Issues Politics & Society

Rakyat Rawat Kemarahan, Aparat Rawat Kekerasan: Rangkuman Brutalitas di Demo Tolak UU TNI 

Di demo Jakarta minggu ini, aparat menyusupkan intel berpakaian sipil. Lalu mengintimidasi tenaga medis yang bermaksud memberi pertolongan kepada demonstran.

Avatar
  • March 29, 2025
  • 5 min read
  • 1737 Views
Rakyat Rawat Kemarahan, Aparat Rawat Kekerasan: Rangkuman Brutalitas di Demo Tolak UU TNI 

Sejak disahkannya UU Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), gelombang protes terus mengalir. Dari Malang, Karawang, Surabaya, hingga Jakarta, masyarakat sipil tak henti-hentinya turun ke jalan. Mereka kompak menuntut pencabutan UU yang dianggap memperluas kekuasaan militer dalam ranah sosial dan politik.  

Aksi demonstrasi ini sudah berlangsung selama seminggu lamanya. Sebagai jurnalis, saya tak absen meliput ketegangan aksi, khususnya yang terjadi di depan gedung DPR, Jakarta. Ada pemandangan yang sama kala aksi pertama, sesaat setelah pengesahan UU TNI, maupun aksi susulan seminggu berselang: Tampak jelas kemarahan massa kepada DPR, aparat keamanan, dan pemerintah. 

 

Apa pun yang demonstran pegang—entah batu, botol, atau benda lain—langsung dilemparkan ke arah gedung DPR dan aparat. Inilah yang barangkali jadi puncak kemarahan ketika suara rakyat tak didengar. Di sisi lain, aparat tidak tinggal diam. Mereka membalas dengan tembakan water cannon yang diarahkan ke massa, semakin memperburuk ketegangan yang sudah memuncak. 

Baca Juga : Nak, Kamu Boleh Jadi Apa Pun Asal Jangan Tentara 

Gelombang Kemarahan 

Dandi, pelajar asal Tanjung Priok, datang ke aksi bersama temannya Soleh. Mereka bukan sekadar peserta, tetapi anak muda yang merasakan langsung kecemasan akan masa depan negara. 

“Aku khawatir dengan masa depanku. Aku lihat di media sosial teman-teman di Malang diserang aparat, itu parah,” tutur Dandi. 

Soleh menimpali, “Nanti tentara bisa tangkap orang sana sini, menakutkan. Aku juga dari pelajar, dan mengecam keras bentuk brutalitas aparat dalam menangani massa aksi.” 

Mereka terus bertahan di tengah kerusuhan, meski akhirnya dipukul mundur aparat. Namun, tidak hanya mahasiswa dan pelajar yang merasakan kerasnya perlawanan ini, bahkan mereka yang tidak terlibat langsung dengan demonstrasi pun jadi sasaran amukan aparat. 

Baca Juga : Habis UU TNI Terbitlah RUU Polri: Ini 4 Bahayanya Jika Disahkan

Brutalitas Aparat: Intel Bawa Beceng hingga Kekerasan terhadap Tenaga Medis 

Di tengah semakin panasnya suasana, ketegangan lain terjadi saat lelaki yang diduga intel, diamuk massa di depan gedung DPR, (28/3) kemarin. Saksi mata melaporkan, intel tersebut mencoba melarikan diri setelah mengeluarkan beceng (pistol) saat diserang massa. 

“Dia lari ke arah polisi, tapi dia juga enggak bisa lari jauh,” ujar salah satu saksi mata yang melihat kejadian tersebut.  

Tak jauh dari situ, motor polisi yang melintas jadi sasaran massa yang semakin marah. Pengendara motor, yang diketahui sebagai pekerja harian di Polda, langsung dipukul oleh demonstran. 

“Saya cuma disuruh sama polisi untuk nganter makanan, tapi lewat arah pendemo,” kata pengendara tersebut, yang mendeklarasikan dirinya tidak tahu ada demonstrasi di sekitar situ. Motor itu akhirnya terbakar di tengah kericuhan. 

Saat sore beranjak malam, saya masih berada di lokasi aksi di Jakarta. Ledakan petasan terus menggema sebagai latar dari aksi yang semakin memanas. Polisi, yang sebelumnya hanya menggunakan water cannon, kini menambah kekuatan dengan mobil taktis pengurai massa. Pada pukul 6.20, polisi mulai bergerak ke arah massa dengan penuh kekuatan. 

Tidak hanya menggunakan alat itu, pasukan juga menggempur massa dengan alat-alat lain. Massa yang sempat mengkonfrontasi polisi dengan teriakan “Revolusi, revolusi, revolusi!” semakin terdesak oleh tindakan aparat. 

Ketika mobil water cannon melaju ke arah massa dengan kecepatan penuh, situasi semakin kacau. “Kacau banget. Mobil water cannon itu hampir menabrak kami. Tanpa koordinasi, bisa aja banyak mahasiswa yang diinjak-injak,” ujar Haye, mahasiswa yang ikut dalam aksi.  

Kekerasan semakin terlihat jelas saat polisi mulai menahan dan memukul peserta aksi. Bahkan, para petugas medis yang mencoba memberikan pertolongan kepada korban kekerasan pun tidak luput dari tindakan aparat yang menggeledah tas medis mereka. 

“Digeledah tasnya, digeledah, isinya apa, alat-alat medis apa yang kalian bawa?” terdengar suara perintah dari polisi yang tampaknya semakin tidak peduli terhadap hak-hak dasar warga negara. 

Baca Juga : Toleransi Tinggi pada Korupsi, Penyebab Duit Rakyat Dicuri Melulu? 

Pencabutan UU TNI dan Desakan Rakyat 

Nining Elitos, Dewan Buruh Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), ikut mengkritik keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran. “Hentikan kekerasan terhadap rakyat yang turun ke jalan. Polisi harus melindungi, bukan menindas rakyat,” tegas Nining. 

Ia menambahkan rakyat turun ke jalan bukan karena mereka tidak membutuhkan UU TNI, tetapi karena pengesahannya bukanlah prioritas saat ini. 

“Yang lebih penting adalah RUU Perampasan Aset dan RUU Pekerja Rumah Tangga, yang sudah bertahun-tahun mandek di DPR,” ujarnya. 

Menurut dia pengesahan UU TNI di tengah ketidakpastian ekonomi dan sosial justru menunjukkan ketidakpedulian pemerintah terhadap kebutuhan dasar masyarakat. 

“Masyarakat butuh perubahan, bukan kebijakan yang malah memperburuk keadaan,” tambahnya. 

Pencabutan UU TNI bukan lagi sekadar tuntutan, melainkan simbol dari perlawanan masyarakat terhadap otoritarianisme yang mulai tumbuh. Selama lebih dari satu minggu, berbagai daerah terus bergejolak. Aparat yang bertindak brutal tidak hanya menghadapi massa aksi, tetapi juga menggertak tenaga medis dan jurnalis yang berusaha merekam kejadian. 

Tindakan ini menjadi penanda jelas penolakan terhadap UU TNI bukan hanya sebuah protes biasa, melainkan perlawanan terhadap kembalinya kekuasaan yang tidak memihak rakyat. Masyarakat sipil, terutama anak muda, terus bergerak untuk menunjukkan bahwa mereka akan terus melawan hingga perubahan yang diinginkan tercapai. 

Ilustrasi oleh Karina Tungari



#waveforequality
Avatar
About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *