Penggunaan alat kontrasepsi pada lelaki masih lebih jarang ketimbang perempuan. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2022 menunjukkan pengguna KB dari kelompok lelaki cuma sebesar 2,48 persen. Jumlah ini berbanding terbalik dengan perempuan yang mendominasi penggunaan KB sebesar 55,36 persen.
Padahal, perempuan pengguna KB lebih besar mengalami risiko kesehatan dibandingkan dengan laki-laki. KB dengan kandungan hormon berjenis pil dan suntik, misalnya, dapat menyebabkan perempuan mengalami haid tidak teratur, perdarahan tidak normal, dan gangguan suasana hati.
Kendati risikonya sangat kecil, sebuah studi di Denmark bahkan menemukan adanya hubungan antara penggunaan KB spiral (IUD) berlapis hormon dengan risiko terkena kanker payudara. Efek samping juga bisa terjadi akibat penggunaan KB spiral berlapis tembaga, berupa kehamilan di luar kandungan.
Selain menimbulkan risiko masalah kesehatan, penggunaan KB yang timpang gender menjadi tanggung jawab dan beban bagi perempuan–terutama di Indonesia yang sarat budaya patriarki.
Padahal, kontrasepsi pada laki-laki semacam vasektomi, justru terbukti lebih minim risiko dan sangat efektif untuk mencegah kehamilan. Penggunaannya semakin penting ketika perempuan tidak bisa menggunakan KB karena kondisi medis, seperti tekanan darah tinggi dan gangguan autoimun.
Baca juga: Apa itu Vasektomi dan Mengapa Hal Ini Masih Dianggap Tabu?
Fakta Ilmiah Vasektomi Patahkan Semua Mitos
Keyakinan agama dan banyak beredarnya mitos seputar vasektomi di masyarakat–seperti anggapan bahwa metode ini sama dengan dikebiri, mengurangi stamina dan libido, hingga bikin penis sulit mengeras (impotensi) maupun ejakulasi–menyebabkan banyak laki-laki enggan menjalani vasektomi.
Faktanya, sejumlah penelitian mematahkan semua mitos soal vasektomi tersebut, berikut temuannya:
1. Efektif cegah kehamilan dan minim risiko
Vasektomi merupakan prosedur klinik untuk menghambat atau menghentikan sperma agar tidak bertemu dengan sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan mengikat atau memotong saluran sperma (vas deferens) sehingga tidak terjadi proses pembuahan.
Vasektomi dapat dilakukan tanpa sayatan pisau bedah. Caranya dengan membuat lubang tusukan yang sangat kecil pakai hemostat atau forsep yang menembus kulit kantong buah zakar hingga ke saluran sperma. Cara ini membuat bekas luka tidak perlu dijahit dan proses penyembuhannya lebih cepat.
Selain itu, penelitian mengungkapkan bahwa vasektomi merupakan kontrasepsi dengan tingkat keberhasilan sebesar 98 persen dalam mencegah kehamilan.
2. Vasektomi beda dengan kebiri
Vasektomi bukan proses kebiri. Prosedur vasektomi hanya menutup saluran sperma di sisi kiri dan kanan sehingga cairan mani tidak lagi mengandung sperma saat dikeluarkan. Buah zakar (testis) pun tetap bisa memproduksi hormon testosteron yang membangkitkan gairah seksual.
Prosedur tersebut berbeda dengan kebiri bedah yang mengangkat kedua buah zakar sehingga mengurangi gairah seks.
3. Tidak mengurangi gairah seksual
Sebuah penelitian mengonfirmasi hal tersebut dengan menunjukkan bahwa laki-laki yang telah divasektomi berpeluang 81 persen melakukan hubungan seksual dengan pasangannya, dibandingkan dengan laki-laki yang tidak divasektomi.
Laki-laki yang divasektomi bisa berhubungan seks setidaknya sekali seminggu.
4. Tidak membuat impoten
Vasektomi tidak menyebabkan laki-laki impoten. Soalnya, vasektomi hanya dilakukan di sekitar buah zakar–jauh dari saraf dan pembuluh darah di batang penis yang berperan dalam proses ereksi.
5. Tidak menyebabkan kanker
Penelitian menemukan bahwa praktik vasektomi tidak ada hubungannya dengan kanker prostat.
Studi lain mengungkapkan bahwa laki-laki yang vasektomi bahkan cenderung berusia panjang, lebih sehat, dan punya status kesehatan lebih baik di masa tua.
Baca juga: Putus Kontrasepsi dan Hambatan Program Keluarga Berencana Lainnya
Butuh Dukungan Semua Pihak
Diperlukan keterlibatan semua pihak dalam mempromosikan manfaat vasektomi sebagai kontrasepsi yang efektif untuk mencegah kehamilan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) perlu berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan dan petugas medis untuk mensosialisasikan tindakan vasektomi tanpa pisau bedah yang minim efek samping kepada masyarakat luas.
Agar lebih mudah dijangkau, akses layanan vasektomi perlu diperluas ke setiap puskesmas. Dalam hal ini, pemerintah perlu membuka lapangan kerja lebih banyak dan melatih tenaga kesehatan (nakes) puskesmas untuk memberikan konseling seputar vasektomi maupun menjalankan prosedurnya. Pemerintah pusat maupun daerah juga perlu menyalurkan insentif bagi kader KB dan nakes yang terlibat.
Supaya masyarakat berkenan melakukan vasektomi, mitos seputar prosedur ini perlu diluruskan dengan mensosialisasikan hasil penelitian mengenai vasektomi lewat media sosial, promosi langsung kepada keluarga yang berencana KB, maupun poster dan brosur untuk dibagikan kepada masyarakat.
Selain itu, gandeng tokoh publik yang lakukan vasektomi untuk memberikan testimoni mengenai keberhasilan prosedur KB tersebut. Libatkan pula tokoh agama dan masyarakat dalam sosialisasi manfaat vasektomi untuk mencegah kehamilan, begitu pula dengan prosedurnya yang tidak melanggar nilai-nilai agama maupun sosial.
Dengan melibatkan semua pihak, sosialisasi mengenai vasektomi sebagai kontrasepsi yang aman bisa lebih maksimal. Angka keterlibatan laki-laki dalam menggunakan KB di Indonesia pun akan meningkat sehingga mengurangi risiko gangguan kesehatan pada perempuan.
Astri Ferdiana, Assistant Professor at the Faculty of Medicine, Universitas Mataram; Ario Danianto, dr.SpOG, Subsp K.Fm/Dosen, Universitas Mataram, dan Rohani, Dosen Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan ibu dan Anak (KIA Kespro), Universitas Mataram.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.