Lifestyle Madge PCR

Cinta Ditolak, Tetap Bertindak: Alasan Cowok Sulit Nerima Penolakan

Sebagian laki-laki sulit menerima penolakan saat PDKT. Mereka baru mundur jika perempuan itu punya pasangan. Sebuah maskulinitas rapuh?

Avatar
  • May 30, 2023
  • 5 min read
  • 2270 Views
Cinta Ditolak, Tetap Bertindak: Alasan Cowok Sulit Nerima Penolakan

Menjalin hubungan romantis di tempat kerja merupakan hal yang paling “Sania” hindari. Ia enggan kehidupan pribadi dan profesionalnya tercampur. Namun, “Bagas”—rekan kerja Sania di perusahaan startup—enggak peduli.

Selama beberapa waktu, Bagas mendekati Sania, dengan harapan berpacaran dengannya. Awalnya, Bagas meminta Sania mengajarkannya latihan percakapan dalam Bahasa Inggris tiap seminggu sekali. Hal ini menjadi permintaan Bagas, mengetahui Sania lulusan universitas di luar negeri.

 

 

Enggak menyadari maksud yang sebenarnya, Sania mengiyakan permintaan tersebut. Beberapa bulan kemudian, rekan kerja lainnya mengatakan pada Sania, “Bagas lagi ngejar lo ya? Katanya dia udah cerita soal gajinya, soalnya lo suka cowok berada?”

Dari ucapan si rekan kerja, Sania sadar sering kali Bagas menceritakan perjuangannya: Latar belakang ekonomi keluarga menengah ke bawah, punya pekerjaan remote di Malaysia, berpenghasilan dua digit di Jakarta, dan punya dua rumah.

Alih-alih berhenti mendekati Sania, Bagas justru menunjukkan ketertarikannya. Setiap pagi, ia mengirimkan chat dan meninggalkan notes di meja kerja Sania. Merasa tidak nyaman, secara tersirat Sania menyatakan keberatannya atas tindakan Bagas. Sania mengaku menjalin hubungan jarak jauh, dengan laki-laki di Toronto. Namun, upaya itu belum juga membuat Bagas mundur.

“Lama-lama gue kesel. Akhirnya gue bilang ke Bagas, enggak enak sama orang kantor karena gue udah punya pacar. Setelah itu dia baru menjauh,” ungkap Sania.

Meskipun hanya bualan, nyatanya pengakuan itu berhasil menghentikan aksi Bagas. Setidaknya untuk beberapa waktu, karena Bagas kembali menunjukkan intensinya, begitu tahu “hubungan” Sania dan “pacarnya” berakhir.

Baca Juga: Anak Laki-laki Jahil ke Perempuan, Benarkah karena Naksir?

Laki-laki Sulit Menerima Penolakan

Terlepas dari keengganan Sania, upaya Bagas untuk mewujudkan harapannya berpacaran dengan perempuan tersebut mencerminkan laki-laki yang sulit menerima penolakan. Bagas justru menganggap penolakan sebagai tanda untuk berusaha lebih keras, demi mendapatkan hati perempuan yang disukai.

Dalam tulisannya di Psychology Today, konselor dan akademisi Suzanne Degges-White menjelaskan, laki-laki yang sulit menerima penolakan cenderung kurang percaya diri. Hal ini didukung oleh konstruksi masyarakat bahwa perempuan boleh insecure, sedangkan laki-laki adalah sosok yang kuat dan percaya diri dalam situasi apa pun—tipikal stereotip gender yang dipengaruhi budaya patriarki.

Karena itu, laki-laki melihat penolakan sebagai tantangan, maupun hinaan, terhadap maskulinitasnya. Sebagai respons untuk membuktikan dan melindungi maskulinitas, mereka bersikap agresif—dalam hal ini membuktikan untuk mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan. Itu termasuk menjalin relasi romantis dengan perempuan yang ditaksir.

Masalahnya, realitas ini sering diromantisasi dalam film, sebagai bukti bahwa laki-laki enggak gampang menyerah.

Salah satunya karakter Noah Calhoun (Ryan Gosling) dalam The Notebook (2004). Beberapa kali, Calhoun mengajak Allie Hamilton (Rachel McAdams) untuk berkencan. Namun, ajakannya disambut penolakan oleh Hamilton. Hingga Calhoun cenderung berperilaku manipulatif—yang menyangkut keselamatan nyawanya, supaya Hamilton menyanggupi permintaan itu.

Kondisi ini berbeda ketika perempuan mengalami penolakan. Selain memotret sebagai sosok yang terluka secara emosional, masyarakat berasumsi, perempuan akan merefleksikan kekurangan dalam diri yang menyebabkan dirinya ditolak. Asumsi tersebut menerangkan penjelasan Degges-White sebelumnya, yakni wajar jika perempuan merasa tidak percaya diri.

Maka itu, Degges-White menekankan perbedaan laki-laki dan perempuan dalam menghadapi penolakan: Perempuan didorong untuk menerima situasi, sedangkan laki-laki berusaha membalas perbuatan.

Kemudian, perlakuan Bagas terhadap Sania mencerminkan laki-laki masih menganggap perempuan sebagai properti. Sebab, ia baru menerima penolakan, setelah Sania membuktikan telah menjadi “milik” orang lain.

Masih dipengaruhi budaya patriarki, dalam kondisi tersebut perempuan diposisikan sebagai subordinat laki-laki, yang merupakan pemegang kontrol dalam hubungan. Contohnya di masa Kekaisaran Jepang, ketika perempuan Korea diminta menjadi perempuan penghibur bagi tentara Jepang.

Lalu di Amerika Serikat, perempuan yang bertugas sebagai tentara masih diperlakukan sebagai objek. Mereka menjadi korban predator seksual di kalangan pasukan yang bertugas aktif, maupun di akademi pelatihan calon tentara.

Sementara saat ini, upaya yang menunjukkan perempuan sebagai properti dan dikontrol laki-laki, juga terlihat dari berbagai tindakan. Misalnya melarang istri menggunakan alat kontrasepsi, dan kekerasan seksual terhadap perempuan.

Baca Juga: Perempuan PDKT Duluan, Kenapa Tidak?

Ada juga perdagangan perempuan, di mana perempuan ditangkap secara paksa atau melalui penipuan, untuk menjadi pekerja seks yang menguntungkan muncikari. Dalam hal ini, prostitusi dan pornografi menempatkan perempuan sebagai objek bagi laki-laki.

Melihat kondisi masyarakat saat ini, perilaku laki-laki seperti Bagas membuktikan bahwa pandangan perempuan adalah subordinat dan properti masih dinormalisasi. Bahkan, April lalu laki-laki bernama Yudo Andreawan ramai di medsos, lantaran terang-terangan menunjukkan obsesinya terhadap seorang dokter gigi—meskipun telah ditolak berulang kali.

Lantas, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi ini?

Perlunya Belajar Menerima Penolakan

Bagi Sania, pura-pura punya pacar dan memperkenalkannya ke teman-teman kantor, adalah solusi untuk menghentikan intensi Bagas. Sayangnya, tindakan tersebut bentuk menormalisasi kepemilikan terhadap perempuan.

Gue mikir, mungkin yang bisa setop mereka cuma fakta, kalau perempuan udah jadi milik orang lain. Tapi itu juga Bagas masih berani deketin, gimana kalau ceritanya gue enggak punya cowok?” kata Sania.

Agar tindakan ini tidak dinormalisasi, sebenarnya laki-laki perlu belajar agar terbiasa menerima penolakan. Dalam tulisannya di YourTango, pakar hubungan Dr. Wendy Lyon menyebutkan beberapa cara bagi laki-laki, untuk menerima penolakan.

Pertama, pentingnya mengasihi diri sendiri. Meskipun merasa terluka, kesedihan itu enggak seharusnya membuatmu fokus pada kekurangan diri. Penting untuk mengetahui, penolakan tidak mendefinisikan keberhargaan dirimu sebagai individu. Alih-alih fokus pada kekurangan, kenali sisi positif yang kamu miliki.

Kedua, tingkatkan empati dan sikap menghargai pada orang yang menolak. Sebagian orang mengungkapkan kesedihannya dengan mengkritik, menyalahkan, atau menghakimi orang lain.

Namun, kamu dapat mengontrol diri untuk tidak melakukannya. Cobalah pahami perspektif orang yang menolakmu, bagaimana perasaannya, dan hargai pilihannya.

Baca Juga: Lelaki Marah Ditinggal Pasangan Makan Duluan, Tanda Maskulinitas Toksik

Ketiga, belajar dari pengalaman. Luangkan waktu untuk mengenali perasaan, dan merefleksikan apa yang diperoleh dari pengalaman ini. Cara ini bukan berarti menempatkanmu sebagai korban, tetapi mencoba objektif terhadap situasi. Kemudian, gunakan pengalaman patah hatimu untuk menjadi versi terbaik dirimu. 

Keempat, mencari dukungan dari orang-orang di sekitar. Ceritakan pengalamanmu pada teman atau anggota keluarga yang kamu percaya. Dengan menceritakannya, kamu berbagi beban emosional dan merasa didengarkan. Setidaknya hal ini akan membuatmu merasa lebih baik.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *