Pernah enggak merasa rumah yang kamu bersihkan tak kunjung rapi? Kamu merasa selalu ada kotoran yang tersisa, sehingga terus menyapu dan mengepelnya berulang kali. Atau, pernahkah kamu terus-menerus memeriksa colokan setrika karena khawatir belum dicabut? Di lain kesempatan, apakah kamu takut terkontaminasi oleh kuman penyakit? Khawatir berlebihan tentang keselamatan diri sendiri dan orang terdekat?
Jika jawabannya mayoritas iya, ada kemungkinan kamu menderita Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) atau Gangguan Obsesif Kompulsif. Itu adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan adanya pikiran obsesif yang mengganggu dan tindakan kompulsif yang dilakukan berulang-ulang.
Melansir WebMD, mereka yang menderita OCD, kerap kali punya pikiran obsesif yang muncul, sangat sulit dikontrol, dan menghasilkan perasaan cemas yang kuat serta sukar hilang. Karena itu, ia merasa perlu melakukan tindakan kompulsif sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan tersebut.
Bahkan bukan enggak mungkin, orang dengan OCD yang punya keraguan berlebihan, selalu ingin melakukan segala sesuatu secara simetris atau sesuai dengan urutan tertentu. Pikiran-pikiran ini sering kali tidak sesuai dengan keinginannnya sendiri, namun susah untuk dihindari.
Kompulsi, di sisi lain, adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan OCD sebagai respons terhadap obsesi yang dialaminya. Kompulsi ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi. Contohnya adalah mencuci tangan berulang kali dengan ritme atau cara tertentu, memeriksa pintu atau kunci berulang kali, menghitung benda-benda secara berulang, dan mengulangi kata-kata.
OCD bisa menyerang siapa saja, dari anak-anak sampai orang dewasa. Biasanya, beberapa orang mulai mengalami gejalanya saat memasuki masa pubertas. Jika tidak segera diatasi, OCD dapat mengganggu aktivitas sosial secara signifikan. Karena itu, OCD perlu ditangani dengan cepat, supaya dapat mampu mengendalikan kondisi ini dengan lebih baik.
Baca Juga: Stigma Bunuh Diri hingga Pengaruh Media Sosial: Penyebab Terjadinya Bunuh Diri pada Anak Remaja
Gejala Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)
Menurut NHS, gejala Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) dapat sangat bervariasi antara individu yang mengalaminya. Gejala ini dapat memengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku individu dengan OCD. Berikut adalah beberapa gejala umum OCD:
- Takut Terkontaminasi: Seseorang dengan OCD sering kali memiliki obsesi terkait kebersihan dan kesehatan. Mereka takut terkontaminasi oleh kuman atau penyakit. Akibatnya, mereka sering mencuci tangan secara berulang-ulang atau menghindari menyentuh benda-benda yang dianggap kotor.
- Pikiran Obsesif tentang Keselamatan: Beberapa orang dengan OCD memiliki obsesi berlebihan terkait keamanan diri sendiri atau orang yang mereka cintai. Mereka mungkin khawatir akan terjadinya kecelakaan atau bahaya yang tidak rasional. Hal ini dapat menyebabkan mereka melakukan tindakan pencegahan yang berlebihan atau memeriksa berulang-ulang.
- Keraguan Berlebihan: Seseorang dengan OCD akan sering merasa tidak yakin terhadap tindakan atau keputusan yang mereka ambil. Untuk mengatasi keraguan ini, mereka cenderung melakukan tindakan berulang-ulang atau meminta validasi dari orang lain.
- Keinginan untuk Simetri dan Ketertiban: Beberapa individu dengan OCD merasa perlu untuk menjaga segala sesuatu dalam keadaan simetris atau sesuai dengan urutan tertentu. Mereka mungkin mengatur barang-barang dengan rapi atau melakukan tindakan tertentu secara berulang-ulang agar memenuhi kebutuhan ini.
Gejala OCD tentu bisa sangat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang yang mengalaminya. Mereka dapat menghabiskan banyak waktu dan energi untuk melakukan kompulsi atau menghadapi obsesi mereka. Penting untuk mencari bantuan profesional kalau ternyata kamu mengalami gejala OCD, supaya bisa mendapatkan diagnosis yang tepat dan perawatan yang sesuai.
Baca Juga: Mengapa Media Perlu Samarkan Foto Orang Gangguan Jiwa
Penyebab OCD
Melansir Halodoc, penyebab Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) belum sepenuhnya dipahami, namun terdapat beberapa faktor yang dapat berperan dalam perkembangan gangguan ini. Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya OCD:
- Faktor Genetik: Faktor genetik diyakini memainkan peran penting dalam perkembangan OCD. Terdapat bukti kecenderungan untuk mengembangkan OCD dapat diturunkan dalam keluarga. Jika ada anggota keluarga yang menderita OCD, risiko seseorang untuk mengembangkan gangguan ini dapat meningkat.
- Perubahan Kimia dalam Otak: OCD dikaitkan dengan ketidakseimbangan kimia dalam otak, terutama dalam neurotransmiter seperti serotonin. Ketidakseimbangan ini dapat mempengaruhi regulasi emosi, persepsi risiko, dan fungsi pengendalian impuls, yang semuanya berperan dalam perkembangan OCD.
- Faktor Lingkungan: Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam timbulnya OCD. Pengalaman traumatis, stres kronis, atau perubahan hidup yang signifikan dapat memicu atau memperburuk gejala OCD. Misalnya, pengalaman bullying, perubahan pekerjaan, atau kejadian traumatis lainnya dapat menjadi pemicu timbulnya OCD.
- Gangguan Neuropsikiatrik Lainnya: OCD juga dapat terkait dengan gangguan neuropsikiatrik lainnya, seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan spektrum autis. Beberapa individu dengan OCD juga memiliki riwayat gangguan obsesif-kompulsif pada masa kanak-kanak.
- Faktor Kognitif dan Pengalaman Hidup: Cara individu memproses informasi dan pengalaman hidup mereka juga dapat berpengaruh pada perkembangan OCD. Pikiran obsesif dan kompulsi mungkin berkembang sebagai respons terhadap pengalaman traumatis atau keyakinan yang berlebihan tentang keamanan, kesempurnaan, atau kontrol.
Baca Juga: Riset: 2,45 Juta Remaja Indonesia Didiagnosis Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
Cara Penanganan OCD
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) adalah gangguan yang dapat diobati dengan berbagai pendekatan terapeutik. Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang umum digunakan untuk mengatasi OCD:
- Terapi obat: Salah satu cara mengatasi OCD adalah dengan mengonsumsi obat-obatan psikiatri yang disebut selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) yang membantu meningkatkan kadar serotonin dalam otak. Beberapa obat antidepresan juga dapat digunakan untuk mengurangi gejala OCD.
- Terapi Gabungan: Beberapa kasus OCD dapat memerlukan kombinasi terapi cognitive behavioral therapy (CBT) dan pengobatan obat untuk mencapai hasil yang optimal. Kombinasi ini dapat memberikan pendekatan yang holistik dalam mengelola gejala OCD.
Baca Juga: ‘Turtles All the Way Down’: Coming of Age Ala John Green tentang Remaja dengan OCD
Selain pengobatan, dukungan dari keluarga serta lingkungan juga sangat penting. Memiliki lingkungan yang mendukung dan memahami dapat membantu mengurangi stres dan memberikan motivasi. Penting juga untuk berkonsultasi dan mencari bantuan profesional untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan rencana pengobatan yang sesuai.