Zohran Mamdani, Wali Kota Muslim Pertama New York yang Progresif dan Pro-Palestina
Di tengah panasnya panggung politik Amerika Serikat, nama Zohran Mamdani tiba-tiba jadi sorotan publik dunia. Sosoknya mencuri perhatian setelah mencetak sejarah sebagai wali kota Muslim pertama di New York City — sebuah pencapaian yang langsung menggema di kancah politik global.
Kemenangan Mamdani bukan sekadar simbol keberagaman. Lebih dari itu, ia menandai hadirnya babak baru bagi representasi Muslim dalam politik Amerika, menunjukkan bahwa suara minoritas kini tak lagi bisa diabaikan.
Seperti dilaporkan Al Jazeera dalam artikel Zohran Mamdani elected as New York City mayor in historic win, dalam pidato kemenangannya Mamdani menyampaikan pesan penuh solidaritas:
“Entah Anda seorang imigran, anggota komunitas trans, salah satu dari banyak perempuan kulit hitam yang dipecat Donald Trump dari jabatan federal, seorang ibu tunggal yang masih menunggu harga bahan makanan turun, atau siapa pun yang terdesak — perjuangan Anda adalah perjuangan kami.
Dan kami akan membangun balai kota yang berdiri teguh di samping warga Yahudi New York, tak goyah dalam melawan momok anti-semitisme. Lebih dari 1 juta Muslim tahu bahwa mereka berada di tempat yang tepat,” ujar Zohran Mamdani.
Baca Juga: Trump Mau ‘Ambil Alih’ Gaza, Apakah ini Legal?
Siapa Sebenarnya Zohran Mamdani?
Menurut laporan Al Jazeera, Zohran Mamdani adalah seorang politikus Muslim keturunan Asia Selatan yang lahir di Afrika, dan kini mencatat sejarah sebagai pemimpin kota dengan populasi lebih dari 8,4 juta jiwa.
Kedua orang tua Mamdani merupakan keturunan India, sementara ia sendiri lahir di Kampala, Uganda, dan sempat menghabiskan masa kecilnya di Afrika Selatan. Saat berusia tujuh tahun, keluarganya pindah ke New York, tempat ia menempuh pendidikan hingga dewasa. Ia merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas Sains Bronx, lalu melanjutkan studi dan meraih Gelar Sarjana Studi Afrika di Bowdoin College, seperti dikutip dari laman resmi Majelis Negara Bagian New York.
Sebelum terjun ke dunia politik, Mamdani bekerja sebagai konsultan pencegahan penyitaan rumah, membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar tetap bisa memiliki tempat tinggal. Pengalaman ini kemudian menjadi fondasi penting dalam kiprahnya memperjuangkan keadilan sosial di tingkat pemerintahan.
Lahir di luar Amerika Serikat membuat Mamdani sempat tidak memiliki kewarganegaraan AS. Baru pada 2018, ia resmi menjadi warga negara Amerika, dan dua tahun kemudian—pada 2020—terpilih sebagai anggota perwakilan New York. Di kehidupan pribadinya, ia menikah dengan Rama Duwaji, seorang seniman asal Suriah yang kini tinggal di Brooklyn.
Baca Juga: 10 Alasan Kemenangan Trump Tak Bisa Goyahkan Aksi Iklim Dunia
Apa yang Membuat Zohran Mamdani Berbeda?
Dikutip dari Tempo, dalam artikel Profil Zohran Mamdani: Wali Kota Muslim Pertama New York yang Pro Palestina, sosok Mamdani dikenal bukan hanya karena latar belakangnya sebagai Muslim, tapi juga karena pandangan politiknya yang progresif dan berani melawan arus. Ia secara terbuka menyebut dirinya seorang sosialis demokratis, dan pandangannya kerap dianggap kontroversial karena menunjukkan dukungan kuat terhadap Palestina serta kritik tajam terhadap kebijakan militer Israel — posisi yang kerap memicu perdebatan di Amerika Serikat.
Dalam pidato kemenangannya, Mamdani menegaskan bahwa dirinya membawa visi politik yang lebih progresif dibandingkan mayoritas Partai Demokrat. Ia hadir sebagai representasi generasi muda New York yang vokal mendukung komunitas LGBT, hak-hak minoritas, serta penurunan harga kebutuhan pokok, sekaligus menantang kebijakan federal yang condong ke arah konservatif.
Menariknya, Mamdani juga tidak ragu untuk menyinggung Donald Trump secara langsung. Ia sadar bahwa langkah politiknya mendapat perhatian dari mantan Presiden AS tersebut. Dalam pesannya yang tajam, Mamdani berkata kepada Trump — yang juga berasal dari New York — untuk “turn the volume up” atau “naikkan volumenya”, sebuah sindiran agar Trump mau mendengarkan dan memahami kondisi nyata warga New York saat ini.
“Kami akan mengakhiri budaya korupsi yang telah memungkinkan miliarder seperti Trump menghindari pajak dan mengeksploitasi keringanan pajak,” ujar Zohran Mamdani dalam pidatonya, dikutip dari Tempo.
Pandangan politik Zohran Mamdani yang tegas dan progresif membuatnya sering kali berada di posisi yang tidak aman secara politik — apalagi di tengah iklim Amerika yang masih sangat terpolarisasi. Keberaniannya menyuarakan isu-isu sensitif seperti keadilan sosial, hak minoritas, dan perlawanan terhadap ketimpangan ekonomi menunjukkan bahwa Mamdani bukan sekadar simbol representasi Muslim di politik Amerika, tapi juga figur yang berani mengguncang status quo.
Namun, dari sekian banyak sikapnya yang kontroversial, pendirian Mamdani terhadap konflik Palestina dan Israel menjadi salah satu yang paling banyak menyita perhatian publik. Pandangannya yang pro-Palestina dan kritis terhadap kebijakan Israel membuatnya sering kali berbenturan dengan arus utama Partai Demokrat — tapi juga menjadikannya suara penting dalam percakapan global soal kemanusiaan dan keadilan.
Baca Juga: Perempuan Amerika Meng-Copy Gerakan 4B Perempuan Korsel, Mengapa?
Sikap Zohran Mamdani terhadap Palestina
Dikutip dari BBC Indonesia dalam artikel Siapa Zohran Mamdani, Wali Kota Muslim Pertama di New York?, Mamdani baru-baru ini berkampanye di Jackson Heights Park, salah satu kawasan paling beragam di Amerika Serikat. Di sana, anak-anak tampak bermain ayunan sementara pedagang Latin menjajakan es krim dan makanan ringan — gambaran nyata dari keberagaman khas kota New York yang selama ini dianggap sebagai kekuatan utama Partai Demokrat.
Namun, di balik semangat multikultural itu, kota ini tetap tidak lepas dari ketegangan ras dan politik. Mamdani mengaku kerap menerima ancaman Islamofobia, bahkan beberapa serangan juga menyasar keluarganya. Menurut pihak kepolisian, kasus tersebut kini sedang dalam penyelidikan sebagai kejahatan bermotif kebencian.
Dalam wawancaranya bersama BBC, Mamdani menyebut bahwa rasisme adalah cerminan dari keretakan politik di Amerika Serikat. Ia juga menyoroti Partai Demokrat yang dinilainya gagal melindungi para pekerja dari berbagai latar belakang.
“Partai Demokrat telah membiarkan Donald Trump terpilih kembali dan gagal membela para pekerja, siapa pun mereka atau dari mana asalnya,” ujar Mamdani kepada BBC.
Salah satu hal yang paling menonjol dari Mamdani adalah sikapnya terhadap konflik Israel–Palestina. Ia dikenal sebagai pendukung kuat Palestina dan pengkritik keras kebijakan Israel, posisi yang cukup berbeda dengan banyak petinggi Demokrat. Bahkan, Mamdani sempat mengajukan rancangan undang-undang untuk mencabut status bebas pajak lembaga amal di New York yang memiliki hubungan dengan permukiman Israel — yang menurutnya melanggar hukum hak asasi manusia internasional.
Tidak berhenti di situ, Mamdani juga menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu seharusnya ditangkap atas pelanggaran yang dilakukan. Dalam beberapa wawancara, ia sering kali didesak untuk menjawab apakah ia mendukung hak Israel untuk eksis sebagai negara Yahudi.
“Saya tidak merasa nyaman mendukung negara mana pun yang memiliki hierarki kewarganegaraan berdasarkan agama atau hal lainnya. Kesetaraan harus menjadi prinsip utama di setiap negara, seperti yang kita junjung di sini,” ujar Mamdani, dikutip dari BBC Indonesia.
Meski begitu, Mamdani menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi antisemitisme di New York. Ia bahkan berjanji akan meningkatkan pendanaan untuk memerangi kejahatan kebencian jika terpilih.
Sementara itu, lawan politiknya, Andrew Cuomo, menggambarkan dirinya sebagai “pendukung Israel yang sangat antusias dan bangga akan hal itu.”
Dalam banyak hal, dinamika politik antara Mamdani dan tokoh Demokrat lainnya di New York mencerminkan tantangan yang juga dihadapi Partai Demokrat secara nasional, terutama menjelang pemilu mendatang. Konvensi Demokrat di New York pun diperkirakan akan menjadi barometer penting untuk melihat arah politik partai tersebut dalam menghadapi Donald Trump.
















