‘The Power of Ibu-ibu’: Dari Kutukan hingga Mengusir Aparat
Dalam sepekan terakhir, Jakarta diguncang gelombang demonstrasi besar-besaran. Pada (25/8), lebih dari seribu orang berkumpul di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Massa menolak tunjangan Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR yang disebut sebagai kompensasi rumah jabatan.
Tiga hari berselang, (28/8), puluhan ribu buruh dan mahasiswa kembali memadati kawasan sekitar DPR. Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan sekaligus menyuarakan berbagai persoalan sosial yang kian menekan hidup sehari-hari.
Di tengah riuh rendah aksi massa itu, muncul suara lain yang tak kalah lantang: Suara para ibu. Mereka mengecam kekerasan aparat terhadap demonstran, juga menyoroti warga sekitar yang ikut terdampak.
Magdalene mencatat momen keberanian para perempuan ini. Mereka yang berdiri di garis depan, menantang ketidakadilan dengan cara sederhana tapi berani. Berikut kisah mereka.
Emak-emak Jilbab Pink: Sumpah Serapah sampai Uang Jajan untuk Demonstran
Sosok ibu berjilbab pink mendadak jadi perbincangan di media sosial setelah terekam dalam sejumlah video aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, pada 28 Agustus.
Dengan pengeras suara di tangan, ia lantang memprotes penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian yang menyasar para demonstran. Dalam rekaman, ibu itu melontarkan sumpah serapah kepada polisi yang menembakkan gas air mata ke arah massa.
Ia menantang aparat agar tidak bersembunyi dan mempertanyakan keberpihakan mereka. Bahkan, ia melontarkan doa kutukan agar “perut mereka busuk” karena dianggap telah menyakiti rakyat.
“Lu belain siapa?!? Anak orang digasin (dilempar gas air mata) lu. Awas lu! Oh, ya, mudah-mudahan lu, perutnya pada busuk,” hardiknya.
Di video yang lain, ibu tersebut juga tampak ngomelin aparat kepolisian yang sedang bermobilisasi ke arah jembatan penyeberangan orang (JPO). Ia memprotes aparat yang muncul hanya saat demo, tapi tidak hadir ketika masyarakat membutuhkan mereka.
“Enggak ada sabar-sabaran!” serunya saat disuruh sabar oleh seseorang di dalam video.
Meskipun sumpah serapah sang ibu terdengar kasar, tapi ekspresi sang ibu sebenarnya mewakili kekecewaan dan kemarahan yang mendalam dari rakyat kepada aparat dan para pejabat.
Momen haru pun mewarnai kepulangan sang Ibu dari demonstrasi. Ia terlihat memberikan selembar uang Rp50 ribu kepada para demonstran.
“Ntar pada buat beli aer,” ucapnya yang disambut oleh sorakan massa. Beberapa peserta aksi juga terlihat menyalami ibu tersebut sebagai bentuk rasa hormat.
Emak-Emak Petamburan Usir Aparat yang Masuk Pemukiman
Dalam video yang diunggah oleh akun “tanah.merdeka” di Instagram, terlihat sekelompok ibu-ibu warga Petamburan mengusir aparat yang mengejar demonstran hingga masuk ke area pemukiman.
Aparat beralasan, mereka berada di sana untuk melakukan pengamanan. Namun, seorang ibu yang menggenggam sapu lidi menolak tegas kehadiran aparat yang juga menembakkan gas air mata.
“Ya, kalo mau ke sana MPR, ngapain ke rumah warga!” ucapnya dengan lantang.
Ibu-ibu yang lain pun mengeluhkan gas air mata yang membuat lingkungan menjadi panas dan menyesakkan. “Sampe panas banget loh, Pak, ini lagi hamil loh, Pak,” keluh seorang ibu.
Mereka khawatir anak-anak, ibu hamil, dan lansia ikut terdampak akibat kekerasan aparat. “Di sini banyak bayi, banyak ibu-ibu tua, banyak orang sakit,” ujarnya kesal.
Dalam video tersebut, para ibu terus berteriak dan memaki aparat sambil mendorong mereka keluar dari pemukiman. Perlahan, aparat yang semula masuk akhirnya mundur.
“Lu mundur!” seru ibu dengan mengacungkan sapu ijuk kepada para aparat.
Keberanian emak-emak dalam dua peristiwa ini memperlihatkan bahwa perempuan ibu bukan hanya penonton dalam hiruk-pikuk demonstrasi. Mereka hadir di garis depan, melindungi ruang hidupnya, sekaligus menyuarakan keresahan rakyat kecil yang kerap diabaikan.
Suara lantang para ibu dari gelombang protes menunjukkan kalau perlawanan terhadap ketidakadilan lahir dari banyak wajah, termasuk perempuan ibu yang selama ini selalu dilekatkan dengan peran-peran perawatan.
















