Sejak awal pacaran, “Nina”, 25 dan “Aji”, 28 sering bertengkar cuma perkara nongkrong bareng teman-teman. Sebagai ekstrover, Nina mengajak Aji berkunjung ke rumah teman tapi ditolak Aji karena ia enggak nyaman berada di lingkungan baru.
“Dia introver, jadi bingung harus ngapain atau ngobrol sama siapa. Lebih nyaman sama teman yang udah akrab,” cerita Nina.
Bagi Nina, bertemu dengan teman-teman adalah caranya mengumpulkan energi. Berbeda dengan Aji yang lebih suka olahraga, atau beres-beres rumah. Karena itu, kini Nina jarang mengajak Aji untuk hangout bareng teman-temannya—kecuali menghadiri undangan. Memahami perbedaan kepribadian mereka, Aji pun membebaskan Nina yang senang bergaul.
Namun, sebelum dapat berkompromi seperti saat ini, Nina mengaku hubungannya dan Aji butuh banyak penyesuaian. Sebenarnya bagaimana perbedaan kepribadian itu berdampak pada hubungan?
Baca Juga: Menyelami Isi Kepala Gen Z yang Ogah Buru-buru Nikah
Ekstrover dan Introver dalam Relasi Romantis
Perbedaan mendasar antara ekstrover dan introver, terletak pada cara mereka mengembalikan energi. Sosok ekstrover mendapatkan energi setelah bersosialiasi. Mereka senang bergaul, dan berada di suatu kelompok. Sementara, seorang introver cenderung menikmati waktu sendiri.
Lantas jika keduanya disatukan dalam relasi romantis, apakah akan otomatis menimbulkan ketidakcocokan?
Dalam wawancara bersama Well+Good, terapi pasangan Tracy Ross mengatakan, hubungan antara ekstrover dan introver merupakan sesuatu yang biasa—bahkan, perbedaan bisa membuat ketertarikan pada satu sama lain. Seperti relasi lain, kuncinya adalah komunikasi.
“Komunikasi dalam arti saling memahami kebutuhan dan perbedaan, serta mengenal diri sendiri dengan baik, supaya bisa menyesuaikan diri dengan pasangan,” kata Ross.
Penyesuaian diri semacam ini juga dilakukan Nina dan Aji. Keduanya berusaha mengutarakan apa yang disuka dan tidak. Contohnya soal posting kebersamaan di media sosial. Di awal pacaran dua tahun lalu, ini menjadi permasalahan lantaran Nina senang mengunggah momen mereka. Sementara bagi Aji, hal itu enggak perlu dipublikasikan. Salah satunya karena hubungan mereka backstreet, akibat peraturan di perusahaan yang melarang pekerjanya menjalin hubungan romantis satu kantor.
“Itu kami obrolin biar ketemu jalan tengah dan belajar saling ngerti,” tutur Nina.
Di samping itu, Nina dan Aji pun menemukan perbedaan dalam pendekatan konflik, yang dilatarbelakangi perbedaan kepribadian. Aji mengatakan butuh waktu untuk melepaskan emosi, sedangkan Nina ingin menyelesaikan saat itu juga.
“Aku tetap komunikasiin perasaan sampai lega. Dia diam, nunggu aku selesai. Habis itu baru saling minta maaf dan ngobrol lebih tenang,” lanjut Nina.
Melansir USA Today, psikolog klinis Dr. Ramani Durvasula mengamini perbedaan ekstrover dan introver saat mendekati konflik. Menurutnya, introver cenderung membutuhkan waktu untuk memproses masalah. Sementara ekstrover ingin segera menyelesaikannya.
Yang penting adalah memahami dan mengartikulasikan masalah dengan cara yang dirasa paling nyaman. Penulis Sophia Dembling menuliskan di Psychology Today, ini akan mengurangi kemungkinan bertambahnya masalah karena alasan yang tak berkaitan.
Lantas, apa yang bisa dilakukan agar relasi antara ekstrover dan introver bertahan lama?
Baca Juga: Jarang Berantem sama Pacar, Ciri Relasi Sehat atau Perlu Diperbaiki?
Upaya Mempertahankan Relasi
Dalam wawancara yang sama oleh USA Today, Durvasula menyebutkan empat cara yang bisa dilakukan untuk mengelola hubungan antara ekstrover dan introver. Pertama, saling mengetahui preferensi sosial dan cara mendapatkan energi, serta terbuka untuk mengenal kepribadian pasangan.
Kedua, memahami kebutuhan satu sama lain. Durvasula menjelaskan, jika pasangan introver ingin menghabiskan waktu di rumah, bukan berarti mengabaikan rencana yang ingin dibuat. Sama halnya dengan pasangan ekstrover yang kumpul dengan teman-teman di akhir pekan, untuk melepas penat. Mereka tidak sedang mengesampingkan partnernya.
Ketiga, tak perlu mengubah pasangan. Sebab, ini tak mungkin berhasil dan akan menyebabkan ketegangan dalam relasi. Keempat, berkompromi. Contohnya saat merencanakan sesuatu sekaligus solusi. Seperti naik kendaraan berbeda untuk menghadiri suatu acara, supaya pasangan ekstrover leluasa dan pasangan introver enggak merasa terjebak—sehingga bisa pulang jika ingin.
Sementara bagi Nina, selain menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan saling memahami, ada satu hal yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya dan Aji sebagai pasangan. Yakni quality time.
“Buat kami yang penting quality time. Misalnya liburan, nonton, atau ngobrolin keseharian satu sama lain,” ujar Nina.