Issues Politics & Society

Jokowi Keluarkan Perpres Kesehatan Baru: Izinkan Aborsi Bersyarat, Atur Sufor, sampai Larang Rokok Ketengan

Presiden Joko Widodo resmi menekan PP 28/2024 tentang Kesehatan yang di dalamnya atur aborsi bersyarat hingga pemberian ASI Eksklusif.

Avatar
  • August 2, 2024
  • 6 min read
  • 4194 Views
Jokowi Keluarkan Perpres Kesehatan Baru: Izinkan Aborsi Bersyarat, Atur Sufor, sampai Larang Rokok Ketengan

Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pada Jumat (26/7/2024) lalu. PP ini mencakup berbagai aspek, termasuk penyelenggaraan upaya kesehatan dan aspek teknis pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan resmi di laman Kementerian Kesehatan mengungkapkan, pengesahan PP No. 28 tahun 2024 dibutuhkan untuk membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang lebih tangguh, mandiri dan inklusif.

“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” kata Budi.

 

 

PP ini adalah aturan pelaksana Undang-Undang Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yakni terdiri dari 1.172 pasal. Dengan penerbitan PP ini, ada 26 (dua puluh enam) Peraturan Pemerintah dan 5 (lima) Peraturan Presiden yang tidak lagi berlaku. Adapun beberapa ketentuan baru yang tengah menjadi sorotan. Berikut kami buat rangkumannya:

Baca Juga: Magdalene Primer: UU ITE Kriminalisasi Perempuan Korban Pelecehan Seksual

1.  ASI Eksklusif dan Donor ASI

Dalam draf yang sudah bisa diakses publik dari laman resmi Kementerian Kesehatan, ada ketentuan baru terkait pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. Pada pasal 24 diatur bahwa setiap bayi berhak memperoleh ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai enam bulan. Pengecualian hadir atas dasar indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

Pasal 26 dalam aturan tersebut lebih lanjut menjelaskan tentang hak memberikan ASI eksklusif. Disebutkan bahwa setiap ibu melahirkan berhak difasilitasi dan mendapatkan dukungan untuk melakukan inisiasi menyusui dini dan memberikan ASI pada bayi yang dilahirkan.

Ketentuan kedua hak yang saling terhubung ini kemudian diperkuat dengan pasal 27 terkait pengaturan pemberian donor ASI. Bayi bisa mendapatkan donor ASI ketika si ibu tak bisa memberikan ASI eksklusif karena indikasi medis atau tinggal terpisah. 

Identitas pendonor harus diketahui dengan pasti oleh pihak penerima dan pemberian ASI dari donor wajib dilaksanakan berdasarkan norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.

2.  Larangan Diskon Produk Susu Formula

Demi mendukung ASI eksklusif sampai usia enam bulan, pemerintah lewat PP ini melarang produsen atau distributor susu formula melakukan kegiatan yang menghambat pemberian ASI.

Larangan itu termaktub dalam Pasal 33 yang meliputi, pemberian contoh produk susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya secara cuma-cuma kepada fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, ibu hamil atau ibu baru melahirkan.

Produsen atau distributor susu formula juga dilarang memberi diskon atau penawaran dalam bentuk apa pun atas pembelian susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya sebagai daya tarik dari penjual. Pelarangan hadir pula dalam upaya mengiklankan formula bayar dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dan susu formula lanjutan yang dimuat dalam media massa (cetak maupun elektronik), media luar ruang, dan media sosial.

Baca Juga: 4 Alasan Kenapa Aborsi Aman dan Legal Diperlukan

3.  Larangan Iklan Olahan Siap Saji Tertentu

Guna mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak masyarakat Indonesia, Pemerintah melalui PP ini secara resmi memperketat peredaran pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji. Diatur dalam pasal 195 ayat 1, kini setiap setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji wajib mencantumkan label gizi termasuk kandungan gula, garam, dan lemak pada kemasan untuk pangan olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji.

Adapun produsen, pengimpor, dan distributor melakukan iklan, promosi, dan sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu pada pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak.

4.  Larangan Penjualan Rokok Eceran

Pada pasal 434 ayat 1 c, pemerintah resmi melarang penjualan rokok eceran, satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik. Penjual juga dilarang untuk menggunakan mesin layan diri dan menjual rokok pada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil.

