Issues Politics & Society

Unjuk Rasa Mahasiswa AS demi Gaza: Mirip Protes Perang Vietnam

Aksi massa di kampus-kampus Amerika Serikat punya benang merah dengan aktivisme mahasiswa pada 1960-an.

Avatar
  • May 3, 2024
  • 6 min read
  • 916 Views
Unjuk Rasa Mahasiswa AS demi Gaza: Mirip Protes Perang Vietnam

Aksi damai pro-Palestina mahasiswa Universitas California, Los Angeles (UCLA) memanas pada (1/5) waktu setempat. Kekerasan pecah ketika massa pendukung Israel menyerang perkemahan demonstran pro-Palestina. 

Dalam video yang diunggah di media sosial oleh wartawan Los Angeles Times, para pendukung pro Israel memegang tongkat dan galah. Mereka mencoba merobohkan papan kayu yang dipasang sebagai barikade darurat untuk melindungi demonstran mahasiswa. Mereka juga menyerang demonstran dengan semprotan merica, tongkat, batu, dan pagar besi. Bahkan ada pula yang melepaskan kembang api ke arah kamp. 

 

 

Dikutip dari Al Jazeera, para saksi mata mengatakan, Departemen Kepolisian Los Angeles (LAPD) baru turun tangan setelah hampir empat jam serangan dimulai oleh barisan pro-Israel. Sebelum polisi tiba, pendukung pro Israel mengeroyok satu orang yang tergeletak di tanah, menendang, dan memukuli mereka hingga yang lain menarik keluar dari kerumunan.  

Imbasnya, puluhan mahasiswa ditangkap dan terancam dikeluarkan karena menurut pejabat UCLA, dinilai telah melanggar hukum, melanggar kebijakan universitas, dan melibatkan orang-orang yang tidak terafiliasi dengan kampus tersebut. 

Baca Juga: Elitisida, Kematian Refaat Alareer, dan Pembunuhan Orang Penting di Palestina

Demonstrasi Mahasiswa Amerika Serikat 

Serangan massa pendukung Israel di UCLA merupakan eskalasi terbaru dalam dua minggu gelombang demonstrasi mahasiswa di Amerika Serikat. Dengan Universitas Columbia sebagai pusat gerakan, mahasiswa dari berbagai institusi, termasuk Harvard, Yale, Tufts, Northwestern, University of Pennsylvania, Rice University, Virginia Tech and Emerson College, serta beberapa kampus lainnya melakukan aksi demonstrasi menentang genosida terhadap warga Gaza. Genosida ini telah menewaskan lebih dari 34.000 orang sejak 7 Oktober lalu. 

Mahasiswa yang tergabung dalam aksi, menuntut institusi pendidikan mereka untuk melepaskan investasi (divestasi) dengan perusahaan dan organisasi terkait Israel dan bertanggung jawab atas genosida di Gaza. Perusahan dan organisasi ini antara lain Lockheed Martin, HEICO, BlackRock, Google, dan Microsoft. 

Eleanor Stein, Profesor Hukum dan HAM State University of New York kepada NPR menambahkan, koneksi universitas dengan Israel membuat mereka takut mengadakan diskusi terbuka dan bebas tentang isu-isu Palestina dan Israel. 

Dalam buku The University and Social Justice: Struggles Across the Globe (2020) dijelaskan tentang ini. Di sana tertulis, strategi pengorganisasian organisasi lobi Israel yang didanai dengan baik, adalah membangun hubungan kuat dengan administrator kampus dan mahasiswa. Tujuannya untuk menormalkan dukungan terhadap Israel sekaligus meneguhkan politik status quo kampus. The David Project, kelompok lobi Israel yang terkenal misalnya, menginstruksikan mahasiswa untuk mengajukan tuntutan terhadap profesor yang mengajar tentang Palestina. 

Besarnya koneksi universitas dalam genosida Palestina inilah yang membuat mahasiswa bergerak. Selain turun ke jalan, mahasiswa juga mendirikan tenda dan berkemah di sekitar kampus yang disebut sebagai “Liberated Zone” atau Zona Pembebasan. Harvard Out of Occupation Palestine Coalition dalam keterangan mereka di Mondoweiss bilang, dengan menciptakan Zona Pembebasan, mereka berharap dapat memulai upaya membangun dunia yang bebas dari belenggu penjajahan. 

“Rakyat Palestina, seperti halnya semua orang yang tertindas, memiliki hak untuk menolak pemusnahan mereka. Kami menganggap hal ini sebagai prasyarat bagi pembebasan Palestina, seperti halnya hak kembali yang tidak dapat dicabut. Sebuah nilai fundamental yang menantang dan mendenaturalisasi fragmentasi kolonial atas komunitas Palestina. Tindakan pembangkangan sipil kami di Harvard didasarkan pada nilai-nilai Palestina tentang sumoud – bahasa Arab yang berarti ketabahan dan cinta untuk hidup,” ucapnya. 

Dalam aksi yang sudah berlangsung selama dua minggu ini, ada lebih dari 1.100 mahasiswa dari berbagai kampus yang ditahan. Banyak dari mereka yang didakwa melakukan pelanggaran dan kejahatan kriminal. Penahanan ini adalah buntut dari reaksi dari beberapa kampus yang sengaja menyerahkan penanganan aksi demonstrasi pada pihak kepolisian. 

Pihak kampus Northeastern di saat bersamaan, menuduh aksi demonstrasi ditunggangi pihak tertentu dan menyebarkan kebencian pada komunistas Yahudi atau antisemit. Mereka bahkan mengaku mendengar teriakan “Bunuh para Yahudi”. Sehingga, mereka memutuskan untuk melakukan pembubaran paksa dengan bantuan kepolisian. Namun, tuduhan ini sendiri sudah disanggah tidak benar oleh para aktivis terlibat langsung. 

Laporan dari The New Arab menjelaskan, slogan-slogan antisemit ini sengaja dilakukan individu pro-Israel untuk mengotori dan memprovokasi perkemahan solidaritas Gaza di kampus Northeastern. Tori Bedford, reporter untuk GBH, juga mengonfirmasi “bunuh para Yahudi” diucapkan oleh individu pro-Israel yang memegang bendera Israel. Laki-laki tersebut mengatakan hal itu “tampaknya sebagai lelucon provokatif dalam menanggapi nyanyian pro-Palestina dari kelompok tersebut”. 

Baca Juga: Magdalene Primer: Yang Perlu Diketahui tentang Isu Palestina-Israel 

Aktivisme yang Diturunkan 

Gelombang demonstrasi melawan kekejaman genosida Palestina menunjukkan, bagaimana mahasiswa konsisten berada di garis depan. Kendati dibayang-banyangi risiko dikeluarkan dan mendapatkan berbagai kekerasan dari kepolisian, diancam pembunuhan, hingga doxing di media sosial, para mahasiswa ini tetap teguh melakukan demonstrasi selama tuntutan mereka tak didengarkan. 

Sejumlah media dan akademisi pro-Palestina menemukan benang merah gelombang demonstrasi ini dengan aksi serupa di Amerika Serikat pada beberapa dekade sebelumnya. Melansir Al Jazeera dan The New Arab, pada 1960 hingga 1970-an, aksi demonstrasi massal kampus-kampus di Amerika Serikat meletus. Mereka kompak menentang Perang Vietnam yang dimulai pada 1954 dan berlangsung hingga 1975. 

Berawal dari UCLA dan afiliasinya Barnard College, mahasiswa kala menduduki lima gedung kampus bahkan sempat menyandera dekan. Sekitar seminggu setelah demonstrasi, polisi menangkap hampir 700 orang dengan tuduhan pelanggaran kriminal dan perilaku tidak tertib. Di beberapa gedung, polisi menggunakan kekerasan, melukai 148 orang. 

Pada akhirnya, demonstrasi tersebut memaksa Columbia memutuskan hubungan dengan lembaga Pentagon yang melakukan penelitian untuk Perang Vietnam dan memenangkan amnesti untuk para demonstran yang telah mengambil bagian dalam demonstrasi tersebut. Mereka juga berhasil menghentikan pembangunan sebuah pusat kebugaran di lahan publik di Taman Morningside di dekatnya, di mana warga kulit hitam Harlem hanya akan diberikan akses sebagian. Presiden Columbia dan gubernurnya, David B Truman mengundurkan diri sebagai akibat dari demonstrasi tersebut. 

Aksi mahasiswa UCLA memicu gelombang demonstrasi di kampus-kampus Amerika Serikat lain. Salah satunya Universitas Harvard di mana organisasi aktivis mahasiswa nasional, Students for a Democratic Society (SDS), menentang keterlibatan Harvard dalam kebijakan militer serta kehadiran Korps Pelatihan Perwira Cadangan (Reserve Officers’ Training Corps/ROTC) di kampus. 

Puncak aksi ini terjadi pada 1970 pasca-penembakan tragis di Kent State, di mana empat mahasiswa dalam aksi demonstrasi menentang Perang Vietnam dan perluasannya ke Kamboja, ditembak mati oleh personel National Guard. 

Penembakan ini memicu amarah publik dan menyebabkan lebih dari 4 juta mahasiswa ikut serta dalam demonstrasi dan aksi mogok kuliah di ratusan perguruan tinggi dan sekolah menengah di seluruh negeri. Demonstrasi-demonstrasi ini sukses mengangkat realitas kejahatan perang Amerika Serikat ke hadapan publik yang pada akhirnya berhasil menggeser opini publik dan memengaruhi penarikan diri pemerintah AS dari Vietnam. 

Baca Juga: Epistemisida: Saat Israel Bakar Buku, Bom Sekolah, dan Hapus Sejarah Palestina 

Beberapa aktivis mahasiswa yang berbicara dengan NPR menyatakan, pengorganisasian mahasiswa pada 1968 adalah inspirasi untuk gerakan demonstrasi mereka saat ini. Matthew Vickers, mahasiswa di Occidental College di Los Angeles, salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang mendirikan perkemahan bilang, sebagian besar gerakan solidaritas Palestina mengambil inspirasi taktis dan moral secara langsung dari gerakan 1960-an. 

Alifa Chowdhury, junior di Universitas Michigan, dan salah satu penyelenggara aksi demonstrasi di kampusnya juga mengungkapkan hal senada. Bahkan perkemahan mereka berada di tempat yang sama dengan tempat para mahasiswa pada tahun 60-an berbaris menentang Perang Vietnam. 

“Jadi kami membangun sesuatu yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, ini bukan fenomena baru. Kami berdiri di atas sejarah demonstrasi tersebut hari ini,” kata Chowdhury. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.