‘Tiga Hari Tak Ada Kabar dari Anak Saya’: Kisah Korban Banjir Sumatera
Sejak (24/11), hujan deras mengguyur Desa Palakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Akses jalan dan jembatan tertutup, listrik dan sinyal internet padam, sementara rumah-rumah roboh dan hanyut. Warga di sejumlah dusun terjebak tanpa bantuan, meninggalkan desa di ambang kolaps.
Palakan bukan satu-satunya wilayah yang ditelan dampak bencana ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat banjir dan longsor meluas ke 15 kabupaten atau kota di Sumatera Utara. Per (27/11), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Medan melaporkan 88 orang hilang, 81 luka-luka, 1.168 warga mengungsi, dan 43 meninggal dunia. Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Sibolga termasuk daerah yang terisolasi parah.
Kepala Basarnas, Marsekal TNI Muhammad Syafi’i, menjelaskan jalur darat lumpuh total. “Saat ini jalur darat dari beberapa titik masih terputus, sehingga kita mengerahkan dengan fasilitas jalur laut,” ujarnya pada rapat koordinasi bersama Menteri Pratikno, (27/11), dilansir dari TVRI.

Baca Juga: Di Balik Banjir Bali, Ada Kerentanan Perempuan yang Jarang Dibicarakan
“Tiga Hari Tak Ada Kabar Anak Saya”
Di tengah lumpuhnya komunikasi, keluarga hanya bisa menunggu kabar. Sugito, 59, salah satunya. Ia kehilangan kontak anak bungsunya, Ata Amrullah, 21, yang pulang dari Banda Aceh menuju Medan dengan bus lintas Sumatera.
Saat dihubungi Magdalene pada (28/11), Sugito dan istrinya, Samsidhar, masih merasa sedih. Ia mengulang hari terakhir saat masih bisa memantau perjalanan anaknya.
“Dia rindu kampung dan mau jumpai ibunya. Kami kirimkan uang untuk beli tiket Bis Kurnia. Dia naik dari Banda Aceh malam Rabu, kira-kira pukul delapan.”
Sugito berangkat dari Serdang Bedagai sejak pukul setengah empat pagi demi menjemput anaknya. “Biasanya seperti itu, kalau keluarga datang dari Aceh. Saya sampai di loket Kurnia jam enam pagi. Saya tunggu-tunggu sampai jam sepuluh, tidak kunjung datang juga bis dari Aceh.”
Ia lalu melihat unggahan Facebook yang menampilkan banjir parah di sepanjang jalur Lokseumawe hingga Langsa. “Anak saya sempat kontak sekali atau dua kali sama ibunya, tapi putus waktu di Langsa. Tidak bisa jalan, macet total. Sepanjang jalan banjir, kata dia, hampir dua meter.”
Sugito menunggu di Medan hingga malam. “Saya tunggu sampai Magrib, sampai Isya, sampai jam dua belas malam. Tidak ada datang. Hujan deras, angin, gelap,” katanya. Kurnia menyarankannya tidak tidur di mobil karena kondisi Medan rawan malam itu.
Ia terlunta-lunta mencari penginapan yang penuh, hingga seorang kerabat yang melihat unggahannya meminta ia datang ke Sunggal, Medan. “Saya sampai rumah kerabat jam dua malam. Medan banjir semua sampai dua meter, tiga meter. Syukurnya rumah itu agak tinggi.”
Sugito terus merasa cemas. “Dia anak terakhir. Harta terakhir kami,” ucapnya.
“Dia sempat bilang soal makanan yang enggak ada di sana,” kenangnya.
Hingga komentar terakhir, kontak dengan sang anak putus sepenuhnya. “Sampai sekarang pun pihak bus juga belum tahu pasti. Saya habis Jumat ini mau turun lagi ke loket bus, mau ngecek apakah ada perkembangan.”

Baca Juga: Banjir Saat Pagerwesi dan Beban Adat Perempuan Bali
Kelaparan, Rumah Hanyut, Orang Hilang
Di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, situasinya tak jauh berbeda. Wawan Syafi’i kehilangan kakaknya. Rumah kakaknya di Dusun 8, Desa Batu Melenggang, hanyut terseret arus.
“Enggak ada yang bisa diselamatkan. Air sangat deras. Kondisi darurat, belum ada makan,” ujarnya kepada Magdalene, (28/11).
Magdalene menghubungi empat warga dari Medan, Tapanuli, hingga Aceh tapi hanya dua orang, Wawan dan Sugito yang merespons. Mereka semua panik mencari anggota keluarga yang hilang, terjebak lumpur, atau tersebar di pengungsian darurat yang belum terdata.
Hingga hari ini (29/11), Presiden Prabowo belum menetapkan status darurat nasional bencana Sumatera. Padahal sehari sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak percepatan penetapan status bencana nasional untuk memobilisasi pasukan, logistik, dan sumber daya tambahan.
Baca Juga: #RaporMerahPemerintah: Jual Kecap Prabowo di Isu Lingkungan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menjelaskan kepada IDN Times, penanganan bencana banjir bandang dan longsor di tiga provinsi itu masih bisa ditangani dengan status darurat daerah. “Jadi sekarang sudah masing-masing daerah sudah menetapkan ini. Dan itu sudah menjadi dasar bagi kami untuk melakukan tindakan sesuai Undang-Undang Kebencanaan,” ungkapnya dalam jumpa pers di Kantor BNPB, Jakarta Timur, (27/11).
Masalahnya nasib warga tak bisa menunggu. Orang-orang seperti Sugito dan Wawan butuh kepastian di mana anggota keluarganya berada.
“Bagaimana ini ya Pak? Kami cuma berharap anak saya pulang,” pungkas Sugito kepada Magdalene.
















