Refleksi IWD 2024: Pengalaman Pertamaku Ikut Women’s March Jakarta
Suatu hari keadilan itu akan sampai, hidup yang lebih aman dan nyaman buat perempuan akan hadir. Sampai hari itu tiba, kita akan terus berjuang!
Suara-suara pemandu sorak sudah mulai terdengar dari depan Kantor Bawaslu RI ketika saya masih berada di seberang jalan (7/12). Hari itu Women’s March Jakarta 2024 (WMJ) kembali digelar meski baru terlaksana di pengujung tahun.
Pelaksanaan kali ini berbeda dari biasanya, karena tahun-tahun sebelumnya berlangsung pada pertengahan tahun. Tahun ini, WMJ diselenggarakan di bulan Desember, salah satu alasannya karena bersamaan dengan tahun politik di Indonesia. Mengingat, terdapat Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di berbagai daerah, yang akhirnya juga memengaruhi waktu dan dinamika pelaksanaan aksi.
“Selain karena agenda politik yang padat di 2024 dan mendekati Pemilu kemarin, kami sempat fokus ke hal-hal lain di luar Women’s March,” terang Ally, Koordinator Pelaksana WMJ 2024 saat diwawancara Magdalene (10/12).
Baca: ‘Women’s March Jakarta’ Bukan Aksi Ikut-ikutan
Menuntut Ruang Setara dan Anti-Diskriminasi
WMJ tahun ini sendiri mengusung tema besar “Akhiri Diskriminasi Lawan Patriarki”. Tema ini menyoroti berbagai isu yang masih menjadi momok mengerikan di masyarakat kita. Tak hanya isu perempuan dan kesetaraan gender tetapi juga diskriminasi yang dihadapi kelompok marginal, rentan, dan minoritas lainnya seperti kekerasan berbasis gender, HAM, ketimpangan ekonomi, lingkungan, sampai tuntutan penghapusan undang-undang yang diskriminatif semua terangkum dalam tuntutan WMJ tahun ini.
Sebetulnya ini merupakan momen pertama saya mengikuti WMJ, rasanya campur aduk sejak satu hari sebelumnya. Meski saya sering berbicara tentang kesetaraan gender, tapi saya belum pernah benar-benar turun ke lapangan sehingga ini adalah keputusan yang terasa sangat personal. Saya penasaran dengan apa yang akan saya rasakan saat berada di tengah kerumunan. Apakah saya merasa benar-benar menjadi bagian di dalamnya atau justru hanya seperti orang yang numpang melihat-lihat.
Begitu tiba di lokasi, beberapa orang sudah berkumpul lengkap dengan berbagai poster berisi gugatan dan keluh kesah yang mewakili isi hati. Saya melihat berbagai wajah–muda, tua, bahkan anak-anak juga datang bersama orang tuanya.
Mobil tempat pemandu aksi berdiri sudah terparkir di barisan paling depan, disusul mobil yang digunakan oleh Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang membantu sepanjang acara, dan diikuti barisan teman disabilitas, anak-anak bersama orang tua, pekerja rumah tangga, dan berbagai massa aksi lainnya.
Baca juga: Transpuan Lawan Patriarki Bersama Swara
Massa Aksi Tak Gentar Meski Diterjang Hujan
Seperti biasa, acara ini tidak hanya diisi dengan long march, ada beberapa penampilan seni, dan juga pidato dari berbagai tokoh pegiat isu yang menyampaikan pesan-pesan inspiratif.
Salah satu momen yang menggugah saya saat penyampaian orasi dari Econusa soal HAM dan krisis kemanusiaan di Papua. Tak terasa saya meneteskan air mata karena merasa bersedih dan marah atas semua yang terjadi terhadap perempuan dan masyarakat di Papua.
Baru sekitar lima belas menit aksi iring-iringan berjalan dengan lancar sampai akhirnya cuaca mendung mulai datang dan turun gerimis disusul hujan deras mengguyur kami pagi itu. Rute yang awalnya harus melewati Balai Kota sebelum menuju ke titik akhir–Silang Monas Barat Daya–harus diurungkan karena kondisi yang tidak kondusif akibat hujan.
“Kita panitia juga enggak banyak, di tengah hujan harus segera memutuskan buat jalan menuju titik akhir, semaksimal mungkin harus bawa rombongan ke tempat yang aman,” papar Ally.
Terlepas dari cuaca yang di luar prekdisi ini, ia merasa sangat terharu melihat teman-teman yang masih berada dalam barisan dan tetap mengikuti aksi sampai selesai. Entah apakah kita harus menyalahkan hujan yang tiba-tiba turun pagi ini atau justru ini sebuah pertanda dari berkah orang-orang yang melawan?
Baca juga: Mendorong Kepemimpinan Perempuan di Aceh, Bagaimana Caranya?
Perlu Lebih Banyak Kekuatan untuk Menyuarakan
Isu-isu yang diangkat dalam WMJ 2024 sangat relevan dengan kondisi perempuan di Indonesia saat ini. Kekerasan berbasis gender, misalnya, masih menjadi masalah serius. Data menunjukkan bahwa perempuan di Indonesia masih mengalami kekerasan fisik, seksual, dan psikologis, baik di ruang publik maupun privat. Melalui aksi ini, saya semakin menyadari isu yang disuarakan sangat dekat di depan mata.
Ally menjelaskan bahwa WMJ bukan sekadar aksi, tetapi bagian dari advokasi yang terus dilakukan sepanjang tahun. “Tuntutan-tuntutan kami dikumpulkan dari update isu, apa yang mau dibawa, apa yang mau diubah, dan didesak ke pemerintah. Jadi itu sebetulnya advokasi dan kerja-kerja yang sedang dilakukan, jadi itu bukan cuma permintaan,” terangnya.
Ia juga mengungkapkan gerakan orang muda sangat penting untuk memperjuangan isu-isu tadi dan berharap WMJ ke depan bisa semakin mendorong kolaborasi bersama teman-teman muda terutama dari universitas-universitas untuk lebih mendalami isu dan memahami seberapa penting diadakannya kegiatan ini.
Lebih lanjut, Ally menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan dampak yang lebih besar. WMJ 2024 tidak hanya melibatkan aktivis perempuan, tetapi juga berbagai komunitas, organisasi, bahkan individu yang baru pertama kali terlibat dalam aksi seperti ini. Selain itu, menurutnya media memiliki peran yang besar untuk menyebarkan informasi ke masyarakat luas.
Secara pribadi, saya menyadari perjuangan ini memang bukan hanya milik segelintir orang, tetapi milik semua yang percaya pada dunia yang lebih aman dan setara. Aksi ini bukan hanya tentang turun ke jalan, tetapi juga tentang menegaskan bahwa suara perempuan penting didengar. Namun, ini bukan hanya soal membela hak-hak perempuan, tetapi juga menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan yang sering terabaikan.
“Aku lihat teman-teman masih ada harapan kalo keadilan bakal sampai, ada keinginan untuk membuat ruang-ruang yang aman, dan menuntut hal-hal yang harus dituntut.” tutup Ally pada Magdalene.