Pasal ini kemudian mengatur penempatan rokok dan tembakau. Dalam hal ini penjual dilarang menempatkan rokok dan produk tembakau lainnya pada tempat yang sering dilalui warga. Penjual pun dilarang menjual rokok dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak-anak.

Selain itu, penjual dilarang menggunakan situs web atau aplikasi elektronik komersial serta media sosial apapun sebagai sarana untuk menjual rokok. Aturan penggunaan situs web dan sejenisnya itu dikecualikan jika terdapat verifikasi umur.

Baca Juga: Susahnya Sepakat untuk Tak Sepakat Soal ASI

5.  Izinkan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan

Pemerintah mengizinkan praktik aborsi bersyarat. Tercantum dalam pasal 116, dalam kondisi kedaruratan medis dan bagi korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan, perempuan diizinkan untuk melakukan aborsi. Indikasi kedaruratan medis itu meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan/atau kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tak dapat diperbaiki, sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.

Untuk kehamilan akibat kekerasan seksual, sesuai dengan pasal 118 aborsi harus dibuktikan dulu dengan: a. surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan; dan b. keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Mohammad Adib Khumaidi Ketua Umum (Ketum) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam Media Briefing PB IDI: Tanggapan PP 28/2024 tentang Aborsi (02/08) menyampaikan terlepas aborsi diperbolehkan dalam kondisi tertentu, aborsi tetap merupakan tindakan medis.

“Oleh karena itu, tindakan medis ini harus dilakukan tenaga medis yang mempunyai kapasitas dan di fasilitas kesehatan yang sudah memenuhi persyaratan, sehingga jika ada yang terjadi ada upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa,” jelas Adib Khumaidi.

Lebih dari itu, Adib Khumaidi menekankan ada dampak psikologis yang bisa terjadi dalam tindakan medis ini, sehingga upaya onseling sebelum dan sesudah tindakan aborsi menjadi sangat penting. Dengan demikian, multikolabiorasi di dalam profesi kesehatan harus dilakukan tanpa terkecuali.

“Tentunya harus ada dukungan dari psikatri dan psikolog terutama jika kita berbicara tentang aborsi yang dilakukan akibat pemerkosaan,” jelasnya.

6.  Tenaga Medis dan Nakes WNA Diperbolehkan Praktik di Indonesia

Lewat pasal 660, PP 28/2024 mengizinkan tenaga medis dan kesehatan asing bekerja di Indonesia. Namun perizinan hanya berlaku bagi tenaga medis spesialis dan subspesialis serta nakes tingkat kompetensi tertentu. Mereka harus punya kualifikasi setara level delapan kerangka kualifikasi nasional Indonesia.  

Di sisi lain dokter asing di Indonesia dilarang praktik mandiri. Sedangkan dokter asing lulusan dalam negeri wajib punya Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk bisa praktik di Indonesia. Aturan ini menjelaskan pendayaan tenaga medis dan nakes WNA harus mempertimbangkan rencana kebutuhan secara nasional tapi tetap mengutamakan penggunaan tenaga medis dan nakes WNI. Khusus dokter asing lulusan luar negeri bisa praktik di Indonesia setelah mengikuti evaluasi kompetensi.

7. Larangan Praktik Sunat Perempuan

Dalam Pasal 102 huruf (a) disebutkan, pemerintah resmi menghapus praktik sunat perempuan. Larangan ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.

Terkait praktik ini sendiri, sebenarnya sudah sejak lama disuarakan agar tak lagi diteruskan. Alasannya, sunat perempuan justru bisa berisiko untuk kesehatan perempuan. Dilansir dari laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sunat bisa memicu infeksi, pendarahan berlebihan, hingga efek jangka panjang penurunan hasrat seksual.

Ilustrasi oleh: Karina Tungari

Artikel ini diperbaharui pada 02 Agustus 2024 untuk menambahkan pernyataan dari Ikatan Dokter Indonesia terkait pasal aborsi bersyarat. Lalu diperbarui lagi pada 5 Agustus 2024 untuk menambah poin tentang larangan sunat perempuan.



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *