Kenapa Kita Sering ‘Baby-Talk’ ke Anabul, dan Apa Manfaatnya?
“Sini, Pin!”
“Makan, Nak!”
“Bobok, Nak!”
Ucapan-ucapan itu sering dilontarkan Makiah, 57, ketika berinteraksi dengan kucingnya, Upin dan Ipin yang berusia sepuluh bulan. Nama peliharaan Makiah terinspirasi dari animasi asal Malaysia, karena kedua kucingnya kembar seperti tokoh utama dalam animasi itu.
Setiap hari, Makiah senang menggendong Upin dan Ipin sambil mengajak mereka berbicara. Obrolannya dari mulai ngomongin makanan, nyuruh tidur, sampai menasihati si kembar supaya enggak main ke jalan raya.
Ketika berbincang dengan kedua anak berbulunya (anabul), Makiah menggunakan nada bicara yang halus sebagaimana ia berbicara dengan anak bayi. Katanya, ia takut menyakiti perasaan Upin dan Ipin yang sudah dianggap seperti anak sendiri.
“Soalnya takut dia ngambek kalau kita ngomongnya keras. Kalau dibentak dia paham, enggak mau dekat-dekat lagi,” ujar Makiah.
Tak hanya Makiah, Melvina, 22, juga melakukan hal yang sama. Saat berkomunikasi dengan anjingnya, Lio, yang berusia tujuh tahun, Melvina kadang menggunakan intonasi dengan nada tinggi dan ekspresif, selayaknya ketika berinteraksi dengan anak-anak.
“Lio lucyu (lucu) banget, sih! Salam dulu salam! Aduh gemec (gemes) banget Lio, cium cium!” ujar Melvina, mencontohkan interaksinya dengan Lio.
Melvina melihat Lio bukan sekadar hewan peliharaan, melainkan seperti adik kecil yang harus diperlakukan dengan penuh kelembutan.
“Ngeliatnya kayak bayi gitu yang harus diomongin dengan halus dan baik-baik. Jadi udah refleks ngomongnya kayak gitu,” katanya.
Gaya bicara Makiah dan Melvina kepada hewan peliharaannya disebut dengan pet-directed speech–jenis komunikasi yang menyerupai infant-directed speech atau baby-talk. Gaya ini ditandai dengan nada bicara yang tinggi, tempo lebih lambat, dan penggunaan kata-kata sederhana, seperti halnya saat orang dewasa berbicara kepada bayi.
Meskipun terdengar aneh, tapi sebetulnya fenomena ini merupakan hal yang lumrah di kalangan ‘orang tua’ anabul. Dalam studi Dog-directed speech: why do we use it and do dogs pay attention to it? (2017) oleh Ben-Aderet dan kawan-kawannya, ditemukan kalau pemilik anjing cenderung menggunakan baby-talk saat berinteraksi dengan hewan peliharaan mereka. Pertanyaannya, kenapa orang tua anabul senang berkomunikasi menggunakan pendekatan gaya bicara bayi dengan hewan peliharaannya?
Baca Juga: Pelihara Anjing dan Kucing Bisa Tingkatkan Kesejahteraan Manusia?
Ketika Hewan Dianggap Seperti Bayi
Para orang tua anabul, seperti Makiah dan Melvina, sering spontan melakukan baby-talk ketika berbicara dengan anabul tanpa mereka sadari. Ternyata, ada alasan ilmiah yang melatarbelakangi fenomena ini.
Studi berjudul What’s New, Pussycat? On Talking to Babies and Animals (2002), diketahui kalau interaksi antara pemilik anabul dengan hewan peliharaannya menciptakan ikatan, yang membuat pemilik menganggap hewan peliharaan sebagai anak sendiri.
Sejalan dengan itu, melansir Elite Daily, Courtney Glashow, pemilik sekaligus psikoterapis di Anchor Therapy mengatakan, penggunaan baby-talk adalah naluri alami yang muncul dari sang pemilik untuk terhubung lebih dalam dengan hewan peliharaan mereka. Pemilik akan cenderung bicara dengan nada lebih tinggi, tempo yang lebih lambat, dan menggunakan kata-kata yang disederhanakan.
Nada bicara yang tinggi dan lambat ini umumnya digunakan saat berinteraksi dengan bayi manusia. Glashow menjelaskan, gaya bicara tersebut mencerminkan kesadaran kalau lawan bicara tidak mampu memahami bahasa secara utuh, tetapi tetap dapat merespons intonasi suara. Karena bayi biasanya memberikan respons baik terhadap gaya bicara seperti ini, pemilik hewan pun cenderung menerapkan pola bicara serupa saat berkomunikasi dengan anabul.
