Culture Lifestyle Travel & Leisure

Naga Bersinar di Langit Borneo: Catatan Festival Cap Go Meh Pontianak 2025

Apa saja yang menarik dari Festival Cap Go Meh Pontianak, yang menyedot lima puluh ribu penonton tahun ini?

Avatar
  • February 14, 2025
  • 6 min read
  • 1676 Views
Naga Bersinar di Langit Borneo: Catatan Festival Cap Go Meh Pontianak 2025

Selama bertahun-tahun, aku selalu mengasosiasikan Festival Cap Go Meh dengan perayaan sederhana di Salatiga—kota kecil tempat menghabiskan masa SMA. Di sana, setiap hari-15 Imlek, warga Tionghoa berkumpul di Kelenteng Hok Tek Bio untuk menyalakan lilin merah, berdoa di atas kursi-kursi plastik, menyaksikan pertunjukan barongsai, sementara aroma dupa membumbung ke udara. Perayaannya terasa intim, akrab, dan sakral. 

Semua berbeda saat aku menghadiri Cap Go Meh di jantung khatulistiwa. Malam itu, (12/2), Jalan Gajah Mada, Pontianak berubah jadi panggung raksasa tempat ribuan manusia berdesakan. Mereka ramai-ramai menanti parade Naga Bersinar yang bakal melintas pukul 19.30 WIB hingga tengah malam. Total ada 39 replika naga raksasa yang menari diiringi suara gong dan tambur. 

 

Tak cuma warga Tionghoa saja, orang Melayu, Dayak, Bugis, Jawa, hingga Sunda pun antusias menyaksikannya. Bahkan berberapa perwakilan dari mereka, didandani dengan baju adat lalu berjalan menuju panggung utama. Cap Go Meh di sini rupanya bukan cuma milik warga Tionghoa, tapi juga semua orang yang menjadikan Pontianak rumah mereka. 

Festival Cap Go Meh Pontianak 2025
Foto oleh Jasmine Floretta VD dan Purnama Ayu Rizky/Magdalene

Baca juga: Tatung Pontianak: Ritual Spiritual yang Rangkul Perbedaan

Dari Pesan Toleransi hingga Peningkatan Ekonomi 

Jumlah warga Tionghoa di Pontianak menurut catatan Badan Pusat Statistik 2012, mencapai 31 persen dari total populasi—sulit menemukan data terbaru di sana. Mereka tersebar di berbagai titik, tapi paling banyak mendiami sepanjang kawasan pecinan Jalan Gajah Mada, tempat di mana berbagai kuliner sedap berada. Meski berbeda identitas, masyarakat Pontianak telah terbiasa hidup berdampingan. Cap Go Meh adalah contoh betapa toleransi itu melampaui batas suku dan agama. Bahkan sejauh mata memandang, tim pemain Naga Bersinar tak melulu dari etnis Tionghoa tapi juga warga di luar komunitas tersebut. 

Tahun ini tak ada tema khusus yang diangkat dalam Festival Cap Go Meh Pontianak. Namun yang berbeda dari sebelumnya, Cap Go Meh Pontianak untuk pertama kalinya masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata RI. Sehingga, eksistensinya disorot masyarakat Indonesia bahkan internasional. 

Foto oleh Jasmine Floretta VD dan Purnama Ayu Rizky/Magdalene

Ada 39 replika naga yang diarak dari simpang Pattimura ke arah Gajah Mada. Tak sekadar replika biasa, Naga Bersinar dihiasi lampu LED berwarna-warni. Jika Naga Bersinar di 2024 relatif lebih sederhana, tahun ini mereka tampil lebih artistik dengan pola geometris dan efek cahaya bak ilusi tiga dimensi. Tak heran jika festival tersebut menarik perhatian tidak hanya warga Pontianak, tetapi juga wisatawan dari Jakarta, Surabaya, hingga turis mancanegara.  

Atek, pria paruh baya yang sudah puluhan tahun menyaksikan parade ini bilang Cap Go Meh 2025 terasa lebih megah. “Sebelumnya naga-naga ini lebih sederhana bahkan jumlahnya enggak sebanyak sekarang. Tahun lalu kayaknya dua puluh aja enggak sampai, mungkin karena tahun politik juga,” ucapnya. Atek sengaja menyaksikan Naga Bersinar bersama istri dan anak-anaknya. 

Sebelum benar-benar beraksi, Naga Bersinar terlebih dahulu menjalani ritual buka mata—prosesi sakral dalam kepercayaan Tionghoa yang menandakan roh telah masuk ke dalam naga dan memberinya “kehidupan”. Prosesi ini dilakukan di Kelenteng Kwan Tie Bio. Setelah parade usai, (13/2), beberapa naga menjalani prosesi pembakaran di Taman Pemakaman Yayasan Bhakti Suci sebagai simbol pelepasan energi spiritual mereka kembali ke alam. 

