‘Eldest Daughter Syndrome’: Beratnya Jadi Anak Sulung Perempuan
Eldest Daughter Syndrome sering dialami anak sulung. Yuk, kenali gejalanya dan temukan cara menghadapinya di sini
Akhir-akhir ini, istilah eldest daughter syndrome sedang ramai diperbincangkan di TikTok dan X. Banyak pengguna berbagi pengalaman pribadi tentang betapa kelimpungannya merasa menjadi “kakak tertua”. Lalu apa saja dampak signifikan yang mereka rasakan dalam keseharian.
Pengertian Eldest Daughter Syndrome
Dikutip dari The Guardian, ‘Eldest daughter syndrome’: what is it and why is everyone talking about it right now?, Eldest Daughter Syndrome adalah istilah yang merujuk pada fenomena psikologis yang dialami anak perempuan tertua dalam keluarga. Istilah ini menggambarkan beban emosional, tanggung jawab ekstra, dan ekspektasi sosial tinggi yang sering kali harus dihadapi oleh si anak sulung perempuan.
Berbeda dengan adik-adiknya, anak perempuan sulung kerap kali harus mengambil peran sebagai “pengganti” orang tua atau menjadi mini-parent untuk adik-adiknya, terutama saat orang tua sedang tidak ada. Fenomena ini juga menunjukkan bagaimana mereka diharapkan menjadi sosok yang lebih dewasa, bisa diandalkan, dan menjadi teladan bagi saudara-saudaranya.
Walaupun istilah Eldest Daughter Syndrome belum resmi diakui dalam Psikologi, ini cukup populer di media sosial. Biasanya istilah tersebut digunakan sebagai cara untuk mendeskripsikan pengalaman spesifik yang sering dialami anak perempuan sulung. Istilah ini mulai banyak digunakan karena banyak anak sulung perempuan merasa pengalaman mereka mirip dengan yang dialami oleh anak-anak sulung perempuan lainnya di luar sana.
Baca Juga: Review Drakor ‘Love Next Door’: Plot Klasik ‘Frenemies to Lovers’, dengan Isu Beban Anak Pertama
Penyebab Eldest Daughter Syndrome
Eldest Daughter Syndrome atau Sindrom Anak Sulung Perempuan sering muncul karena berbagai faktor yang saling berkaitan, seperti tanggung jawab yang diberikan sejak kecil, ekspektasi sosial, dan cara pengasuhan dalam keluarga. Dikutip dari VeryWell Mind, Navigating the Challenges of Eldest Daughter Syndrome, berikut beberapa faktor utama yang bisa memicu munculnya sindrom ini.
- Tanggung Jawab yang Besar Sejak Dini
Sejak kecil, anak perempuan sulung biasanya diberi tanggung jawab lebih besar daripada adik-adiknya. Mereka sering diminta membantu mengurus rumah, dan menjaga adik-adik. Ini terutama terjadi di keluarga dengan banyak anak atau saat orang tua sibuk. Anak sulung perempuan pun tumbuh dengan peran “dewasa” yang sudah melekat, merasa harus bisa diandalkan dan selalu siap menghadapi tanggung jawab.
- Ekspektasi Sosial terhadap Anak Perempuan Sulung
Dalam banyak budaya, anak sulung perempuan diharapkan menjadi panutan bagi adik-adiknya. Ekspektasi ini bisa berasal dari keluarga dan lingkungan, tanpa disadari oleh orang tua, namun tetap memberi tekanan tersendiri. Harapan agar mereka bertanggung jawab, dewasa, dan bisa diandalkan sering kali membuat mereka merasa harus tampil sempurna dan memenuhi ekspektasi orang di sekitar.
- Cara Pengasuhan Keluarga
Pola asuh yang menekankan tanggung jawab dan kedewasaan pada anak sulung juga jadi pemicu utama Eldest Daughter Syndrome. Dalam banyak keluarga, anak sulung diharapkan membantu orang tua menjaga dan mengarahkan adik-adiknya. Anak perempuan sulung pun kerap dianggap sebagai “wakil” orang tua, sehingga mereka tumbuh dengan peran yang lebih dewasa. Ekspektasi terus-menerus ini membuat mereka terbiasa mendahulukan kebutuhan keluarga dibandingkan keinginan pribadi.
- Pengaruh Gender dan Peran Tradisional
Dalam masyarakat dengan pandangan tradisional, anak perempuan sering dianggap sebagai sosok yang lebih peduli dan bertanggung jawab dalam mengurus keluarga. Jika anak sulung adalah perempuan, tanggung jawab ini cenderung lebih berat dibandingkan bila anak laki-laki. Ini membuat mereka tumbuh dengan perasaan bahwa mereka harus mengutamakan keluarga dan mengorbankan keinginan pribadi demi menjaga keharmonisan.
- Minimnya Ruang untuk Mengekspresikan Diri
Banyak anak perempuan sulung merasa tidak punya kesempatan untuk mengekspresikan diri atau memenuhi keinginan pribadi karena beban tanggung jawab yang besar. Mereka sering terjebak dalam peran yang “ditetapkan,” sehingga sulit mengejar mimpi atau keinginan sendiri. Kurangnya ruang untuk berekspresi ini juga bisa membuat mereka kesulitan mengembangkan identitas diri yang otentik, karena banyak waktu dihabiskan untuk mendahulukan orang lain.
Baca Juga: Dear Anak Pertama, Tak Apa Tak Selalu Sempurna
Dampak Eldest Daughter Syndrome
Eldest Daughter Syndrome ternyata bisa punya dampak besar dalam hidup anak perempuan sulung. Tekanan untuk selalu jadi contoh dan memikul tanggung jawab dari kecil bisa memengaruhi kesehatan mental, emosi, hingga cara mereka menghadapi berbagai tantangan. Masih dari Verywell Mind, berikut beberapa dampak yang sering dialami.
- Perfeksionisme Berlebihan
Anak sulung perempuan dengan Eldest Daughter Syndrome sering merasa harus sempurna dalam segala hal. Tekanan dari keluarga dan lingkungan membuat mereka menetapkan standar yang sangat tinggi. Perfeksionisme ini kadang membuat mereka jadi terlalu kritis terhadap diri sendiri, mudah stres, bahkan sering cemas kalau melakukan kesalahan. Akhirnya, mereka rentan kelelahan karena berusaha memenuhi ekspektasi yang terkadang sulit dicapai.
- Rentan Stres dan Burnout
Dengan tanggung jawab besar dan tekanan untuk selalu bisa diandalkan, anak sulung perempuan sering merasa stres dan burnout. Mereka sering harus mendahulukan kebutuhan orang lain dan memprioritaskan keluarga, yang akhinya jadi merasa stres sendiri, terutama jika dukungan yang ada tidak cukup. Banyak anak sulung merasa tidak boleh menunjukkan kelemahan karena harus selalu tampil kuat. Jika tekanan ini terus berlanjut, mereka bisa mengalami burnout atau kelelahan emosional yang serius.
- Gangguan Kesehatan Mental
Eldest Daughter Syndrome bisa berdampak pada kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, atau perasaan kurang berharga. Beban emosional ini kadang membuat anak sulung perempuan merasa tertekan untuk selalu terlihat baik di mata keluarga. Rasa cemas dan bahkan depresi dapat muncul ketika mereka merasa tidak cukup memenuhi ekspektasi atau kurang mendapatkan apresiasi.
Baca Juga: Dear Orang Tua, Bahu Anak Pertama Tak Selalu Sekuat Baja
Tips Mengatasi Eldest Daughter Syndrome
Mengatasi Eldest Daughter Syndrome butuh waktu dan usaha berkelanjutan. Lantaran sindrom ini terbentuk sejak kecil, anak sulung perlu mulai mengenali akar masalahnya dan membangun kebiasaan yang lebih sehat. Dikutip dari Sage Therapy, Understanding Eldest Daughter Syndrome: Navigating the Challenges and Finding Balance, berikut beberapa langkah yang bisa membantu:
- Mengenali dan Memahami Kondisi Diri
Langkah pertama adalah menyadari dan memahami bahwa Eldest Daughter Syndrome nyata dan punya dampak besar dalam keseharian. Anak perempuan sulung perlu tahu perasaan tanggung jawab berlebih ini bukanlah sesuatu yang harus diterima begitu saja. Dengan menyadari adanya tekanan emosional dari peran yang diberikan sejak kecil, mereka bisa mulai menghadapi kondisi itu dengan cara lebih positif.
- Prioritaskan Kebutuhan Pribadi
Mulailah memberi prioritas pada diri sendiri. Anak sulung perempuan kadang merasa bersalah saat memikirkan kebutuhan pribadi, tapi penting untuk memahami kebutuhan diri juga berharga. Mulailah dari hal kecil, seperti meluangkan waktu untuk hobi atau kegiatan yang menyenangkan. Dengan ini, mereka bisa belajar kebahagiaan pribadi sama pentingnya dengan kebahagiaan orang lain.
- Tetapkan Batasan dengan Keluarga
Menetapkan batasan adalah langkah penting dalam menghadapi Eldest Daughter Syndrome. Batasan ini bisa mencakup waktu atau jenis tanggung jawab dalam keluarga. Misalnya, bisa mulai menetapkan waktu khusus untuk membantu atau menolak tanggung jawab yang dirasa terlalu berat. Dengan batasan yang jelas, mereka bisa merasa lebih berdaya dan terhindar dari peran yang terlalu membebani.
- Belajar Mengelola Rasa Bersalah
Rasa bersalah sering jadi hambatan besar bagi anak sulung dalam mengatasi sindrom ini. Mereka mungkin merasa bersalah saat menolak membantu keluarga atau melakukan sesuatu untuk diri sendiri. Untuk mengatasi ini, penting untuk belajar menerima rasa bersalah tanpa harus mengorbankan kebutuhan pribadi. Mengelola rasa bersalah ini bisa dilakukan dengan memvalidasi perasaan tersebut dan mengingatkan diri bahwa merawat diri bukanlah tindakan egois.
- Cari Dukungan dari Teman atau Komunitas
Dukungan dari teman, keluarga, atau komunitas bisa sangat membantu dalam hal ini. Berbicara dengan orang-orang yang mengalami hal serupa bisa memberikan rasa lega dan tidak merasa sendirian. Dukungan dari mereka yang mengerti kondisi ini juga bisa jadi motivasi untuk terus melakukan perubahan. Jika perlu, bergabung dengan kelompok dukungan atau komunitas yang fokus pada kesehatan mental bisa memberikan tambahan semangat dan perspektif baru.