December 5, 2025
Issues Politics & Society

Khawatir Tak Bisa Pulang, Komisi I DPR Kebut Rapat RUU Penyiaran

Alih-alih merespons massa aksi di luar, beberapa anggota DPR malah kebut rapat dengar pendapat soal RUU Penyiaran.

  • August 25, 2025
  • 2 min read
  • 4830 Views
Khawatir Tak Bisa Pulang, Komisi I DPR Kebut Rapat RUU Penyiaran

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) kejar tayang merampungkan rapat dengar pendapat umum terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Dari tayangan langsung yang disiarkan di Youtube TVR Parlemen (25/8), Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, terlihat mempercepat jalannya pertemuan. Dave berdalih hal ini dilakukan lantaran kondisi di luar gedung DPR sangat tidak kondusif. Riuhnya aksi masyarakat membuat mereka harus khawatir kesulitan mencari jalan pulang, kata Dave.

“Nah ini mengingat situasi terus bergulir di luar, kami mengkhawatirkan, kalau terlalu lama, sulit gitu untuk keluar dari gedung parlemen.”

Sayangnya, percepatan waktu rapat dengar pendapat umum ini berdampak pada durasi diskusi yang singkat. Dari Youtube TVR Parlemen dapat terlihat bahwa rapat ini hanya dilangsungkan selama 30 menit. Padahal, rapat dengar pendapat umum biasanya dilangsungkan lebih dari 3 jam. Seperti rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR RI dengan Direktur Utama Kereta Api Indonesia (KAI) yang disiarkan di kanal Youtube yang sama (20/8), misalnya. Pertemuan tersebut bahkan memakan waktu hingga 3 jam 29 menit. 

Pertemuan yang singkat ini pun membuat beberapa perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), serta Koordinator Komite Nasional Pengendalian Tembakau, perlu menulis aspirasi tambahan mereka via teks. Hal ini disampaikan langsung oleh Dave, ketika menutup jalannya rapat. “Jadi bilamana ada pendalaman atau pertanyaan, tolong disampaikan tertulis aja ya supaya para narasumber ini bisa menjawab,” tambahnya. 

Sebelumnya, RUU Penyiaran sendiri telah menerima banyak kritik dari pakar hingga masyarakat. Dalam liputan Magdalene pada 2024 lalu, beberapa pasal di RUU Penyiaran ditemukan bermasalah bahkan mengancam kebebasan pers. Revisi UU kali ini juga dinilai diskriminatif pada kelompok minoritas gender, khususnya di ruang digital. Hal ini disampaikan oleh Nenden S. Arum, Direktur SAFEnet pada 2024 lalu. 

“RUU ini melihat adanya kemunculan media baru sebagai ancaman keamanan nasional. Padahal, ini adalah wadah untuk kelompok marginal menyampaikan ekspresinya di ranah digital. Jangan-jangan ini bukan menjadi RUU Penyiaran, tetapi RUU Penyensoran,” jelas Nenden, 21 Mei 2024.

About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah lulusan Psikologi dan Kajian Gender UI yang punya ketertarikan pada isu gender dan kesehatan mental. Suka ngopi terutama iced coffee latte (tanpa gula).