December 28, 2025
Lifestyle Travel & Leisure

Survei: 64 Persen Pelancong di Dunia Adalah Perempuan, Kenapa Makin Banyak Perempuan Suka ‘Solo Traveling’ hingga ‘Girls Trip’?

Tren perempuan solo traveling hingga girls trip makin meningkat, tapi faktor keamanan masih jadi pertimbangan.

  • December 28, 2025
  • 5 min read
  • 108 Views
Survei: 64 Persen Pelancong di Dunia Adalah Perempuan, Kenapa Makin Banyak Perempuan Suka ‘Solo Traveling’ hingga ‘Girls Trip’?

Dari dalam hingga luar negeri, pergi jalan-jalan sendiri alias solo traveling jadi cara Aurel (26) untuk melihat seberapa jauh dirinya bisa mengatasi tantangan, terutama di saat situasi genting.

“Pernah pas di Bali, gue salah lihat booking. Harusnya nginep di daerah A, tapi ternyata hotelnya di daerah B dan tanggalnya salah. Di situasi kayak gitu, gimana caranya gue bisa mencari jalan keluar sendiri, gimana manage biar gak panik,” cerita Aurel kepada Magdalene

Bagi Aurel, ada kepuasan sendiri saat memutuskan solo traveling, ia merasa berbagai hal lebih gampang diputuskan karena tak perlu banyak bernegosiasi dengan orang lain. Apalagi, katanya, enggak semua keluarga atau teman punya kesukaan dan selera yang sama dalam mencari pengalaman jalan-jalan. 

“Karena pergi sendirian itu kan jadinya kita enggak banyak negosiasi sama orang lain. Kita bener-bener ngandelin diri sendiri. Jadinya, ada proses refleksi dan jadi kayak lebih mengenal diri sendiri aja. Sejauh mana limit yang kita punya,” tambahnya. 

Alih-alih takut disebut tak punya teman karena pergi jalan-jalan sendiri, solo traveling justru jadi cara lain untuk Aurel memperluas dan memperkuat lingkar pertemanan di berbagai kota dan negara. 

“Kalau trip-nya bareng sama rombongan, mau gak mau jadi kenalan. Tapi, di situ sih serunya,” kata Aurel. 

Sama seperti Aurel, Kirana (35) juga punya hobi solo traveling sejak usianya masih dua puluhan. Dari wilayah pegunungan sampai laut-laut indah Indonesia, hampir semua sudah ia sambangi. Tapi, saat menginjak kepala tiga, Kirana justru lebih sering girls trip bersama teman-teman perempuannya. Walau menikmati masa-masa solo traveling yang bebas dan penuh tantangan, di usianya yang makin matang, Kirana merasa perlu lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman perempuannya. 

Menurutnya, berbagai perjalanan solo traveling membuatnya banyak berefleksi soal pentingnya menghargai berbagai hal yang bisa dirawat, termasuk salah satunya pertemanan perempuan yang sudah terjalin sejak ia SMA. 

“Mungkin karena di usia kepala tiga kita secara pemikiran tuh enggak lagi menggebu-gebu yaa. Jadinya yang penting kita spend time bareng. Sesimpel bisa rebahan bareng di tempat yang indah sambil ngobrol gitu,” kata Kirana. 

Baca juga: Sedang Tren, Apa Alasan Perempuan Senang ‘Solo Travelling’?

Tren Makin Naik, tapi Pertimbangan Keamanan Masih Tinggi

Aurel dan Kirana hanya dua contoh perempuan yang makin gandrung solo traveling dan girls trip. Secara global, tren melancong sendiri justru didominasi oleh perempuan. Survei 2025 agen perjalanan Inggris Brittany Ferries menunjukan bahwa 64 persen pelancong di dunia adalah perempuan, sedangkan laki-laki 36 persen. Peningkatan pelancong perempuan juga diikuti tren perusahaan wisata yang mengkhususkan paket perjalanan untuk perempuan sebesar 230 persen dalam beberapa tahun terakhir.  

Meski tren perempuan melakukan solo traveling dan girls trip terus meningkat, tapi tak sedikit juga yang punya pertimbangan besar soal keamanan. Survei yang dilakukan perusahaan perjalanan khusus perempuan Solo Female Travel menunjukkan 70 persen perempuan menunjukkan concern soal keamanan saat solo traveling maupun girls trip. Alasan keamanan itu juga yang membuat perempuan memilih paket khusus perjalanan untuk pelancong perempuan. 

Baca juga: Manfaat Traveling Sendirian: Temukan Kebebasan dan Dirimu yang Belum Pernah Kau Sentuh

Riset Mendalam Sampai Membagikan Live Location, Upaya Perempuan Tetap Aman 

Pertimbangan keamanan saat solo traveling itu juga diungkapkan Aurel dan Kirana. Aurel misalnya, menyiasati hal itu dengan riset panjang tentang negara maupun daerah yang ia tuju. 

Waktu di Manila sampai bawa pluit dan ganjelan pintu,” katanya. Keputusan itu dibuat karena walau penginapannya termasuk di daerah touristy, tapi dari review yang ia baca ternyata di sekitar wilayah itu juga dikenal sebagai “redline” yang rawan pencopetan. 

Sama seperti Aurel, saat melakukan solo traveling maupun girl trips, Kirana juga akan cari tahu tempat tujuan.  

Selain riset mendalam dan membawa alat jaga-jaga, Aurel dan Kirana juga memilih menggunakan aplikasi transportasi online. Mengingat di transportasi online mitranya sudah teridentifikasi lewat verifikasi muka dan plat kendaraan yang terdaftar. Memastikan kesesuaian dua hal tersebut jadi salah satu bentuk kewaspadaan. 

Saat sedang dalam perjalanan, Aurel dan Kirana juga kerap membagikan live location ke orang terdekat  atau teman satu kota saat sedang melakukan perjalanan ke daerah yang tak begitu dikenal. 

“Kalau lagi ke Jogja, gue akan share live location ke temen gue di Jogja. Kalau lagi ke Solo juga gitu. Nah, begitu pun pas keluar negeri, kalau emang ada temen di daerah itu, gue akan kontak dia dan ngabarin sambil share live location,” ujar Aurel. 

“Itu cara supaya ngerasa lebih aman. Live location sharing sekarang ini juga udah ada di aplikasi transportasi online kayak Gojek. Jadi bisa langsung dipantau sama temen kita udah di mana, jalan sama driver yang mana” tambah Kirana. 

Baca juga: Why Building Women-Friendly Cities Benefit All Genders

Riset soal moda transportasi memang tak kalah penting, kata Aurel. Salah satu aplikasi transportasi online di Indonesia misalnya, sudah mulai membuat fitur Tombol Darurat yang terhubung dengan Unit Darurat 24 Jam milik aplikator tersebut.

“Pastiin kita tahu cara pakai fitur ini, di mana tombolnya, gimana cara pakainya,” kata Aurel. 

Ada juga pilihan fitur asuransi tambahan yang bisa meminimalisir dampak kerugian akibat kendala tertentu saat di jalan. 

Banyak tips ini memang penting berguna buat para solo travelers dan girls trip-mu. Namun, menurut Aurel dan Kirana penting untuk sama-sama menyuarakan kesadaran membangun lingkungan yang aman, terutama bagi kelompok rentan.

Menurut mereka, memastikan semua lingkungan yang lebih aman tentunya harus dimulai dari keinginan pembuat kebijakan menciptakan tata ruang daerah yang aman bagi semua orang.

Selain berbagai inisiatif fitur dari pemberi layanan, menciptakan rasa aman di perjalanan juga bisa dimulai dengan keterlibatan semua pihak jadi active bystander yang tak diam saja saat pelecehan atau hal-hal tak diinginkan terjadi. 

Ilustrasi oleh Karina Tungari

About Author

Siti Parhani

Hani adalah seorang storyteller dan digital marketer. Terlepas dari pekerjaannya, Hani sebetulnya punya love-hate relationship dengan media sosial.