Lifestyle

‘Hoarding Disorder’: Kebiasaan Timbun Banyak Barang Enggak Guna

Berkebalikan dengan ‘the old’ Marie Kondo yang suka meringkas dan merapikan barang, orang dengan ‘hoarding disorder’ justru menyimpan semua barang tanpa dibuang.

Avatar
  • October 18, 2023
  • 4 min read
  • 959 Views
‘Hoarding Disorder’: Kebiasaan Timbun Banyak Barang Enggak Guna

Beberapa waktu lalu, dunia maya dihebohkan dengan video viral kamar kos yang dipenuhi berbagai barang, sampah, dan digenangi oleh air. Dilansir dari CNN Indonesia, awalnya pemilik kos dan beberapa orang mencoba menelusuri asal genangan air yang memenuhi koridor kos. Ternyata itu berasal dari kamar tersebut. Menurut induk semang, penghuni kamar itu memang biasanya tak pernah membuka pintu kamar dan enggak membiarkan siapa pun masuk.

Perbincangan mengenai video ini pun mencuat di media sosial. Sebagian komentar dari netizen mengaitkannya dengan hoarding disorder. Menurut National Health Service United Kingdom (NHS UK), hoarding disorder berarti keadaan di mana seseorang menyimpan dan menimbun barang dengan jumlah sangat banyak di dalam ruangan. Barang-barang ini bisa memiliki nilai atau enggak sama sekali.

 

 

Hoarding disorder sendiri berbeda dengan mengoleksi barang. Sebab, jamaknya, kolektor akan menyimpan koleksinya dengan banyak, sehingga lebih mudah diakses. Sementara, hoarding disorder cenderung melibatkan penimbunan tak terorganisasi, memakan banyak ruang, dan sebagian besar barang tak dapat diakses.

Jawatan Kesehatan Nasional Inggris (NHS UK) mengatakan beberapa orang mungkin menyadari mempunyai masalah hoarding disorder. Namun, mereka enggan mencari bantuan karena merasa malu, terhina, dan bersalah. Padahal penting sekali mendorong mereka dalam mencari bantuan. Jika kesulitan dalam membuang benda dibiarkan, itu tak hanya menyebabkan kesepian dan masalah kesehatan mental tapi juga menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.

Baca juga: Apa itu ‘Slow Living’, Gaya Hidup yang Viral di Media Sosial

Penyebab Hoarding Disorder

Cleveland Clinic dari Amerika Serikat bilang, hingga sekarang para peneliti belum bisa mengetahui penyebab pasti dari hoarding disorder. Biasanya seseorang mulai mengalaminya di umur 11 sampai 15 tahun, dan cenderung memburuk ketika bertambah usia.

Gangguannya mungkin muncul sendiri atau bagian dari kondisi lain. Kondisi kesehatan mental yang paling sering dikaitkan dengan hoarding disorder meliputi obsessive-compulsive personality disorder (OCPD), obsessive-compulsive disorder (OCD), attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) dan depresi.

Para peneliti juga mengidentifikasi risiko lain terkait gangguan ini yang lebih memungkinkan mengalami kondisi tersebut:

1.  Memiliki kerabat atau orang terdekat yang menderita hoarding disorder,

2.  Kerusakan otak,

3.  Suatu peristiwa kehidupan yang traumatis,

4.  Kebiasaan membeli impulsif,

5.  Ketidakmampuan untuk melewati barang gratis, seperti kupon dan pamflet,

6.  Gangguan penggunaan narkoba atau gangguan penggunaan alkohol, dan

7.  Sindrom Prader-Willi–kelainan genetik yang memicu gangguan fisik dan mental.

Baca juga: Pro Kontra Bincangkan Kesehatan Mental di Platform Digital dan Media Sosial

Tanda atau Gejala Hoarding Disorder

NHS UK juga membagi tanda dan gejala yang dimiliki seseorang dengan hoarding disorder sebagai berikut:

1.  Menyimpan atau mengumpulkan barang-barang yang mungkin memiliki sedikit atau tak bernilai, seperti junk mails, carrier bags, atau yang ingin mereka gunakan kembali atau perbaiki.

2.  Merasa sulit untuk mengategorikan atau mengatur banyak item.

3.  Mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, berjuang untuk mengelola tugas sehari-hari. Seperti memasak, membersihkan, dan membayar tagihan.

4.  Menjadi sangat terikat pada barang, lalu tak membiarkan siapa pun untuk menyentuh atau meminjamnya.

5.  Memiliki hubungan yang buruk dengan keluarga atau teman.

Adapun barang-barang yang sering menjadi objek dari hoarding disorder adalah koran, majalah, buku, baju, selebaran, termasuk junk mails, tagihan, dan kuitansi. Wadah plastik dan kotak kardus juga masuk dalam kategorinya. Bahkan ada orang menimbun hewan, yang tak mungkin dapat mereka rawat dengan baik.

Baru-baru ini, penimbunan data menjadi lebih umum. Di sinilah seseorang menyimpan sejumlah besar data elektronik dan email yang enggak untuk mereka hapus.

Baca juga: Apa itu ‘Obsessive Compulsive Disorder’ dan Cara Atasinya

Apa yang Bisa Dilakukan?

Jika menurutmu ada anggota keluarga atau orang terdekat yang mengidap hoarding disorder, cobalah untuk bujuk mereka untuk ikut bersama menemui ahlinya. Ini mungkin tak mudah, karena seseorang yang menimbun tak merasa membutuhkan bantuan.

Mayo Clinic mengungkapkan, jika pengobatan yang dilakukan akan sangat menantang, namun bisa jadi efektif jika mereka berupaya mempelajari keterampilan baru.

Biasanya karena penimbunan barang atau hewan itu telah memberikan kenyamanan. Jika hal tersebut dirampas, orang itu akan bereaksi frustasi dan marah. Mungkin mereka akan menimbun lebih banyak.

Berusahalah lebih peka terhadap masalah ini dan yakinkan kekhawatiranmu untuk kebaikan kesehatan dan kesejahteraan mereka.

Perawatan utama untuk hoarding disorder adalah cognitive behavioral therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif, sebuah pendekatan terapi berbasis keterampilan. Kamu akan belajar cara mengelola keyakinan dan perilaku terkait dengan menjaga kekacauan agar lebih baik.

Penyedia layanan kesehatan mungkin akan meresepkan obat-obatan, terutama jika kamu mengalami kecemasan atau depresi yang disertai dengan hoarding disorder

Ilustrasi oleh Karina Tungari.



#waveforequality


Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *