Issues Opini

7 Tips Praktis Agar Kamu Selamat Hadapi ‘Kiamat’

Apa yang bisa dilakukan warga biasa seperti kita jika skenario kiamat akibat serangan nuklir atau kekacauan politik global betul-betul terjadi?

Avatar
  • May 30, 2023
  • 5 min read
  • 483 Views
7 Tips Praktis Agar Kamu Selamat Hadapi ‘Kiamat’

Para miliarder yang menghasilkan banyak uang di Silicon Valley tampak khawatir dengan masa depan. Saking khawatirnya, beberapa dari mereka bahkan dilaporkan membeli perkebunan yang luas di tempat-tempat seperti Selandia Baru sebagai “asuransi apokalips”. Tempat ini menjadi pelindung jika terjadi skenario kiamat akibat serangan nuklir atau kekacauan politik global.

Lantas bagaimana dengan kita? Apa yang harus dilakukan oleh rakyat biasa di dunia jika tidak ada persiapan sama sekali? Bagaimana cara kita membuat dan melakukan segala sesuatu untuk diri kita sendiri? Bagaimana membantu masyarakat pasca-kiamat untuk menghindari Zaman Kegelapan dan memulai peradaban kembali?

 

 

Sebagai seorang ilmuwan, pertanyaan di atas menjadi eksperimen pemikiran yang dieksplorasi dalam buku saya, The Knowledge. Saya menyiapkan tujuh kiat terbaik agar kamu lebih siap menghadapi bencana global.

1. Murnikan Air

Pasokan air bersih agar kamu tidak terserang penyakit di dunia pasca-apokalips sangatlah penting. Merebus air memang menjadi cara terbaik, tapi proses ini menghabiskan banyak bahan bakar.

Kamu bisa mencari tablet yodium dari reruntuhan toko-toko perkemahan, bubuk dan pemutih (natrium hipoklorit), atau bahkan klorin kolam renang (kalsium hipoklorit) dan mengencerkannya untuk mensterilkan air yang mencurigakan secara kimiawi.

Sinar matahari pun dapat digunakan untuk membuat kita tetap terhidrasi dengan aman. Desinfeksi air dengan sinar matahari direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di negara-negara berkembang. Caranya: isi botol plastik dan biarkan di bawah sinar matahari – sinar UV akan menembus air untuk membunuh patogen dalam waktu satu hari atau lebih.

Baca juga: ‘Kiamat’ Energi Fosil di Depan Mata, Energi Terbarukan adalah Kunci

2. Cegah Infeksi

Selain mengamankan pasokan air bersih, hal terpenting yang dapat kamu lakukan untuk tetap hidup di dunia pasca-apokalips tanpa antibiotik adalah pencegahan infeksi. Sabun sangat efektif untuk mencegah infeksi saluran pencernaan dan pernapasan. Sabun dapat dibuat dengan merebus lemak hewani atau minyak nabati dengan kapur tohor (kapur panggang atau batu kapur) dan soda. Sementara, etanol sangat efektif untuk mendisinfeksi luka dan dapat disuling dari buah atau biji-bijian yang difermentasi.

Selandia Baru – tempat para miliarder mencari perlindungan. Shutterstock

3. Produksi Listrik

Saat kiamat tiba, jaringan listrik bisa saja mati seketika. Sementara, listrik bukanlah sumber daya yang bisa kita simpan.

Untuk mendapatkan tenaga listrik, kamu bisa mengais generator diesel bergerak dari lokasi perbaikan jalan. Namun, untuk jangka panjang karena bahan bakar menjadi langka, kamu harus beralih ke sumber terbarukan seperti energi angin atau matahari. Sebuah alternator yang dipungut dari mobil tak terpakai bisa dimanfaatkan menjadi kincir air maupun kincir angin untuk membut setrum. Listrik kemudian bisa disimpan dalam baterai besar yang bisa diisi ulang.

Ketimbang aki mobil 12 Volt, kamu bisa menggunakan baterai di kereta golf atau skuter listrik yang berjenis Deep Cycle (aki industri). Sebab, baterai ini lebih stabil dan tahan lama untuk menyimpan dan menyalurkan listrik sendiri.

4. Tumbuhkan Makanan Sendiri

Masyarakat pasca-apokalips hanya akan bisa makan dari sisa pasokan makanan dari peradaban yang telah runtuh untuk waktu yang lama. Tidak lama lagi, kaleng-kaleng makanan yang diawetkan di rak-rak supermarket akan habis dikonsumsi atau musnah.

Pada saat itu terjadi, kamu harus membangun kembali pertanian untuk menghindari kematian akibat kelaparan. Kamu akan membutuhkan stok awal benih yang layak. Global Seed Vault di Pulau Svalbard di Kutub Utara adalah fasilitas tahan kiamat berada di dalam lereng gunung yang membeku.

Baca juga: 5 Perempuan Inspiratif di Bidang Energi dan Pertambangan

5. Mengendarai Mobil Bertenaga Pohon

Setelah semua bahan bakar diesel dan bensin yang tersisa habis, kita masih bisa memanfaatkan mekanisasi dan kendaraan. Dengan sedikit modifikasi, mesin kendaraan dapat dijalankan dengan gas hasil pembakaran kayu. Proses ini yang dikenal sebagai “pirolisis”.

Selama krisis bahan bakar pada Perang Dunia II, terdapat lebih dari satu juta mobil berbahan bakar kayu yang berkeliling Eropa. Distilasi kayu – pembakaran tanpa oksigen – digunakan sejak abad ke-17 untuk menghasilkan zat-zat yang berguna seperti kreosot, terpentin, metanol, dan aseton.

6. Memulai Kembali Industri Kimia

Peradaban kita maju bukan hanya berkat perkembangan mesin dalam revolusi industri, tapi juga karena pasokan bahan kimia yang sangat penting bagi masyarakat.

Beberapa jenis bahan kimia yang paling berguna sepanjang sejarah adalah alkali seperti kalium (kalium karbonat) dan soda (natrium karbonat). Keduanya digunakan untuk membuat berbagai macam produk, mulai dari sabun hingga kaca dan kertas.

Kamu bisa membuat kalium sendiri dengan mengalirkan air melalui abu api kayu keras dan kemudian menguapkan airnya lagi untuk mengambil kristal putihnya. Soda pun dimurnikan dengan cara yang sama, tapi dari rumput laut atau tanaman pantai seperti barilla atau salicornia yang dibakar.

7. Bersikap Ilmiah

Dalam jangka panjang, saat masyarakat pasca-apokalips pulih dan tumbuh, kamu perlu mempelajari kembali pengetahuan untuk diri sendiri.

Penemuan terbesar dari semua hal, dan yang penting untuk kamu lestarikan jika semuanya musnah, adalah metode ilmiah. Hanya dengan berpikir secara rasional dan kritis, mengamati alam dan mendorongnya dengan cara-cara tertentu dengan eksperimen, kamu dapat memiliki keyakinan bahwa cerita penjelasan (atau hipotesis) kemungkinan besar benar.

Penemuan mesin penghasil pengetahuan sains pada abad ke-16 memungkinkan kita membangun dunia modern. Ilmu pengetahuanlah yang kita perlukan untuk membangun kembali peradaban dari awal.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Lewis Dartnell

Lewis Dartnell, Professor of Science Communication, University of Westminster. Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel dari Bahasa Inggris.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *