Culture Screen Raves

‘The Pitt’: Drama Medis dengan Ketegangan ala Film Aksi

Elemen kecepatan 24 dan kedalaman emosional E.R. menghasilkan The Pitt, drama medis penuh tekanan dengan aksi yang memacu adrenalin.

Avatar
  • January 17, 2025
  • 4 min read
  • 135 Views
‘The Pitt’: Drama Medis dengan Ketegangan ala Film Aksi

Meskipun sudah tidak ada lagi batas antara televisi dan film di era streaming, ada yang disebut produk TV prestige—yang dibuat dengan kualitas produksi luar biasa dan biasanya beranggaran besar. Selain itu, karya-karyanya didasarkan atas kekayaan intelektual ternama (The Last of Us, Ripley) atau dibuat oleh maestro yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya (Disclaimer, dibuat oleh Alfonso Cuaron). Produk TV prestige juga biasanya diramaikan oleh aktor Hollywood kelas A—Cate Blanchett, Kate Winslet, Nicole Kidman, Richard Gere, dan Michael Fassbender. Nama-nama tersebut sekarang malang melintang di layar kaca.

Produk TV “reguler” biasanya masih tayang di televisi. Pemain utamanya mungkin punya nama tapi sisanya adalah veteran aktor televisi atau bintang tamu yang siap terkenal. Secara produk, ia mungkin ia tidak sementereng teman-temannya yang mendapatkan label “prestige TV”. Tapi tidak sedikit dari mereka yang akhirnya mendapatkan perhatian seperti misalnya Abbott Elementary atau The Bear.

 

 

Baca juga: ‘Hospital Playlist’ Meredefinisi Komitmen Lewat Konflik yang Humanis

The Pitt, serial terbaru rilisan HBO Max, muncul dengan formula yang baru: apa rasanya sebuah produk televisi yang bentuknya sudah kita kenal tapi produksinya lebih dahsyat? Dibuat oleh  R. Scott Gemmill, The Pitt adalah sebuah drama kedokteran dengan perjalanan karakter-karakter yang diikuti secara real time. Bayangkan 24 bertemu dengan E.R. dan kamu akan menemukan The Pitt.

Pusat dari serial ini adalah Dr. Michael “Robby” Robinavitch (Noah Wyle, yang bermain di E.R. bersama George Clooney), kepala petugas departemen gawat darurat di Pittsburgh Trauma Medical Hospital. Ia sangat ahli dalam pekerjaannya. Dari perangainya, penonton langsung bisa merasakan bahwa dia bukan orang yang sembarangan. Berbeda dengan kawan-kawan drama medis lain yang karakternya kebanyakan terlalu emosional, Robby tidak membiarkan pandangan personalnya mempengaruhi pekerjaannya. Bahkan saat mentalnya sedang jatuh di hari peringatan kematian seorang teman dokternya.

Dalam episode pertamanya, The Pitt mengenalkan karakter-karakter yang memperlihatkan betapa pekerjaan ini, seperti yang Robinavitch bilang di pembukaan episodenya, menyebabkan mimpi buruk dan kecenderungan bunuh diri. Anak-anak ko-as dan mahasiswa dokter ini mempunyai latar belakang masing-masing yang nantinya tentu akan dieksplor di episode-episode berikutnya. Ada yang lahir dari keluarga dokter dan sepertinya terhimpit oleh ekspektasi orang tuanya (halo, Meredith Grey). Ada yang berasal dari “kampung” dan menjadi satu-satunya anggota keluarga yang kuliah, dan lain sebagainya.

Baca juga: ‘Ghost Doctor’: Drama Tentang Hantu yang Enggak Menakutkan

Drama sejenis dan karakter-karakter semacam ini sudah banyak, namun The Pitt tetap bisa memberikan rasa baru meskipun mungkin butuh waktu untuk kita bisa benar-benar menyelami gaya penceritaannya. Keputusan serial ini untuk mempersembahkan kisahnya secara real time membuat The Pitt menjadi lebih dingin. Dalam satu episode Grey’s Anatomy misalnya, ada banyak kisah yang muncul sampai kasus minggu itu yang dirancang untuk membuat penontonnya ekstra emosional. The Pitt tidak melakukan hal tersebut.

Dari awal serial HBO ini,  kita digiring untuk merasakan betapa pernyataan Robby mengenai pekerjaan ini memang benar adanya. Pasien datang silih berganti dengan berbagai keluhan. Tidak ada waktu untuk berbincang ringan mengenai zodiak. Tidak ada kesempatan untuk dua sahabat saling curhat tentang masalah asmara mereka. Dan dari dua episode yang saya tonton, tidak ada waktu untuk karakter-karakternya saling jatuh cinta. Yang ada hanyalah barisan pasien yang harus cepat ditangani karena ini adalah divisi paling sibuk di rumah sakit.

Format bercerita ini mempunyai kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah penonton tidak langsung paham dengan jelas karakteristik para dokter dan suster yang ada di dalamnya. Tidak adanya kasus utama minggu itu juga membuat The Pitt menjadi terasa agak monoton. Bagian terbaiknya adalah, format ini membuat pasien-pasien yang ada di dalamnya menjadi bibit drama yang menarik. Seorang ibu yang pura-pura sakit setelah mengetahui anaknya mempunyai tendensi untuk melakukan kejahatan terhadap perempuan menjadi cliffhanger yang asyik. Begitu juga tentang kedua anak yang ngotot memperjuangkan hidup ayahnya meskipun saat hidup ayahnya menolak untuk di-intubasi.

Tapi mungkin bagian paling menarik dari The Pitt adalah bagaimana serial ini membahas soal kehidupan para dokter pascaCOVID. Serial HBO ini sudah mengiming-ngimingi penonton dengan kilas balik kecil tentang apa yang dihadapi Robby saat COVID. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana ia kehilangan temannya? Dan seperti apa relasinya dengan dokter-dokter lain?

Baca juga: 5 ‘Murder Mystery’ HBO untuk Temani Isoman Kamu

The Pitt mungkin melelahkan dan kurang menyajikan aspek hiburan yang biasanya membuat serial sejenis digemari. Menyaksikan dokter beralih dari satu pasien ke pasien tanpa resolusi yang jelas terasa melelahkan dan membuat frutrasi. Tapi berkat produksi yang apik, kita terus dibuat penasaran dengan apa yang terjadi berikutnya.

Dua episode telah ditonton untuk menulis ulasan ini. The Pitt dapat disaksikan di HBO Max.



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *