Issues Politics & Society

Mahkamah Rakyat Luar Biasa Adili 9 Dosa Besar Jokowi

Ada sembilan dosa “Nawadosa” Presiden Jokowi yang digugat rakyat, dari perampasan ruang hidup hingga kejahatan HAM luar biasa.

Avatar
  • June 26, 2024
  • 4 min read
  • 1580 Views
Mahkamah Rakyat Luar Biasa Adili 9 Dosa Besar Jokowi

Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, (25/6) mendadak dipadati ratusan orang. Dari pantauan Tempo, mereka berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, buruh pabrik, petani, akademisi, wartawan, hingga aktivis. Tujuannya satu: Menghadiri sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa yang mengadili Presiden Joko “Jokowi” Widodo atas “Nawa Dosa” atau sembilan dosanya memimpin Indonesia. 

Dipimpin oleh sembilan pimpinan sidang, yakni Nur Khasanah, Sasmito Madrim, Romo Kristo, Anita Wahid, Asfinawati, Nurhayati, Ambrosius S Klagilit, Lini Zurlia, dan Nining Elitos, Sidang Rakyat atau People’s Tribunal memang bertujuan untuk memanggil tergugat Jokowi. Ia diminta hadir mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan yang malah melanggar hak-hak konstitusional rakyat, sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Republik Indonesia. 

 

 

Namun tentu saja, Jokowi tak hadir. 

Dalam rilis pers Mahkamah Rakyat yang diterima Magdalene dinyatakan, selama dua periode kepemimpinan, rezim Jokowi sengaja menyebabkan lembaga-lembaga negara mempertahankan kekuasaan serta keuntungan jangka pendek. Akibatnya serius, kekuasaan pemerintah terkonsentrasi pada segelintir oligarki. 

Baca Juga: Majukan Gibran dan Kaesang demi Kepentingan Anak Muda: Sebuah Alibi Jokowi?

Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan dikutip dari Hukum Online menilai, ruang bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan juga semakin sempit. Tak saja lembaga eksekutif dan legislatif yang terbajak, tapi juga lembaga yudikatif. Menurutnya rakyat dibuat tidak berdaulat dan kesulitan mengakses kebutuhan-kebutuhan dasar yang seharusnya dijamin oleh negara. 

Rezim Jokowi telah jelas-jelas menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan, mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi. Pertanggungjawaban itu ditagih karena kebijakannya yang merampas ruang dan menyingkirkan masyarakat, hingga memperparah sistem kerja yang memiskinkan dan menindas pekerja, juga membajak legislasi, serta militerisasi dan militerisme,” ucap Edy. 

Saat persidangan berlangsung, terdapat delapan penggugat yang merupakan komponen masyarakat sipil sudah hadir di ruang sidang membawa gugatan “Nawa Dosa”. Di antaranya, perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan dan impunitas, sistem kerja yang memiskinkan, serta pembajakan legislasi. 

Salah satu penggugat, Bivitri Susanti yang juga ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera menyampaikan, pelanggaran legislasi paling kentara di rezim Jokowi. “Saya menjadi penggugat isu legislasi karena bisa kita lihat dengan jelas banyak Undang Undang sampai peraturan di bawahnya, peraturan daerah, peraturan presiden justru bukannya berikan hak warga tapi mengambil hak warga,” ungkap Bivitri kepada Hukum Online

Ia menjelaskan, terdapat sejumlah UU yang proses legislasi dan muatan hukumnya bermasalah. Misal, UU Nomow 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022  tentang Cipta Kerja Menjadi UU, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Banyak sekali tindakan Jokowi yang salah tapi dijustifikasi lewat UU. Kami ingin angkat dengan jelas dan mengurai yang selama ini terjadi dengan selubung legalisme dan menyatakan sudah sah dan taat hukum padahal tidak adil,” ujarnya. 

Saat persidangan berlangsung, terdapat delapan penggugat yang merupakan komponen masyarakat sipil sudah hadir di ruang sidang membawa gugatan “Nawa Dosa”. Di antaranya, perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan dan impunitas, sistem kerja yang memiskinkan, serta pembajakan legislasi. 

Jokowi Absen 

Terkait absennya Jokowi, Edy mengatakan, sebelum sidang digelar, Mahkamah Rakyat telah melayangkan surat panggilan kepada Presiden. Pun kepada berbagai partai politik yang dianggap telah mensponsori, mendukung, atau membiarkan berbagai kebijakan yang berdampak buruk bagi rakyat, serta tidak mendukung usulan-usulan kebijakan yang melindungi rakyat. Namun sampai persidangan selesai, baik Jokowi maupun pemerintah tidak mengirimkan wakilnya untuk datang di tengah-tengah sidang rakyat kali ini. 

Baca Juga: ‘End Game’ Jokowi, Kontroversi Kebijakan, dan Warisan Politik Dinasti

Baru pada Selasa malam, pemerintah memberikan respons atas Mahkamah Rakyat ini. Melansir dari Tempo.co, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, dalam demokrasi yang sehat, lumrah terjadi perbedaan pandangan, persepsi, dan penilaian terhadap kinerja pemerintah. 

“Yang penting kita saling menghormati perbedaan pandangan yang ada,” kata Ari melalui pesan singkat kepada Tempo

Ia sendiri berdalih, saat ini kepuasan terhadap Jokowi masih terbilang tinggi, mencapai 75,6 persen menurut sigi Litbang Kompas yang diumumkan pada 20 Juni 2024. Angka ini meningkat dari yang sebelumnya mencapai 73,59 persen di Desember 2023. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *