Kalung berbentuk jantung, dibaluri rhinestone merah, dipasang terbalik di punggung sebuah gaun satin merah. Ia tidak statis, kalung berbentuk jantung itu betulan berdetak. Ia hadir sebagai koleksi haute couture Haute Couture Fall/Winter 2025/26 Schiaparelli, yang kemudian viral di media sosial.
Ini bukan sekadar gimmick runway. Ia adalah penghormatan sekaligus pembaruan terhadap warisan Elsa Schiaparelli, pionir mode avant-garde sekaligus pendiri rumah mode Schiaparelli.
Lahir di Roma, Elsa Schiaparelli (1890–1973) sepanjang hidupnya dikenal sebagai desainer eksentrik dengan latar aristokrat. Di Paris era 1930-an, ia menjadi penantang utama dominasi Chanel. Jika Chanel mempopulerkan potongan-potongan sederhana yang menjadi nenek moyang dari quite luxury di era Instagram ini, Schiaparelli hadir dengan siluet dan bentuk eksentrik, serta gagasan bahwa pakaian adalah intervensi visual, bukan sekadar hiasan tubuh.
Rumah mode Schiaparelli didirikan Elsa pada 1927 dan segera memikat kalangan elite intelektual dan kreatif—termasuk Jean Cocteau, Man Ray, dan tentu saja, Salvador Dalí. Nama terakhir ini adalah sahabat dekat Elsa.
Hubungan mereka tidak hanya menghasilkan desain ikonik, tetapi juga mengukir babak penting dalam sejarah kolaborasi antara seni rupa dan fashion.
Beberapa karya kolaboratif mereka yang paling berpengaruh dan ikonik, antara lain: Lobster Dress (1937) berupa gaun sutra putih dengan gambar lobster karya Dalí, yang menyimbolkan sensualitas, absurditas, dan provokasi alam bawah sadar; Shoe Hat, topi berbentuk sepatu yang dikenakan terbalik di kepala—gagasan Dalí tentang mengacak persepsi benda sehari-hari, dan; Skeleton Dress: gaun hitam dengan struktur tulang rusuk menonjol, merefleksikan tubuh sebagai medan psikologis yang absurd.
Karya-karya Schiaparelli ini tidak hanya mendekonstruksi siluet perempuan, tetapi juga menggambarkan tubuh sebagai subjek yang ambigu: antara objek seni dan makhluk hidup.
Baca juga: ‘Dress Your Age’: Saat Perempuan Tak Bebas Bergaya karena Usia
Back to the Future: Ketika Jantung Berdetak di Panggung Couture
Delapan dekade setelah kolaborasi Elsa dan Dalí, direktur kreatif Schiaparelli saat ini, Daniel Roseberry, menghidupkan lagi semangat eksentrik Elsa lewat koleksi bertajuk Back to the Future.
Momen puncak yang jadi centerpiece pementasan koleksi ini, adalah gaun satin merah berstruktur lekuk tubuh perempuan di bagian belakangnya, yang dipresentasikan dengan kalung berbentuk jantung yang berdetak betulan. Visual ini menghadirkan tubuh sebagai simbol literal dan metaforis dari kehidupan; sebuah jembatan antara imajinasi masa lalu dan teknologi kontemporer.
Seperti koleksi-koleksi sebelumnya, Daniel kembali membuat ode kepada Elsa—bukan dengan meniru desainnya, melainkan dengan meneruskan pendekatan surealis khas Schiaparelli. Dengan menempatkan siluet tubuh perempuan di bagian belakang gaun, Daniel menciptakan ilusi visual dua sisi tubuh (depan dan belakang) memiliki bentuk yang sama.
Dalam perspektif Schiaparelli, tubuh adalah lanskap naratif yang penuh ketidakterdugaan. Ini selaras dengan prinsip surealis: menggali mimpi, absurditas, dan keinginan tersembunyi.
Dalam analisis semiotiknya, Melissa Smith mencatat bahwa desain Elsa “tidak hanya menghiasi tubuh, tapi mengacaukannya”—ia memotong, menonjolkan, dan mengalihkan pusat perhatian ke tempat yang tidak lazim. Skeleton Dress, misalnya, menempatkan tulang sebagai ornamen luar; Shoe Hat menjadikan kaki sebagai mahkota kepala. Dengan melakukan hal ini, ada sense of humor juga yang Elsa selipkan dalam desain-desainnya.
Lewat pendekatan ini, Schiaparelli menjungkirbalikkan kode-kode mode konvensional dan menawarkan pemaknaan baru atas tubuh perempuan. Seperti yang dijelaskan oleh Sweeney-Risko (2015), ini bukan semata eksperimentasi visual, tapi bentuk kebebasan artistik di tengah batas-batas patriarkal fashion haute couture.
Baca juga: Komunitas Kendal Berkain dan Berkebaya: Pakai Kebaya Tiap Hari, ‘Why Not’?
Schiaparelli Hari Ini
Sejak menjadi direktur kreatif Schiaparelli pada 2019, Daniel Roseberry telah mendefinisikan ulang citra haute couture yang elite menjadi tontonan teatrikal lengkap dengan kejutan dan, dalam derajat tertentu, sangat menghibur.
Sebagai kepala rumah mode adibusana, latar belakang Daniel bisa dikatakan unik: ia bukan keturunan Prancis berdarah aristokrat, melainkan berasal dari Plano, Texas—daerah suburban konservatif di selatan AS. Di sanalah, di era awal 2000-an, ia belajar fashion bukan dari Balenciaga, tetapi acara televisi Joan Rivers mengomentari gaun-gaun selebriti di karpet merah, dan video musik MTV.
Jejak Americana yang mengalir di darah Daniel, terasa jelas dalam berbagai koleksi Schiaparelli hari ini. Dalam koleksi Fall/Winter 2025/26, ia menampilkan sebuah mini dress berbentuk pelana kuda (saddle dress) yang terstruktur dan fetishistik, membalik fungsi maskulin-simbolik dari objek western menjadi busana yang sensual dan teatrikal. Estetika cowboy ini tak hadir sebagai nostalgia, tapi reinterpretasi surealis atas identitas Amerika.
Tidak mengherankan jika Beyoncé, sesama orang Texas, beberapa kali terlihat mengenakan desain-desain Schiaparelli dalam fase Cowboy Carter-nya—sebuah proyek musikal yang menyalakan ulang estetika koboi, kebebasan perempuan kulit hitam, dan Americana dengan daya resistensi budaya. Dalam konteks ini, Daniel dan Beyoncé berbagi bahasa visual yang sama: tubuh sebagai arena simbolik, cowboy sebagai fantasi perlawanan.
Di tangan Daniel, rumah mode Schiaparelli tidak hidup dari nostalgia, melainkan dari kelanjutan estetika yang berani dan kadang aneh. Gaun-gaun couture yang dikenakan Doja Cat (penuh kristal merah darah) dan Kylie Jenner (dengan kepala singa realistis), adalah pengingat bahwa Schiaparelli tetap menjadi rumah mode yang menyentuh titik pertemuan antara teater, teknologi, dan tubuh.
Baca Juga: Sejarah Kebaya: Dari Domestifikasi Sampai Reclaim Simbol Perlawanan oleh Anak Muda
Kalung jantung berdetak di koleksi Back to the Future adalah simbol sempurna dari semangat itu: menghadirkan tubuh bukan hanya sebagai pemakai busana, tetapi sebagai makhluk imajinatif yang bisa menakutkan, mempesona, dan hidup di luar batas.
Warisan Elsa Schiaparelli hidup tak hanya karena desainnya yang estetis, tetapi karena gagasannya yang subversif. Ia tidak menjahit semata-mata untuk memperindah; tapi juga untuk mengganggu.
















