Screen Raves

5 Cara ‘The Chair’ Angkat Isu Perempuan

Serial terbaru Netflix, ‘The Chair’, mengangkat sejumlah isu perempuan, dari seksisme sampai glass cliff.

Avatar
  • August 26, 2021
  • 5 min read
  • 1208 Views
5 Cara ‘The Chair’ Angkat Isu Perempuan

Apa pun peran yang Sandra Oh mainkan, ia selalu bisa mencuri perhatian. Mulai dari perempuan yang dikhianati dalam Sideways (2004) dengan adegan memuaskan waktu dia memukuli pacarnya dengan helm, dokter bedah brilian dalam serial Greys Anatomy (2005-2010) yang melambungkan namanya, dan agen mata-mata MI5 dalam serial Killing Eve (2018- ).

Bukan cuma rambut ikal mengembang nan indahnya saja yang membuatnya menonjol, tapi juga kemampuan aktingnya yang mumpuni, energi luar biasa, dan kepribadian yang menyenangkan. Dalam tahap ini, kelihatannya Oh mampu mengangkat film apa pun yang ada dia di dalamnya menjadi layak atau lebih layak tonton.

 

 

Hal ini berlaku juga pada The Chair, serial terbaru Netflix yang menyoroti posisi perempuan di dunia akademis. Oh berperan sebagai Dr. Ji-Yoon Kim, yang ditunjuk untuk mengepalai Departemen Sastra Inggris di Pembroke University. Posisinya itu merupakan yang pertama kali diberikan kepada seorang perempuan dan orang kulit berwarna.

Pembroke cuma universitas rekaan, tapi kisah-kisah di dalamnya mencerminkan banyak kenyataan, walaupun dibuat sebagai komedi satire. Dari mulai situasi klasik soal hierarki di dunia akademis sampai isu kekinian seperti cancel culture dibahas di sini. Terkadang terasa begitu ambisius karena banyak isu dimampatkan dalam enam episode yang panjangnya cuma 30 menit setiap episode.

Baca juga: Belajar Soal Ketangguhan Perempuan dari ‘Selena: The Series’

Untungnya, para penulis cukup andal jadi jalan cerita tidak terasa ngos-ngosan, walaupun akan lebih menarik kalau isu-isu tersebut dibahas lebih panjang dan dalam. Untungnya lagi tentunya karena ada Oh, serta aktor-aktor bersinar lainnya seperti Jay Duplass, Bob Balapan, dan Holland Taylor.

Serial terbaru Netflix, The Chair, juga menyoroti sejumlah isu yang dihadapi perempuan pekerja, seperti dibahas berikut ini.

  1. Persoalan Glass Ceiling dan Glass Cliff

Ketika Dr. Ji-Yoon Kim diangkat menjadi kepala departemen Sastra Inggris, dia seperti telah mendobrak langit-langit kaca atau glass ceiling yang menghambatnya untuk naik ke posisi puncak. Departemen tersebut didominasi oleh laki-laki kulit putih, beberapa sudah lansia, dan posisi kepala selalu diberikan pada mereka.

Namun, Ji-Yoon punya pekerjaan rumah yang sulit, karena dia harus memecat tiga profesor lansia karena rendahnya tingkat pendaftaran mahasiswa baru. Ia juga harus mengupayakan peningkatan jumlah mahasiswa, salah satunya dengan merekrut selebritas.

Situasi ini dalam dunia kerja disebut glass cliff, di mana seorang perempuan atau anggota kelompok minoritas (dalam hal ini dua-duanya) naik ke posisi kepemimpinan di tengah kondisi yang sulit dan menantang, sehingga risiko kegagalan sangat besar.

Hal ini dikatakan dengan jelas oleh Ji-Yoon: “I don’t feel like I inherited an English department. I feel like someone handed me a ticking time bomb because they wanted to make sure a woman was holding it when it explodes.”

Baca juga: 6 Pelajaran dari Serial Netflix ‘Workin’ Moms’

  1. Interseksionalitas Masalah Perempuan

Seksisme bukan satu-satunya diskriminasi yang dihadapi oleh Ji-Yoon, juga kolega-koleganya sesama perempuan. Mereka juga berhadapan dengan masalah rasialisme, elitisme, dan juga diskriminasi usia alias ageism, yang berkelindan atau tumpang tindih satu sama lain.

Dr. Yasmin McKay (Nana Mensah), seorang dosen muda berkulit hitam, misalnya, harus berjuang mendapatkan tenure dengan mendekati profesor-profesor laki-laki kulit putih, yang salah satunya merendahkan cara mengajarnya yang sebetulnya lebih progresif. McKay juga mesti bersaing dengan aktor David Duchovny (yang memerankan dirinya sendiri) karena dia dianggap punya star power untuk menarik lebih banyak mahasiswa baru.

  1. Pekerjaan Stereotip Perempuan

sumber: netflix
Sumber: Netflix

 

Sampai saat ini, banyak perempuan ditugaskan ke pekerjaan-pekerjaan di belakang meja karena dianggap lebih baik dalam menjalankannya dibandingkan laki-laki. Stereotip semacam ini merugikan karena menghalangi perempuan untuk melakukan beragam bentuk pekerjaan.

Dalam serial terbaru Netflix, The Chair, hal ini digambarkan lewat dosen perempuan senior, Dr. Joan Hambling (Holland Taylor, yang juga selalu bersinar di film apa pun). Ia tidak dapat mendapatkan gelar profesor secara penuh karena risetnya selalu saja terganggu tugas-tugas administratif departemen.

  1. Kesulitan Ibu Tunggal yang Bekerja

Sumber: Netflix

 

Serial terbaru Netflix, The Chair, juga menyoroti perjuangan ibu yang bekerja di luar rumah. Ji-yoon harus bergulat dengan perannya sebagai kepala departemen, dosen, dan juga ibu tunggal bagi anak perempuannya, Ju Ju. Bagaimana ia kepayahan karena tidak dapat menemukan pengasuh, dan terpaksa mengandalkan ayahnya yang menolak berbicara dalam bahasa selain Korea.

Menarik juga bagaimana serial ini membahas kompleksitas adopsi multikultural, di mana Ji-yoon yang keturunan Korea mengadopsi Ju Ju dari Meksiko. Bisik-bisik para kerabat Ji-yoon yang mempertanyakan keputusan itu juga mengungkapkan bagaimana perempuan lajang tidak bisa mengangkat anak di Korea Selatan.

Baca juga: 6 Serial Netflix Terbaik dengan Tema Perempuan Di Dunia Kerja

  1. Lean In atau Lean Out?

*Peringatan spoiler*

Petinggi Facebook, Sheryl Sandberg, melejitkan istilah Lean In, yang bisa diartikan secara aktif menerima tantangan untuk menaikkan karier. Ia pada intinya mendorong perempuan untuk lebih proaktif di tempat kerja, sesuatu yang sebetulnya sangat sulit dilakukan karena ada kendala-kendala seperti glass ceiling dan sticky floor effect.

The Chair lebih realistis dalam mempresentasikan isu ini. Jin-yoo pada akhirnya harus melepaskan jabatannya sebagai kepala departemen. McKay juga lebih memilih untuk pindah ke universitas lain daripada harus menabrak tembok terus menerus.

You are going to be the first tenured Black woman in this department,” kata Jin-yoong, menyayangkan keputusan McKay.

That’s why I’m leaving,” jawab McKay dengan tenang.

Memecahkan langit-langit kaca dan menghancurkan tebing kaca mungkin hal yang terhormat dan membanggakan. Namun pada akhirnya, perempuan juga harus mementingkan kesehatan dan kewarasan diri meski artinya perjuangan akan menjadi lebih panjang.



#waveforequality


Avatar
About Author

Injagi Jigana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *