Minta Maaf Saja Tak Cukup, Kapolri Harus Mundur
Lebih dari 200 organisasi masyarakat sipil menuntut pertanggungjawaban Kepolisian atas tewasnya Affan Kurniawan, 21, pengemudi ojek daring yang meninggal setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) polisi saat demonstrasi (28/8).
Koalisi tersebut menggelar konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada (29/8). Mereka menuntut Presiden Prabowo segera memecat Kapolri Listyo Sigit Prabowo, serta menindak jajaran kepolisian yang terlibat.
“Dalam lima bulan terakhir, kami melihat ada pola yang terus berulang dari kepolisian dalam merespons aksi masyarakat sipil. Pola itu menimbulkan korban luka hingga nyawa melayang,” kata Dimas Bagus Arya, peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Ia menambahkan, dalam setahun terakhir KontraS mencatat sedikitnya 55 orang meninggal akibat kekerasan kepolisian, mulai dari pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, hingga salah tangkap.
Menurut Dimas, aksi 25 dan 28 Agustus adalah wujud kritik masyarakat atas kebijakan negara. “Tapi yang terjadi justru korban berjatuhan, sementara pelaku masih melenggang bebas tanpa hukuman. Ini jelas pembiaran negara,” tegasnya.
Baca juga: ‘Rest in Power’ Affan: Polisi Bunuh Tulang Punggung Keluarga
Brutalitas Aparat Disorot
Delpedro, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, menyoroti penggunaan kendaraan rantis yang menewaskan Affan. Ia menilai penggunaan Brimob dalam penguraian massa merupakan kesalahan sistemik.
“Mobil rantis tidak pernah didesain untuk mengurai massa secara brutal. Pertanyaannya, mengapa Brimob selalu dilibatkan dalam unjuk rasa sipil?” ujarnya kepada Magdalene.
Menurutnya, keterlibatan unit-unit seperti Jatanras dan Resmob yang seharusnya menangani kriminalitas juga menambah masalah dalam pendekatan polisi terhadap aksi protes.
Delpedro mendesak Presiden segera melakukan pemecatan massal, mulai dari Kapolri, Kapolda, hingga pejabat daerah yang bertanggung jawab atas jatuhnya korban. Ia juga menegaskan DPR mesti menindak anggota yang dianggap memperkeruh situasi dengan pernyataan provokatif.
Sementara itu, Muhammad Isnur, Ketua Umum YLBHI, menyebut kemarahan publik terhadap kepolisian sudah lama menumpuk. Ia menyinggung tragedi Kanjuruhan dan kasus penanganan konflik di Papua sebagai bukti panjang brutalitas aparat.
Baca juga: Terobos Kerumunan Massa Aksi, Kendaraan Taktis Brimob Lindas Ojol
“Permintaan maaf Kapolri tidak cukup. Polisi harus melalui tiga tahap pertobatan. Pertama, mengakui kesalahan dan membongkar sistem. Kedua, menghukum para pelaku sesuai rantai komando. Ketiga, memperbaiki mekanisme dengan mengeluarkan Brimob dari institusi kepolisian. Brimob itu pasukan militer,” ujar Isnur.
Baginya, kematian Affan bukan hanya cerminan oknum aparat, tapi bukti sistem pendidikan dan kepemimpinan di tubuh kepolisian gagal total.
















