Politics & Society

Menyoal Budaya Titip-Menitip

Kebiasaan titip-menitip kepada orang yang berpergian tidak melulu buruk, hanya seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan unsur kesopanan dan kewajaran.

Avatar
  • March 23, 2017
  • 2 min read
  • 803 Views
Menyoal Budaya Titip-Menitip

Mengawali 2017, saya melakukan perjalanan ke luar negeri dalam rangka mengunjungi keluarga. Perjalanan ini saya biayai dengan uang sendiri, yang telah saya kumpulkan selama beberapa bulan untuk menunjang kehidupan saya di negara tujuan.
 
“Titip _____ dong,” ujar beberapa teman saya seusai bertanya berapa lama saya akan tinggal di negara tersebut.
 
Saya rasa kalimat itu sudah tak asing lagi kita dengar, seolah-olah menitip atau meminta dibelikan barang kepada orang yang berpergian merupakan sebuah kewajaran. Tak jarang keluarga dan teman-teman saya mengeluh karena dihujani permintaan titip-menitip layaknya Sinterklaas.
 
Pernah suatu ketika, saya mengunjungi teman yang sedang mengenyam pendidikan di luar negeri. Mengetahui hal tersebut, tanpa berbasa-basi seorang kenalan mendatangi saya jauh-jauh dari luar kota demi menitipkan barang pada teman dekat saya yang tinggal di Tanah Air.
 
“Udah kayak kurir aja lo,” kata teman saya.
 
Saya sempat kaget mendengar ucapan itu, tetapi kemudian saya pikir, benar juga ucapan teman saya itu.
 
Kebiasaan titip-menitip kepada orang yang berpergian menurut saya tidak melulu menjadi hal yang buruk jika dilakukan berdasarkan etika sopan santun dan kewajaran. Namun tak jarang, permintaan titip-menitip ini dilakukan dengan cara-cara kurang pantas.  Mungkin kini tak aneh lagi jika seorang kenalan menyapa di jejaring sosial hanya untuk menitip dibelikan barang, atau meminta kita untuk menyempatkan waktu mampir ke sebuah toko untuk menanyakan harga sebuah barang yang mereka inginkan.
 
Memang, berbuat baik kepada orang lain tanpa pamrih sangat dijunjung tinggi di masyarakat kita. Dengan sudut pandang ini, tentu tidak mudah untuk menolak mentah-mentah permintaan titip-menitip yang berdatangan. Keadaan ini tentunya dilematis bagi sebagian orang yang sulit mengatakan ‘tidak’ , termasuk saya. Namun demikian, berbuat baik bukan berarti menuruti keinginan orang lain atau mendahului kebutuhan orang lain. Sebaliknya, memanfaatkan kebaikan orang lain adalah hal yang kita ketahui sebagai perbuatan tercela.
 
Tentu tidak pantas, apabila kita menitip barang secara spesifik kepada seorang kenalan yang sedang backpacking. Agak tidak elok jika kita menitip branded goods kepada teman yang berpergian dengan tight budget. Tidak pada tempatnya apabila kita menitip barang dengan jumlah yang banyak tanpa memikirkan banyaknya barang bawaan yang harus ditanggung oleh orang tersebut.
 
Apakah benar-benar sulit untuk membatasi keinginan kita yang berpotensi merepotkan orang lain? Saya yakin, jawabannya ‘tidak’. Singkat kata, ada baiknya kita memposisikan diri kita sebelum titip-menitip barang kepada siapa saja yang sedang travelling
 
A. Anugrah adalah seorang sarjana dari Universitas Padjadjaran yang masih mencoba memperjuangkan karirnya di bidang seni. 



#waveforequality


Avatar
About Author

A. Anugrah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *