersebut dan ekosistem mereka.
11. Marawi (Filipina) Shirin Bhandari (Sutradara), Matt Baguinon (Sutradara), Cha Escala (Produser) Tiga tahun setelah pengepungan tahun 2017, rakyat Marawi berjuang untuk kembali ke rumah mereka. Mereka harus berhadapan dengan ekskavator yang diperintahkan untuk meratakan sisa-sisa tanah leluhur mereka.
12. Married to the Underground (Filipina) Grace Simbulan (Sutradara), Johnny Bassett (Produser) Setelah menemukan memoar rahasia ayahnya yang sudah meninggal, seorang anak perempuan baru menyelami kembali ayah yang selama ini menciptakan jarak emosional yang sulit dilampaui.
13. QUẨY (Vietnam) Hien Anh Nguyen (Sutradara), Thuy Anh Nguyen (Produser) Ibu Tinh, seorang wanita berusia 50-an ingin hidup dalam damai. Cerita tentang Quẩy – cemilan khas Vietnam; Dan kisah tentang budaya makanan Vietnam yang terus bertransformasi. Quẩy menceritakan dampak urbanisasi terhadap keseharian di Vietnam, dan perspektif masyarakat Vietnam tentang diri mereka sendiri dan budaya.
14. Rabiah and Mimi (Indonesia) Arfan Sabran (Sutradara), Nick Calpakdjian (Produser) Rabiah dan Mimi, ibu dan anak, mengabdikan hidup mereka untuk memberikan pelayanan kesehatan di pulau-pulau terpencil di Laut Flores, Indonesia.
15. Sandcastles (Singapore) Carin Leong (Sutradara), Martin Loh (Co-Produser) Saat Singapura mereklamasi daratan untuk memperluas pembangunan kotanya, sebuah kota dengan nama yang sama di belahan dunia lain terkubur di bawah pasir.
16. The Seen and Unseen (Vietnam) Trang Dao (Sutradara, Co-Produser), Hieu Tran (Co-Produser) Seorang penulis skenario harus bekerja dari rumah selama sebulan di tengah pandemi COVID19. Saat mencoba menyelesaikan naskah, ia mengamati atap rumah-rumah tetangganya sambil mempertanyakan hubungan romansa yang tidak jelas masa depannya.
17. She Who Dreams of Statues (Singapore) Natalie Khoo (Sutradara), Sam Wei Shi Chua (Produser) Seorang arkeolog menemukan patung Boddhisatva saat penggalian di Kamboja. Bertahun-tahun kemudian, ia kembali untuk menyelidiki sebuah rumor; seorang wanita mimpi tentang patung itu sebelum patung ditemukan.
18. A Sonorous Melody (Indonesia) Riani Singgih (Sutradara), Annisa Adjam (Produser), Muhammad Ismail (Co-Produser) Seorang pembuat wayang dan penyanyi bahasa isyarat, membawa kita ke perjalanan hidup mereka sebagai seniman Tuli, yang menggunakan media kreatif untuk menembus batas-batas bertutur konvensional dalam dunia yang termarginalisasi.
19. Underage (Thailand) Ohm Phanphiroj (Sutradara, Produser) Underage adalah dokumenter sosial tentang pekerja seks di bawah umur di Asia Tenggara. Film ini mengungkapkan kompleksitas masalah kemiskinan, korupsi, eksploitasi anak di bawah umur, dan sikap pasif pemerintah terhadap pelanggaran hukum.
Berikut ini daftar mentor IF/Then Asia Tenggara 2020.
1. Cynthia Lowen (Amerika Serikat) Sutradara, Produser – Train of Thought Productions Cynthia Lowen merupakan sineas nominasi Emmy yang karyanya, dengan kekuatan cerita yang kuat, berhasil mendorong perubahan. Cynthia adalah produser dan penulis “Bully”, sebuah dokumenter panjang tentang kehidupan lima anak dan keluarga di masa krisis perundungan di Amerika. Film ini telah diputar di banyak negara. Film ini mendapat pujian dari kritikus film, dan meraih dua nominasi Emmy, masuk seleksi Oscar dan memenangi penghargaan DuPontColumbia Award untuk kategori karya jurnalisme terbaik. Cynthia juga menyutradrai dan memproduseri “Netizens”, sebuah dokumenter panjang tentang perempuan dan pelecehan daring, yang diputar perdana di Tribeca Film Festival.
2. Hata Takeshi (Jepang) Editor, Produser Hata lahir tahun 1973, dan memulai karir profesionalnya sebagai sutradara dan editor program TV dan trailer film sejak di bangku kuliah. Tahun 1999, Hata mulai menjadi editor lepas yang tugas utamanya mengedit dokumenter dan trailer untuk keperluan festival/bioskop. FIlmografinya di antaranya film-film karya Sato Makoto, seperti “Hanako”(2001), “Memories of Agano”(2004), dan “Out of Place: Memories of Edward Said”(2005); “Power and Terror”(2002) karya John Junkerman; “Chokora!”(2008), “Dryads in a Snow Valley”(2015) karya Kobayashi Shigeru; “Trace of Breath”(2017) karya Komori Haruka; “Sennan Asbestos Disaster”(2017) karya Hara Kazuo; “Of Love and Law”(2017) karya Toda Hikaru.
3. Emile Guertin (Inggris) Senior Commissioning Producer – Al Jazeera English Emile mengkomisi dan memberikan mentorship bagi film-film dokumenter yang akan ditayangkan di program “Witness” channel Aljazeera, terutama di regional Asia-Pasifik. Sebelumnya, Emile merupakan senior producer di Discovery Networks Asia-Pacific di Singapura selama hampir tujuh tahun. Emile memiliki latar belakang di bidang produksi dokumenter dengan gelar MA dari National Film & Television School di Inggris. Ia pernah berdomisili di Singapura, Vietnam, Filipina, dan total sudah tinggal di regional Asia Tenggara selama hampir 15 tahun. Saat ini ia menetap di Kuala Lumpur, Malaysia.
4. Chloe Gbai (Amerika Serikat) Direktur IF/Then Shorts – Tribeca Film Institute Chloe Gbai adalah direktur IF/The Shorts di Tribeca Film Institute. IF/Then mendukung dokumenter-dokumenter pendek yang disutradarai oleh sineas lokal. Sebelumnya, Chloe merupakan produser POV Shorts and Streaming. Programnya POV Shorts telah menghasilkan satu dokumenter pendek nominasi Oscar, dua nominasi Emmy, dan satu nominasi IDA Awards untuk kategori film pendek terbaik. Karyanya sebagai sutradara dan editor seputar isu ras, imigrasi, dan gender. Chloe merupakan anggota Brown Girls Doc Mafia dan Meerkat Media Collective.