Issues Opini

Penyintas Bom Atom Jepang Raih Nobel Perdamaian Tahun ini

Nihon Hidankyo menerima penghargaan atas kampanyenya menghapus senjata nuklir di dunia.

Avatar
  • October 15, 2024
  • 4 min read
  • 513 Views
Penyintas Bom Atom Jepang Raih Nobel Perdamaian Tahun ini

Tahun ini, hadiah Nobel Perdamaian disabet oleh Nihon Hidankyo. Itu merupakan organisasi masyarakat yang dibentuk oleh penyintas dua bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945.

Komite Nobel Norwegia memberikan apresiasi untuk organisasi ini “atas upayanya mewujudkan dunia yang bebas dari senjata nuklir, dan melalui kesaksian para penyintas, menunjukkan senjata nuklir tidak boleh digunakan lagi.”

 

 

Diskusi tentang pengeboman yang menewaskan lebih dari 100.000 orang tersebut sempat menjadi tabu pada periode pascaperang akibat sensor pers A) yang menduduki Jepang kala itu.

Namun, pada 1954, uji coba senjata nuklir AS di Bikini Atoll, Samudra Pasifik, menghasilkan dampak radioaktif yang sangat luas sehingga berdampak pada kapal nelayan Jepang, Lucky Dragon, dan menyebabkan satu kematian akibat keracunan radiasi.

Insiden Lucky Dragon mendorong banyak penyintas bom atom, yang dikenal sebagai hibakusha, untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Dalam konteks inilah Nihon Hidankyo terbentuk pada 1956.

Sejak itu, para hibakusha memainkan peran yang sangat besar dalam aktivisme melawan senjata nuklir di seluruh dunia. Kesaksian mereka, menurut Komite Nobel, telah “membantu menghasilkan dan mengonsolidasikan perlawanan luas terhadap senjata nuklir di seluruh dunia.”

Baca juga: Han Kang, Sastrawan Perempuan Asia Pertama Pemenang Nobel Sastra 

The destroyed city of Hiroshima after it was bombed in 1945.
AS menjatuhkan bom atom di atas kota Hiroshima, Jepang, pada 6 Agustus 1945. Shutterstock

Sebagai contoh, pada 1975, sekelompok hibakusha termasuk Setsuko Thurlow, anggota Nihon Hidankyo dan seorang aktivis antisenjata nuklir terkemuka, menyelenggarakan pameran tentang pengeboman atom di perpustakaan umum Toronto.

Ini memicu perkembangan gerakan antinuklir yang signifikan di Kanada. Pada awal 1980-an, puluhan ribu orang Kanada secara rutin menggelar demonstrasi menentang dukungan pemerintah mereka terhadap senjata nuklir AS.

Kemudian, pada 1984, seorang penyintas bom Hiroshima bernama Takashi Morita mendirikan organisasi hibakusha di São Paulo untuk membagikan kisah mereka dan meningkatkan kesadaran masyarakat Brasil tentang konsekuensi dahsyat senjata nuklir.

Peningkatan kesadaran tentang pengalaman para hibakusha sepanjang dekade 1980-an menginspirasi warga Eropa untuk memprotes penempatan misil nuklir baru di negara mereka. Frasa “no Euroshima!” menjadi slogan populer bagi gerakan perdamaian Eropa.

Upaya Nihon Hidankyo berfokus tidak hanya pada berbagi pengalaman, tetapi juga menggunakannya untuk mendapatkan dukungan bagi pelucutan senjata nuklir di seluruh dunia.

Organisasi ini menjadi pendukung utama dari traktat PBB tentang larangan senjata nuklir. Perjanjian ini, yang mulai berlaku pada 2017 dan telah ditandatangani oleh 94 negara, melarang negara-negara untuk terlibat dalam kegiatan apapun terkait senjata nuklir.

Kampanye Internasional untuk Pelucutan Senjata Nuklir, dengan Setsuko Thurlow sebagai tokoh sentral, mendapat Hadiah Nobel Perdamaian pada 2017 atas upayanya mewujudkan larangan senjata nuklir yang mengikat secara hukum.

Baca juga: ‘Godzilla Minus One’ dan Memori Bencana Nuklir yang Tercecer

Masih Banyak PR

Di Jepang, Nihon Hidankyo bekerja keras untuk menantang posisi pemerintah terkait senjata nuklir. Meski telah menjadi korban peristiwa tragis di Hiroshima dan Nagasaki, Pemerintah Jepang mendukung senjata nuklir AS dan mengandalkannya sebagai kekuatan pencegah (deterrent) terhadap beberapa negara tetangga bersenjata nuklir.

Pemerintah Jepang yang berkeras akan pentingnya senjata nuklir untuk keamanan nasional dan dilihat sebagai sikap kontroversial bagi banyak orang di Jepang. Setiap anak sekolah di Jepang, misalnya, biasanya mengunjungi Hiroshima atau Nagasaki untuk mempelajari sejarah dan dampak mengerikan dari senjata nuklir.

Keputusan untuk memberikan Hadiah Nobel Perdamaian kepada Nihon Hidankyo datang di waktu yang tepat. Pada 2023, sembilan kekuatan nuklir dunia menghabiskan lebih dari US$91 miliar (Rp1.417 triliun) untuk senjata nuklir. Dan sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali mengancam untuk menggunakan persenjataan nuklirnya.

Perkembangan yang mengkhawatirkan ini diakui oleh Komite Nobel. Saat memberikan penghargaan kepada Nihon Hidankyo, komite menyatakan “sangat mengkhawatirkan bahwa saat ini, penolakan terhadap penggunaan senjata nuklir sedang berada di bawah tekanan.”

Kekuatan nuklir dunia–terutama Cina dan AS–sedang meningkatkan dan memodernisasi persenjataan mereka. Korea Utara terus mengembangkan program senjata nuklirnya. Dan ketegangan dengan cepat meningkat antara Israel yang bersenjata nuklir dan Iran yang hampir memiliki senjata nuklir.

Ancaman yang ditimbulkan oleh senjata nuklir kini lebih nyata daripada kapan pun sejak Perang Dingin. Dengan hanya tersisa sekitar 100.000 hibakusha yang masih hidup, sangat penting bagi kita untuk mendengarkan suara dan peringatan mereka.

Eirini Karamouzi, Senior Lecturer in Contemporary History, University of Sheffield dan Luc-André Brunet, Senior Lecturer in Contemporary International History, The Open University.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Eirini Karamouzi dan Luc-André Brunet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *