‘Body Awareness’: Langkah Sederhana Proteksi Pelecehan Seksual
Banyak yang mengabaikan pentingnya kesadaran penuh terhadap tubuh, termasuk hal yang dirasakan kelima indera, lokasi, serta kesadaran gerakan tubuh kita.
Beberapa bulan terakhir ini, pemberitaan mengenai pelecehan seksual yang terjadi di transportasi umum, khususnya di KRL atau commuter line, seringkali beredar di media sosial. Tulisan-tulisan tersebut berisi kronologi yang dilengkapi dengan foto-foto pelaku yang sepertinya adalah orang yang sama dan telah biasa melakukan pelecehan seksual di gerbong kereta pada waktu jam sibuk.
Pola kronologi cerita yang diunggah biasanya serupa: orang yang mengunggah tulisan tersebut menjadi target pelecehan seksual, namun ia sadar, menghindar, dan mencoba mengamati perilaku pelaku pelecehan seksual yang sedang mencari target lain.
Tulisan-tulisan tersebut biasanya menjadi viral, mendapatkan ribuan likes, komentar, dan dibagi ratusan kali. Kemudian menuai paranoia para perempuan pengguna KRL, termasuk saya. Komentar yang diberikan netizen mayoritas mengutuk si pelaku dan melakukan victim blaming; mengomentari baju yang dikenakan si penulis atau menyalahkan penulis yang tidak memutuskan untuk naik ke gerbong khusus perempuan.
Saya rasa, ada poin penting yang dilewatkan oleh netizen pada pembahasan fenomena pelecehan seksual ini, yaitu solusi. Dibandingkan dengan mengutuk pelaku yang sulit untuk dilaporkan ke petugas keamanan atau menyalahkan penulis yang sudah berpakaian sesuai dengan norma sosial di Indonesia, akan lebih baik jika kita mengedukasi diri dan mencari solusi terhadap fenomena ini.
Frotteuristic Disorder
Pada ungahan-unggahan tersebut dijelaskan bahwa pelaku pelecehan seksual, yang biasanya adalah laki-laki, menggesekkan alat kelaminnya ke bagian tubuh perempuan yang sedang berdiri di depannya. Pada pembahasan ilmu psikologi, perilaku tersebut termasuk ke dalam salah satu gangguan seksual yang disebut dengan frotteuristic disorder, yang ditandai dengan perilaku menyentuh atau menggesekkan alat kelamin ke bagian tubuh orang yang tidak dikenal dengan hasrat seksual.
Biasanya perilaku tersebut dilakukan di tempat yang ramai, seperti di transportasi umum atau trotoar, agar pelaku dapat dengan cepat melarikan diri atau ‘menghilang’ jika diketahui sedang melakukan pelecehan seksual. Orang yang memiliki frotteuristic disorder biasanya juga memilki gangguan seksual lain, seperti fethistic disorder, voyeuristic disorder, exhibitionist disorder, dan yang lainnya. Pelaku pelecehan seksual di gerbong KRL seringkali adalah orang yang sama, karena memang orang dengan frotteuristic disorder akan melakukan aksinya berkali-kali karena perilaku tersebut telah menjadi suatu kebiasaan.
Melatih Kepekaan Body Awareness
Terlepas dari fenomena pelecehan seksual, saya seringkali mengamati bahwa orang-orang di Indonesia mengabaikan pentingnya body awareness, yaitu kesadaran penuh terhadap tubuh, termasuk hal yang dirasakan kelima indera, lokasi, serta kesadaran gerakan tubuh kita. Saya termasuk individu yang merasa terganggu jika orang yang tidak saya kenal menyenggol atau menyentuh tubuh saya di tempat umum, baik disengaja atau tidak. Tidak jarang saya mengalami hal tersebut di pusat perbelanjaan dan sepertinya menyenggol orang yang tidak dikenal menjadi hal yang dimaklumi di Indonesia, walaupun sebenarnya hal tersebut bisa mengarah ke pelecehan seksual.
Padahal, dengan menyadari sepenuhnya apa yang dirasakan seluruh anggota tubuh, kita tidak hanya dapat terhindar dari pelecehan seksual, namun juga tindak kejahatan lainnya. Body awareness dapat dilatih dengan menyadari ruang personal, yaitu jarak personal kita dengan orang-orang di sekitar kita. Ingat bahwa ruang personal penting agar kita dapat waspada dan menyadari situasi di sekitar kita, seperti orang-orang di tempat yang sama, lokasi pintu keluar terdekat, atau posisi tubuh serta lokasi seperti apa yang sekiranya aman dan nyaman untuk tubuh kita.
Pada fenomena pelecehan seksual di KRL, seringkali target pelaku selanjutnya tidak menyadari apa yang dilakukan oleh pelaku atau bahkan memilih untuk diam karena tidak ada ruang lagi untuk bergerak. Maka, jika berada dalam gerbong kereta yang padat, mulailah menyadari posisi orang lain serta ruang di sekitar Anda. Jika harus berdiri, pilih posisi di mana bagian belakang tubuh Anda menghadap ke barisan orang-orang yang duduk, karena biasanya pelaku mengincar bagian belakang tubuh targetnya. Memilih posisi berdiri yang berdekatan dengan gender yang sama juga akan meminimalisir kemungkinan terjadinya pelecehan seksual. Terus amati situasi di sekitar Anda setiap kereta berhenti di stasiun-stasiun berikutnya, berpindahlah ke ruang yang lebih kosong dimana ruang personal Anda aman.
Pada dasarnya, langkah sederhana untuk menghindari diri dari pelecehan seksual atau tindak kejahatan dapat dimulai dari kepekaan diri sendiri. Pelaku kejahatan biasanya mengincar orang-orang yang tidak waspada dan tidak peka, termasuk pelaku pelecehan seksual yang menyadari adanya kesempatan sebelum kita dapat mengidentifikasinya. At the end of the day, please remember that being observant is the only way to survive.
Ilustrasi oleh Florinda Pamungkasputri.