Foto oleh Jasmine Floretta VD dan Purnama Ayu Rizky/Magdalene

Baca juga: Antre Panjang Blok M, Tongkrongan ‘Anak Jaksel’ yang Menggeliat Kembali

Ketua Festival Cap Go Meh Pontianak 2025 Hendry Pangestu Lim menuturkan, jumlah pengunjung tahun ini mencapai lebih dari 50 ribu orang, meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 30 ribu. Karena membludaknya peserta, panitia bekerja sama dengan lebih dari 700 personil gabungan dari kepolisian, TNI, dan petugas keamanan sipil. 

“Kami melihat antusiasme yang luar biasa, baik dari warga lokal maupun wisatawan. Tahun ini, tim kreatif benar-benar berinovasi dengan desain naga yang lebih modern dan atraktif,” ungkap Hendry kepada Magdalene di sela-sela acara. 

Ia menambahkan, perayaan tahun ini juga jadi momentum buat warga Pontianak merayakan perbedaan. “Cap Go Meh ini juga ingin menekankan pentingnya saling menghargai antar-etnis dan agama. Semoga kedamaian, kelancaran, dan pembangunan Pontianak jadi semakin baik,” jelasnya. 

Foto oleh Jasmine Floretta VD dan Purnama Ayu Rizky/Magdalene

Ada pemandangan yang cukup menarik bagiku dan jarang ditemui di Cap Go Meh kota lainnya. Adalah perburuan warga atas “jenggot” dan “sisik” naga sepanjang parade berlangsung. Jenggot naga biasanya terbuat dari bahan seperti tali raffia atau serat lain yang dipasang di kepala. Sementara sisik yang dimaksud adalah hiasan di sepanjang badan naga. Mendapatkan jenggot dan sisik dipercaya bisa membawa keberuntungan buat si empunya. Berita baiknya, saya berhasil mengantongi beberapa jenggot naga. 

Selain parade naga, festival ini juga menghidupkan ekonomi warga. Jalanan penuh dengan penjaja makanan yang menjual mi tiaw sapi, chai kue, kwetiau siram, nasi Padang ekspress—disajikan dengan satset—, aneka minuman, kue, hingga martabak manis yang beraroma menggoda. Enggak heran jika Pj. Wali Kota Pontianak Edi Suryanto menggadang-gadang Cap Go Meh 2025 bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi warga lokal. “Perayaan Cap Go Meh ini menjadi momentum bagi Kota Pontianak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan membuat wisatawan lebih banyak berkunjung ke Kota Pontianak,” ucapnya. 

Foto oleh Jasmine Floretta VD dan Purnama Ayu Rizky/Magdalene

Baca juga: ‘Healing’ Keluar Negeri Sudah ‘Enggak Kelas’, Sekarang Era Tamasya Luar Angkasa

“Tahun ini penjualan saya meningkat hampir 40 persen dibanding tahun lalu,” ujar Lili, pedagang makanan yang rutin berjualan di tiap momen Cap Go Meh Pontianak. Peningkatan ekonomi juga terasa di sektor perhotelan, dengan okupansi kamar hotel hampir mencapai 100 persen selama festival berlangsung. Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Pontianak, perputaran uang selama Cap Go Meh 2025 diperkirakan mencapai miliaran rupiah, dengan banyaknya wisatawan yang datang dari luar kota dan luar negeri. 

Aku bertemu dengan Jessica, wisatawan dari Pontianak, yang malam itu menonton Cap Go Meh bersama kawannya. “Bagus banget,” komentar dia singkat, saat menyaksikan Naga Bersinar meliuk-liuk dengan latar kembang api yang sesekali menyala. 

Festival ini sendiri berakhir tengah malam, tapi kerumunan orang di Gajah Mada terus berlanjut hingga Subuh. Malam Cap Go Meh itu jadi momen yang akan terus aku kenang. Itu bukan sekadar perayaan rutin seremonial tapi refleksi bahwa Cap Go Meh jadi ajang meleburnya berbagai identitas dalam kolektif yang harmonis. 

Jasmine Floretta membantu dalam reportase ini. 

Magdalene meluncurkan series liputan tentang Cap Go Meh 2025 di Pontianak. Simak artikel lainnya di laman ini. 



#waveforequality
Avatar
About Author

Purnama Ayu Rizky

Jadi wartawan dari 2010, tertarik dengan isu media dan ekofeminisme. Kadang-kadang bisa ditemui di kampus kalau sedang tak sibuk binge watching Netflix.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *