Election 2024 Issues

Sirkus dalam Debat Terakhir Cawapres 2024: Luber Gimik, Minim Misi dan Solusi Nyata

Debat cawapres terakhir kemarin lebih hadir sebagai hiburan sirkus, ketimbang arena substansial menyampaikan visi-misi dan menjawab masalah.

Avatar
  • January 23, 2024
  • 6 min read
  • 1561 Views
Sirkus dalam Debat Terakhir Cawapres 2024: Luber Gimik, Minim Misi dan Solusi Nyata

“… 16 juta rumah tangga petani hanya punya tanah setengah hektar, tapi ada seseorang yang memiliki tanah 500 ribu hektar sebagai kekuasaan yang diberikan negara kepadanya,” kata Muhaimin Iskandar, calon wakil presiden nomor urut 1, pada debat cawapres terakhir 21 Januari kemarin. Sepotong sindiran ini langsung ia selipkan saat diberikan kesempatan bicara pertama kali, untuk menyampaikan visi-misi.

Suasana panas seketika aktif. 

 

 

Cak Imin yang Lebih Agresif

Strategi Anies Baswedan, yang selalu aktif menyerang Prabowo Subianto dalam debat presiden, tampaknya juga ditiru Muhaimin—yang terdamprat cap kurang komunikatif dalam debat cawapres sebelumnya. Alhasil, ia tampak lebih agresif malam itu. Jawaban-jawaban Muhaimin juga terdengar lebih siap.

Nasib petani gurem—petani-petani kecil yang lahannya di bawah 0,5 hektar sampai tidak punya lahan—masih jadi dagangan Muhaimin yang bersama Anies mengampanyekan angin perubahan dalam visi-misi mereka. 

Muhammad Sufyan Abd, Dosen Digital Public Relations Telkom University dalam analisisnya di Kompas, menyebut Cak Imin—panggilan akrab Muhaimin—tampil berbeda dari debat sebelumnya. “Tak ada lagi keraguan dan rasa kagok dari Muhaimin,” ungkapnya.

Analisis Sufyan sejalan dengan hasil analisis Drone Emprit—mesin analisis data di X (Twitter) milik Ismail Fahmi—menyebut 80 persen sentimen di X terhadap cawapres nomor urut 1 ini bernada positif. Sebanyak 6 persen negatif, dan 14 persen dengan tone netral. Cak Imin dianggap memimpin dalam debat tersebut, terutama dengan pendekatan beretika dan substantif terhadap isu-isu yang dibahas. Banyak pujian di X yang dilemparkan buat Cak Imin terutama terkait materi-materi yang ia bawakan, menunjukkan persiapan yang baik.

Respons Cak Imin terhadap komentar dari lawan debat, terutama cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, juga dianggap cerdas dan baik.

Namun, dalam analisis debat cawapres milik Kompas, Cak Imin dinilai sebagai kandidat dengan tingkat kepuasan terendah, yakni di angka 61,2 persen. Sementara Gibran memperoleh tingkat kepuasaan 68,0 persen, dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD mendapat tingkat kepuasan tertinggi 78,9 persen.

Cak Imin juga jadi kandidat dengan persentase terendah dalam poin: “Menjawab pertanyaan dengan lancar dan jelas” serta “menguasai permasalahan”. Ia dianggap lebih unggul dari Gibran dalam poin “penampilan kandidat di atas panggung” yang dinilai dari pakaian, cara berdiri, sikap, dan ekspresi.

Baca juga: Panduan Membaca Kritis Janji Capres-cawapres untuk Pemilih Pemula

Mahfud MD yang Lebih Praktis

Dalam survei analisis Kompas, Mahfud MD memimpin di semua lini. Ia memimpin dan dianggap sebagai kandidat yang penampilannya paling memuaskan secara keseluruhan, dengan poin 78,9 persen.

Meski sebetulnya terlibat dalam Pemerintahan Joko Widodo sebagai salah satu menteri koordinator, Mahfud tak sungkan mengungkap hal-hal praktis dan berbagi pengalamannya ketika ditanyai topik tertentu. Misalnya, saat dilempar pertanyaan mengenai tambang ilegal, Mahfud merasa pembenahan di tingkat atas dan aparatur negara (aparatur penegak hukum atau APH) jadi kunci. Ia bahkan berani menyebut bahwa urusan penertiban tambang ilegal justru sulit diatasi karena keterlibatan APH yang melindungi korporasi. 

Gibran sempat menyebut salah satu cara menangani tambang liar adalah dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP). Namun, dengan tegas Mahfud menjawab, “Cabut IUP-nya, nah itu masalahnya.”

