Perempuan Pukul Panci, Desak Penghentian Program MBG Sekali Lagi
Pada (1/10), dentingan panci dan teriakan yel-yel “Tolak MBG Sekarang Juga” menggema di sekitar Halte Balai Kota Jakarta. Massa aksi “Jelita” mengenakan pakaian merah muda membawa poster, panci, dan peralatan makan sebagai simbol protes terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program yang digagas Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan anak-anak mendapat gizi gratis ini, menurut Koalisi Warga, justru memicu sejumlah masalah serius. Salah satunya risiko keracunan yang tercatat di berbagai sekolah di Jakarta.
Koordinator lapangan yang juga pegiat Indonesia Corruption Watch (ICW) Nisa Zonzoa menjelaskan, lokasi aksi semula direncanakan di depan Istana Merdeka. Namun area itu digunakan untuk latihan persiapan Hari Lahir Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada (5/10). Alhasil massa dipindahkan ke seberang Perpustakaan Nasional.
“Terdapat informasi dari Polda lewat Polres, disampaikan akan ada latihan militer untuk menyambut Hari Lahir ABRI di depan Istana. Agar tidak mengganggu aksi, akhirnya kami memilih pindah,” ujarnya ketika diwawancarai Magdalene (1/10) kemarin.
Nisa sendiri menegaskan aksi protes tersebut bukan unjuk rasa sekali saja. “Kami tidak akan berhenti melakukan aksi jika MBG tidak kunjung dihentikan dan dievaluasi,” katanya.
Kehadiran massa aksi yang didominasi perempuan, menunjukkan keseriusan warga yang menuntut perhatian pemerintah terhadap isu gizi anak. Sebelumnya, perempuan di Yogyakarta juga menggelar aksi serupa, buntut maraknya kasus keracunan anak.
Memang sejak digulirkan, program MBG panen kritik terkait transparansi anggaran, prosedur pengolahan makanan, dan risiko kesehatan. Beberapa kasus keracunan tercatat di sekolah dasar dan taman kanak-kanak, relatif memicu kekhawatiran orang tua dan aktivis gizi anak. Anak-anak mengalami mual, diare, hingga sakit perut setelah mengonsumsi menu MBG.
Kasus-kasus ini menambah daftar panjang masalah pelaksanaan program, yang menurut koalisi, tidak hanya mengabaikan prinsip keselamatan anak, tetapi juga membebani guru dan sekolah dalam tanggung jawab pengelolaan alat makan.
Baca juga: Kalau Perempuan Turun ke Jalan, Artinya MBG Memang Sudah Gawat
Empat Dosa MBG
Koalisi Warga menyoroti empat masalah utama yang ditemukan ICW dari 25 sekolah di Jakarta.
“Kami melihat ada empat masalah utama, pertama adalah masifnya keterlibatan TNI dan Kepolisian dalam program. Selain itu, banyak guru-guru yang merasa terbebani, sebab mereka diminta bertanggung jawab ketika ada kerusakan alat makan. Kami juga menghimpun tanggapan negatif dari peserta didik terhadap program MBG, karena rasa makanannya tidak enak. Serta di beberapa sekolah fasilitas alat makan tidak layak pakai,” jelas Eva Nurcahyani, perwakilan ICW.
Temuan ini menjadi dasar bagi Eva untuk menilai program MBG harus dihentikan. “Seharusnya anggaran diprioritaskan untuk memperluas akses pendidikan, bukan malah membiayai program bermasalah,” tambahnya.
Kritik terhadap dominasi militer dalam program MBG juga datang dari Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Ferawati.
“Padahal banyak sekali profesor, bahkan dokter, yang juga sudah mengomentari program MBG. Bagaimana makanan itu disiapkan, bagaimana komposisi nutrisinya, termasuk juga anggaran dalam pemberian MBG itu sendiri. Ada pakarnya, ada ahlinya. Kenapa mereka tidak dimasukkan ke dalam BGN?” ujarnya.
Baca juga: Makan Bergizi Gratis: Antara Janji Surga dan Ancaman Nyata
Ia menambahkan, keterlibatan militer di sisi lain, menandai potensi pengembalian dwifungsi militer. Dalam hal ini, imbuhnya, pemerintah mengimajinasikan militer bisa menyelesaikan problem masyarakat sipil.
“BGN terlihat tidak serius dalam menjalankan program, dengan tidak melibatkan para ahli di bidangnya. Saya menduga, program MBG dilaksanakan hanya untuk bagi-bagi kue kemenangan saja,” ungkapnya.
Koalisi Warga kemudian merinci tuntutan mereka secara menyeluruh. Mereka menuntut penghentian MBG yang sentralistik dan militeristik, menuntut pertanggungjawaban Presiden, BGN, SPPG, dan penyelenggara dapur atas ribuan kasus keracunan anak, serta pembentukan tim pencari fakta independen untuk mengusut kasus dan membuka hasilnya secara transparan.
Koalisi juga meminta hak pemulihan bagi korban keracunan, audit investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lalu menuntut penindakan tegas terhadap praktik rente dan korupsi.
Lebih jauh, mereka menyerukan pengembalian pemenuhan gizi anak ke komunitas, sekolah, dan daerah dengan sistem transparan, partisipatif, dan berbasis kebutuhan anak.
Baca juga: Makan Bergizi Gratis, Janji Manis Realitas Amis
Panci sebagai Simbol Aksi
Simbol panci dan wajan dalam aksi ini memiliki sejarah panjang dan lintas budaya. Dilansir dari The Guardian, di Prancis, dentingan panci atau “casserole” digunakan sejak abad ke-19 sebagai cara warga mengekspresikan ketidakpuasan terhadap penguasa.
Konsep ini kemudian menyebar ke Amerika Latin dengan sebutan “cacerolazos” untuk menyoroti kelangkaan pangan dan krisis ekonomi. Di Lebanon, Kenya, dan Myanmar, bunyi panci menjadi media masyarakat untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Di Indonesia, simbol panci juga digunakan perempuan di Yogyakarta dalam menolak program makan bergizi yang dianggap beracun. Dalam liputan Jasmine Floretta sebelumnya dijelaskan, panci yang dipukul adalah sinyal darurat. Aktivis perempuan Kalis Mardiasih bilang, “Suara panci yang nyaring sejak dulu dipakai sebagai sinyal bencana, roh jahat, atau krisis. Selain itu, panci dekat dengan perempuan,” kata Kalis.
Menurutnya, pemilihan simbol itu juga menegaskan soal peran perempuan dalam pemenuhan gizi keluarga. “Selama ini urusan memberi makan keluarga memang dilakukan oleh keluarga. Tapi MBG mencoba mengambil alih urusan itu melalui negara, dengan cara yang sangat generalistik dan militeristik,” ujarnya.
Sebelas dua belas, kehadiran panci dalam aksi Koalisi Warga di Jakarta juga menunjukkan kesinambungan gerakan sosial perempuan dalam memperjuangkan hak anak dan kesehatan masyarakat. Bahwa ternyata gerakan sosial yang dimotori perempuan, bisa pakai simbol paling sederhana dan berdampak: Panci.
















