Taylor Swift berada di puncak kariernya. Eras Tour, tur konser internasional yang merayakan semua albumnya, habis terjual di seluruh dunia. Di Singapura, satu-satunya pemberhentian Eras Tour di Asia Tenggara, mampu menggaet 22 juta pendaftar yang ingin membeli tiketnya di situs Ticketmaster. Namun, Swift tidak berhenti di situ. Rekaman ulang album ketiganya, Speak Now (Taylor’s Version) yang rilis pekan lalu, membawa gelombang nostalgia untuk albumnya yang sarat romantisme kisah dongeng.
Omong-omong soal Speak Now (2010), ada satu lagu paling mencolok di antara yang lain: “Dear John”. Sosok John di balik lagu itu tidak lain adalah musisi John Mayer. Awal mula pertemuan mereka ketika Mayer mengajak Swift untuk menjadi kawan duet dalam lagu “Half of My Heart” yang direkam pada 2009 dan rilis setahun kemudian. Dari kolaborasi itu, muncul “hubungan romansa” antara Swift dan Mayer.
Namun, saat itu Swift masih remaja berusia 19 tahun, sedangkan Mayer seorang pria dewasa berusia 32 tahun. Bisa dibilang, hubungan itu bukan romansa, tapi grooming kepada Swift yang sedang naik daun di kancah musik country dan pop Amerika Serikat (AS). Coba saja dengarkan lagu “Love Story” dan “You Belong With Me” untuk merasakan nuansanya.
Sementara, jika menilik kembali “Dear John”, lagu itu sebenarnya tak berkisah tentang perempuan yang sedang patah hati. Akan tetapi, amarah yang mempertanyakan kembali kepada publik, terutama Mayer, bukankah dia masih terlalu muda untuk diperlakukan buruk oleh laki-laki yang usianya terbentang jauh darinya.
Baca juga: Lagu Patah Hati Olivia Rodrigo Saatnya Rayakan Kehilangan dengan Jatmika
Lirik, “Dear John, I see it all now, it was wrong/ Don’t you think nineteen’s too young/ To be played by your dark, twisted games when I loved you so?/ I should’ve known, menggambarkan semua itu.
Tak hanya “Dear John”, “All Too Well” dari album keempatnya, RED, mengisahkan soal Jake Gyllenhaal dan hubungan mereka yang sarat manipulasi, gaslight, dan grooming. Dalam “All Too Well” versi 10 menit, lirik “And I was never good at telling jokes/ But the punchline goes/ I’ll get older but your lovers stay my age”, Swift nge-shade Gyllenhaal, dan mungkin selebritas laki-laki lain seperti Leonardo DiCaprio, yang selalu berkencan dengan perempuan muda di usia awal 20-an meski usia mereka terus bertambah. Mengambil contoh, Gyllenhaal (40) dan pasangannya saat ini, model Jeanne Cadieu (25).
Namun, Swift tidak berhenti di kedua lagu itu. Sampai dewasa Swift terus menanyakan ke Mayer, dan mungkin juga publik, bukankah dia masih sangat muda saat itu?
Swift kembali menunjukkan amarahnya kepada Mayer lewat lirik, “If clarity’s in death, then why won’t this die?/ Years of tearing down our banners, you and I/ Living for the thrill of hitting you where it hurts/ Give me back my girlhood, it was mine first” di “Would’ve, Could’ve, Should’ve” dari album Midnight.
Ketika “Dear John” pertama rilis bertahun-tahun lalu, perhatian seharusnya ditujukan untuk Mayer. Apalagi mengingat banyak predator berkeliaran di industri hiburan AS. Swift yang masih muda dengan karier cemerlang, jadi korban yang rentan untuk dieksploitasi.
Sayangnya, kibaran bendera merah milik Mayer tertutupi dengan cara media meliput sosok Swift yang dicap sebagai serial dater kekanakan. Imej dia juga disederhanakan sebatas penyanyi yang kemampuan menulis lagunya hanya sebatas hubungan Swift dengan mantan pacar. Tabloid gosip, seperti Us Weekly langganan membuat judul bombastis soal kehidupan privat Swift, seperti Taylor Swift, Why Cant She Find Love atau Taylor & Tom Sexy New Romance.
Tak bisa dimungkiri, banyak lagu-lagu Swift yang terinspirasi dari hubungan romantisnya, seperti “Back to December” untuk aktor Taylor Lautner, lagu “Style” tentang penyanyi Harry Styles, dan “Getaway Car” yang disinyalir menceritakan aktor Tom Hiddleston.
Baca juga: Kenapa Tiket Konser Taylor Swift Sulit Didapat? Ini Penjelasan Ekonominya
Namun, Swift bukan satu-satunya musisi yang menyanyikan lagu tentang mantan. Ed Sheeran dengan “Dont” menyindir mantan kekasihnya Ellie Goulding, “Love Yourself” dari Justin Bieber ditujukan kepada Selena Gomez, bahkan lagu Mayer “Paper Doll” disebut tentang Swift.
Seperti lagunya Swift, “The Man”, ini semua tidak akan terjadi kalau Swift adalah laki-laki. Kehidupan privatnya tidak akan ditaruh di bawah mikroskop untuk “dijahilin” paparazzi.
Ketika Swift menerima penghargaan Woman of The Decade dari Billboard, ia mengatakan kebencian muncul beruntun ketika Fearless, album sophomore-nya, menerima penghargaan Grammy. Semua orang mengritik kemampuan bernyanyinya dan bertanya-tanya apakah dia sendiri yang menulis lagu-lagu itu.
“Ini hal yang terjadi ketika perempuan sukses melebihi batas nyaman orang-orang,” ujarnya.
Sekali lagi seksisme dan misogini menjadi driving force yang mendorong kritik tanpa henti untuk Swift. Apalagi mengingat banyak perempuan yang menggemari lagu-lagu milik Swift. Disappointed, but not surprised.
Swift membuktikan dirinya musisi berbakat seiring dia dewasa. Saat ini ia berusia 33 tahun, dan kemampuan menulis liriknya terus terasah secara apik di album Folklore dan Evermore.
Perspektif problematik dalam lagunya juga berubah. “Better Than Revenge”, juga dari album Speak Now, memiliki lirik sarat slut-shaming untuk perempuan yang merebut pacarnya. Namun, lirik problematik itu berubah dalam album Speak Now (Taylor’s Version).
“She’s not a saint and she’s not what you think/ She’s an actress, woah/ She’s better known for the things that she does/ On the mattress, woah” berubah menjadi “She’s not a saint and she’s not what you think/ She’s an actress, woah/ He was a moth to the flame/ She was holding the matches, woah.”
Baca juga: Review Album “Midnights”Taylor Swift: Belajar Mencintai Sisi Gelap Kita
Dulu ia tidak menunjukkan sikap politisnya, tapi sekarang Swift berani berbicara soal isu perempuan. Dalam pidatonya di Billboard, ia juga mengatakan, “Selama sepuluh tahun terakhir, aku melihat perempuan di industri ini dikritik, dibandingkan dengan satu sama lain, dan disudutkan karena bentuk tubuhnya, kehidupan romantisnya, dan gaya mereka. Atau apakah kamu pernah mendengar pendapat soal penyanyi laki-laki, ‘Aku suka lagunya, tapi enggak tahu apa ada sesuatu dari dia yang enggak kusuka.’ Tidak! Kritik selalu ditujukan untuk kita (perempuan).”
Swift banyak berubah. Begitu pula warna vokalnya yang berbeda jika membandingkan Speak Now dengan Speak Now (Taylor’s Version). Meski demikian, nyawa albumnya masih berkutat pada pertemuan bak dongeng yang mempesona.
Jelang rilisnya Speak Now Taylor’s Version, saat konser di Minneapolis, Swift meminta agar penggemarnya tidak melakukan witch hunt kepada Mayer dengan mengatakan, “Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi saat aku masih 19 tahun, kecuali lagu-lagu yang aku tulis dan memori yang kita buat bersama.”
Namun, ketika mendengar kembali “Dear John” dengan suara Swift yang lebih dewasa aku terus berpikir, she was too young to be played with his dark twisted games.
Ilustrasi oleh Karina Tungari