Pernyataan Glashow senada dengan penelitian Universitas Eötvös Loránd. Mengutip BBC UK, studi tersebut menemukan kalau anjing lebih sensitif ketika seseorang mengajaknya berbicara menggunakan gaya bicara baby-talk.
Penelitian ini dilakukan terhadap 19 anjing yang dimasukkan ke dalam pemindaian magnetic resonance imaging (MRI)–teknik pencitraan medis yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar detail organ dan jaringan tubuh.
Saat berbaring di MRI, anjing-anjing itu diputarkan klip percakapan dari dua belas laki-laki dan perempuan. Kemudian para ilmuwan melihat bagaimana otak anjing merespons nada bicara dari percakapan itu.
Hasilnya, ditemukan otak anjing lebih aktif ketika mereka mendengar suara yang ditujukan khusus untuk anjing dan bayi–misalnya suara dengan nada tinggi, pelan, dan penuh ekspresi. Sebaliknya, respons mereka tidak sekuat itu saat mendengar nada bicara biasa yang digunakan dalam percakapan antar orang dewasa, yang cenderung bernada datar. Sederhananya, para peneliti menemukan anjing lebih responsif terhadap gaya bicara baby-talk.
Tak hanya anjing, kucing pun lebih menunjukkan respons ketika diajak berbicara menggunakan pendekatan baby-talk. Mengutip Science.org, penelitian yang dilakukan oleh Charlotte de Mouzon, etolog di Universitas Nanterre Paris, ditemukan kucing akan bereaksi saat diajak berkomunikasi dengan pendekatan baby-talk, walaupun tidak seekspresif anjing. Kucing akan merespons dengan menggerakkan telinga atau memutar kepala sedikit ke arah suara, atau berhenti menjilati tubuhnya sejenak. Namun, studi itu mengungkap kucing hanya merespons baby-talk dari majikannya, bukan dari orang asing.
Studi de Mouzon sama seperti pengalaman Makiah. Makiah bercerita, saat ia berbicara dengan baby-talk ke kucingnya, mereka akan merespons ucapan Makiah. “Kalau dipanggil nyamperin, kalau disuruh tidur dia bakalan tidur di tempat biasa dia tidur,” ujarnya.
Baca Juga: Apakah Kucing Bisa Berduka?
Lebih dari Sekadar Lucu, Bisa Jadi Pendukung Kesehatan Mental
Enggak cuma sekadar kebiasaan menggemaskan, ngomong bahasa bayi dengan hewan peliharaan memiliki berbagai manfaat. Dalam ‘Who’s a good boy?!’ Dogs Prefer Naturalistic Dog-Directed Speech, Alex Benjamin & Katie Slocombe menemukan anjing lebih senang kalau pemiliknya berbicara dengan suara manis, bernada tinggi, dan intonasi yang ekspresif.
Menurut mereka, ketika melakukan baby-talk dengan anjing, biasanya anjing akan segera merespons dengan ciuman, memberi tatapan penuh kasih sayang, mengibaskan ekor, dan berpose imut.
Tak hanya membuat anabul senang, baby-talk juga bisa bermanfaat bagi pemiliknya. Menurut penelitian Aucoutorier dan rekan-rekannya, berbicara dengan nada riang, bahkan saat stres atau sedih, dapat meningkatkan kondisi emosional seseorang.
Selain itu, berbicara dengan anabul juga dapat mengusir rasa kesepian. Survei oleh Human Animal Bond Research Institute (HABRI) dan Mars Petcare terhadap pemilik hewan peliharaan dan bukan pemilik menemukan, 85 persen responden setuju interaksi dengan anabul bisa mengurangi kesepian, 76 persen setuju dapat membantu mengatasi isolasi sosial, dan 80 persen pemilik hewan peliharaan mengatakan kalau anabul membuat mereka merasa tidak terlalu kesepian.
Baca Juga: Masalahnya Cuma Karena Dia Kucing Betina
Manfaat-manfaat ini diakui oleh Makiah dan Melvina. Bagi Makiah, berbicara dengan hewan peliharaan membuatnya jarang merasa kesepian. Sementara Melvina, Lio seperti support system yang selalu menemaninya ketika sedang pusing menghadapi kehidupan.
“Aku emang sering main dan ngobrol sama Lio kalau lagi mumet dan banyak pikiran,” kata Melvina. “(Rasanya) bahagia dan ngerasa lebih deket aja (sama Lio) karena kayak momong adik sendiri,” pungkasnya.
