Ia melanjutkan, “Mencabut IUP itu banyak mafianya. Saya sudah mengirim tim ke lapangan, ditolak, sudah putusan Mahkamah Agung. Itu begitu. Bahkan KPK seminggu lalu mengatakan untuk pertambangan di Indonesia itu banyak sekali yang ilegal dan itu di-backing oleh aparat-aparat dan pejabat. Itu masalahnya,” kata Mahfud.

Seperti Cak Imin, strategi Mahfud dalam debat itu adalah untuk memperlihatkan kelemahan pemerintahan hari ini dan mengedepankan poin-poin yang dikampanyekan kandidasi mereka.

Menurut Drone Emprit, secara umum Mahfud MD mendapat sentimen positif dan apresiasi. Terutama karena berhasil menanggapi gimik Gibran dengan pernyataan tegas untuk tidak menjawab. Ketegasan tidak ingin menjawab dan menyebut tanggapan Gibran sebagai respon receh juga berhasil membawa percakapan positif di X untuk penampilannya malam itu.

Baca juga: Kebebasan Pers dan Berekspresi Terancam Pasca-Pemilu 2024?

Gibran yang Kebanyakan Gimik

Salah satu obrolan paling ramai muncul saat debat itu ditayangkan adalah tentang gimik-gimik Gibran yang hadir tiap kali ia menanggapi lawan bicara. Misalnya, ia sempat menyindir air mineral botolan yang dipakai Cak Imin dan tim mereka, dan yang paling ramai dibahas: saat membungkuk dan melempar pandangan ke kanan-kiri, pura-pura mencari sesuatu, sambil bilang, “Saya lagi nyari jawabannya Prof Mahfud. Saya nyari-nyari ini di mana jawabannya, kok gak ketemu jawabannya, saya tanya inflasi hijau kok jawabannya malah tentang ekonomi hijau.”

Secara umum, strategi Gibran memang cenderung lebih reaktif dari debat sebelumnya. Ia tak sungkan memulai tiap sesinya dengan serangan-serangan tendensius langsung pada Cak Imin atau Mahfud. Dan tak peduli apakah tanggapan itu substantif pada pertanyaan dan tanggapan moderator atau lawan debatnya.

Ia juga tetap pada strategi mengunggulkan hasil kinerja pemerintahan sang ayah, dan meneruskan program-program Jokowi jika ia terpilih nanti. Strategi ini yang bikin Gibran jadi sasaran empuk Cak Imin dan Mahfud MD yang beberapa kali saling menguatkan dan mementahkan pernyataan-pernyataan Gibran.

Hamid Awaludin, Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam kolomnya di Kompas, menyebut peforma Gibran “minus akhlak”. “Dengan gerakan badan yang defisit akhlak dan substansi tersebut, Gibran merontokkan dirinya sendiri. Persepsi publik angsung anjlok terhadap dirinya,” tulis Hamid. “Padahal, dalam debat cawapres sebelumnya, Gibran sudah menunjukkan kelasnya.”

Penurunan peforma ini juga dicatat hasil analisis Drone Emprit. Dalam debat kali ini, Gibran dianggap menurun. Dalam konten debatnya, ia juga dinilai kontradiktif terutama dalam konsep hilirisasi yang disebut berkali-kali dengan semangat penyediaan lapangan kerja ramah lingkungan (green jobs) yang ia usung.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Dikritisi dari Rencana Prabowo Impor Sapi

Luber Gimik dan Minim Solusi

Secara keseluruhan, debat malam itu berjalan serba-tanggung. Format yang dipakai KPU dalam debat-debat ini memang harus diakui tak akan bisa menampung tema berlapis yang selalu dijejalkan dalam durasi yang minim. 

Dalam debat yang bertema: pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa, ada banyak topik yang akhirnya luput diangkat dan dikritisi. Salah satunya adalah persoalan udara bersih. Polusi di Jakarta bahkan sudah dianggap berbahaya dan jadi sorotan internasional. 

Selain itu, dampak perubahan iklim juga banyak yang tak disebut. Padahal, perubahan iklim ini berpengaruh besar pada cuaca yang membuat banyak wilayah di Indonesia kekeringan dan akses air bersih sulit, tanah turun, hingga banjir. Jika tak dihadapi dengan kebijakan yang tepat dan efektif, masyarakat juga yang akan menderita.

Kriminalisasi pada petani dan aktivis lingkungan juga tak dibahas sama sekali. Petani asal desa Suka Maju, Jambi misalnya, dikriminalisasi karena menuntut haknya setelah lahan dirusak korporasi. Kasus-kasus serupa harusnya bisa disentuh dan diberi solusi hingga gambaran langkah taktis, sebagai pertimbangan buat pemilih.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aulia Adam

Aulia Adam adalah penulis, editor, produser yang terlibat jurnalisme sejak 2013. Ia menggemari pemikiran Ursula Kroeber Le Guin, Angela Davis, Zoe Baker, dan Intan Paramaditha.