Ketika Cinta Mencintai Rangga Secara Feminis
Film 'Ada Apa Dengan Cinta?' dan sekuelnya menggambarkan kisah cinta dengan aspek feminisme dimana hubungan perempuan dan laki-laki sederajat.
Sudahkah anda menonton Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2)? Sekuel dari film fenomenal tahun 2002 ini muncul dan lagi menjadi perbincangan hangat di dunia perfilman Indonesia.
Bayangkan, digempur oleh film Captain America, AADC2 telah berhasil meraih lebih dari satu juta penonton. Namun, menariknya film ini mungkin bukan hanya sekedar film drama percintaan, ada sesuatu yang diam-diam dinikmati oleh penonton Indonesia, yaitu, kisah percintaan yang diangkat dari sudut pandang berbeda daripada film drama lainnya.
Film drama percintaan umumnya selalu berkisar tentang jatuh cinta yang tidak disengaja atau kisah seorang laki-laki mengejar seorang perempuannya. Adegannya sering dibuat dengan sang perempuan yangcantik dan laki-laki jatuh hati pada pandangan pertama. Dalam film AADC, kisah picisan seperti itu tidak ditemukan secara gamblang. AADC memilih cara yang feminis untuk perihal cinta.
Dalam film pertamanya, Rangga tidak jatuh hati pada Cinta semata-mata karena kecantikan. Sang produser, Mira Lesmana ingin menunjukan bahwa jatuh cinta tidak selalu berhubungan dengan subyek dan obyek, yaitu subjek pria dan perempuan selalu menjadi objek. Perempuan cantik, seksi, dan popular tidak membuat Rangga begitu saja jatuh hati pada Cinta. Singkatnya, kisah roman Cinta dan Rangga adalah sebuah kisah roman yang seimbang.
Saya jadi ingat dengan film peraih Oscar yaitu Crouching Tiger Hidden Dragon. Besutan sutradara Ang Lee ini juga mengambil sudut pandang yang berbeda untuk penokohan perempuan, Yu Shu Lien. Mayoritas film bela diri menceritakan tokoh pria yang jago kungfu menyelamatkan tokoh perempuan dari penculikan si antagonis. Sampai Ang Lee mendobrak tradisi cerita itu di film Crouching Tiger Hidden Dragon.
Sang jagoan, Li Mu Bai, merasa sebagai laki-laki yang harus menjaga perempuan yang dicintainya, namun ia lupa bahwa Yu Shu Lien adalah perempuan yang kuat, tangguh, dan mampu menjaga diri. Film ini memberikan pesan, perempuan bukan manusia lemah yang harus dijaga karena mereka bisa menjaga diri mereka sendiri selama diberi kesempatan untuk menjadi sederajat dengan pria.
Kembali ke percintaan Rangga dan Cinta. Dalam film pertama AADC, karakter keduanya digambarkan keras kepala, dengan cara pandang yang sama kuat. Tidak ditemukan sisi lemah Cinta yang harus dilindungi Rangga.
Makanya, tidak heran, justru Cinta yang mengejar Rangga sampai bandara. Mengejar cinta yang belum terluapkan dalam film, adegan mengejar ke bandara adalah adegan favorit para pembuat film drama romantis. Bedanya dalam AADC, yang mengejar adalah sang perempuan dan sang laki-laki ditampilkan resah menanti-nanti datang kekasih di bandara. Keresahan yang bertolak belakang dengan sosok Rangga di awal kisah yang dingin dan cuek.
Kejelian ini menunjukan, laki-laki pun bisa lemah jika soal perasaan dan perempuan bisa berjuang juga untuk perasaan. Tidak selalu perempuan dituntut lemah dan mengalah jika soal perasaan.
Lalu, bagaimana dengan AADC2?
Photo: Miles Film
Sama saja. Saya melihat kisah yang dibangun AADC2 tidak berbeda jauh dengan pertamanya. Rangga yang telah lama tinggal di New York justru bergejolak pada sisi maskulinnya. Hidup dalam keterbatasan di New York dan kuliah yang berantakan membuat Rangga enggan melanjutkan percintaannya dengan Cinta.
Sebaliknya, Cinta sukses dengan memiliki galeri seni dan bertunangan dengan pria sangat mapan. Sebelum lanjut, saya menghormati yang berniat untuk nonton film ini namun belum sempat, sehingga jika tidak nyaman lantaran takut spoiler, boleh berhenti baca sampai di sini.
AADC2 kembali lagi menunjukan kisah percintaan yang seimbang. Bisa dikatakan kisah Cinta yang mencintai Rangga adalah dengan segala aspek feminisme. Perempuan bukanlah obyek yang harus dikejar atau harus dipelihara.
Makanya, ada adegan di mana Rangga menjelaskan segala alasan mengapa ia memutuskan Cinta karena pesan dari ayahnya Cinta. Rangga pun ditampar oleh Cinta. Mengapa ditampar? Saya menerka, sang produser ingin memberikan pesan bahwa tidak selalu perempuan itu minta disuapi. Minta untuk dipelihara. Minta untuk diperjuangkan kebahagiaannya. Perempuan bukan makhluk yang lemah sehingga laki-laki harus menjadi hebat dulu baru pantas mendapatkan perempuan.
Beberapa adegan menunjukan Rangga yang minder namun bersembunyi dengan cara sinis terhadap Cinta dan disambut dengan kemarahan Cinta. Dalam situasi seperti ini, Rangga mencoba memperbaiki situasi agar perdamaian mereka tetap terjadi. Seakan ingin menunjukan bahwa pria harus mampu menghormati kedudukan perempuan yang sudah tidak ingin lagi hidup dibayang-bayang laki-laki.
Cinta ingin memiliki hubungan yang sederajat. Kisah romantis yang dibentuk bersama bukan menunggu sang laki-laki yang mencari cara agar hubungan indah. Cinta tidak ingin Rangga memetik bunga di kebun lalu diberikan padanya, melainkan Cinta ingin bersama-sama dengan Rangga ke kebun lalu memetik bunga bersama-sama.
Sayangnya, dalam kehidupan nyata, kisah Rangga dan Cinta masih terjebak pada kultur yang masih kuat. Mungkin terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa sebuah film seperti AADC2 mampu mengubah keadaan di Indonesia terhadap isu feminisme.
Namun, entah mengapa saya memiliki harapan kelak kisah romantisme Cinta dan Rangga adalah sebuah inspirasi bagi pria-pria di Indonesia untuk membuka hati bahwa perempuan Indonesia pun mampu berjuang dengan caranya sendiri.
Noel bercita-cita menjadi pastor dan sekarang terjebak dalam industri kreatif di Indonesia.