Community Events Lifestyle Travel & Leisure

‘Speak up’: Saat Anak-anak Bicara Kekerasan lewat Seni

Sebanyak 55 anak-anak mengolah rasa tentang isu kekerasan seksual di pameran Speak Up.

Avatar
  • July 26, 2023
  • 3 min read
  • 1461 Views
‘Speak up’: Saat Anak-anak Bicara Kekerasan lewat Seni

Kanvas putih dengan potret diri Prajna Paramita semasa kecil itu tampil mencolok di tengah taman NEHA Hub Jakarta Selatan, (22/7). Mimik wajah seniman Bali itu murung, menggambarkan betapa pedihnya kekerasan seksual yang ia alami dulu. Tak lama kemudian, sejumlah penonton membubuhkan cap tangan merah di atas lukisan. Tujuannya sebagai simbol komitmen untuk menuntaskan kasus kekerasan seksual anak-anak.

I don’t need to shed his blood with my hands. God will, (Aku tidak perlu menumpahkan darahnya dengan tanganku. Tuhan yang akan melakukannya),” ucap Prajna.

 

 

Pernyataan Prajna sekaligus membuka pameran yang menampilkan 55 karya anak berusia 12-17 tahun se-Jabodetabek. Usia ini sendiri dipilih karena paling rentan menjadi korban kekerasan seksual. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2021, ada 207 kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. Detailnya, usia PAUD atau TK 4 persen, usia SD/MI 32 persen, usia SMP/MTS 36 persen, dan usia SMA/MA 28 persen.

Sumber: Paul Emas

Adapun karya yang dipamerkan mayoritas berasal dari memori pahit mereka tentang kekerasan seksual. Kurator pameran Gie Sanjaya bilang dalam rilis resmi yang diterima Magdalene, “Rentang usia tersebut kami jadikan sebagai tolok ukur bagaimana adik-adik dapat merespons akan isu kekerasan seksual.”

Anak-anak ini lantas menulis puisi, membuat ilustrasi digital, atau melukis. Gambar-gambarnya pun sarat makna. Misalnya lukisan “Pasung” yang menampilkan gambar perempuan telanjang di kamar mandi yang dirantai tangannya. Di saat bersamaan, banyak mata “menelanjangi” lewat pandangan mata mereka.

Ada juga yang memberikan pesan eksplisit di gambarnya, seperti ”Stop Kekerasan Seksual”, ”Mama, Aku Takut”, atau ”Women are Not Objects”.

Selain pameran Speak Up, penyelenggara juga membuat instalasi bernama “Bilik Aman”. Di dalamnya menampilkan rekaman suara kisah para penyintas. Narasi yang menggugah pikiran, semuanya dirancang untuk merangsang empati, mendorong keterlibatan, dan edukasi.

“Selain untuk memberikan pengalaman mendalam kepada pengunjung pameran Speak Up, rangkaian program yang disediakan juga bertujuan untuk mengajak khalayak bersuara, tidak terbatas hanya penyintas tetapi semua harus turut berkontribusi agar kasus kekerasan seksual terhadap anak ini tidak terulang,” imbuhnya.

Sumber: Paul Emas

Karya seni sendiri, kata dia, menjadi wadah ekspresi pribadi juga menjadi sarana untuk mendidik masyarakat, mendorong kesadaran, serta menanamkan kesadaran pada ruang publik akan pentingnya isu kekerasan seksual terhadap anak. Harapannya, pameran ini menjadi tamparan keras agar masyarakat atau lingkungan sosial tidak menoleransi pelaku serta turut proaktif memberikan dukungan pada korban kekerasan seksual.

Di sisi lain, pemerintah bisa lebih progresif menjalankan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan seluruh aparatur penegak hukum lebih optimal. Caranya dengan menindak pelaku walau ia dari kalangan tertentu dan mengasistensi terwujudnya keadilan bagi korban, menciptakan mekanisme pencegahan kekerasan terutama pada lembaga pendidik baik negeri maupun swasta.

Sementara itu, Dolorosa Sinaga, seniman patung sekaligus aktivis yang turut membuka acara berkomentar, “Kalau kita mau menggunakan seni untuk terjadinya perubahan di masa depan, artinya kita perlu menggalang kesadaran masyarakat seperti yang sekarang dilakukan. Kita mencoba menyuarakan hal-hal yang sebelumnya terbatas hanya dibicarakan komunitas peduli anak, agar lebih meluas lagi.”



#waveforequality


Avatar
About Author

Magdalene

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *