December 5, 2025
Health Issues Opini Politics & Society

7 Tips Jaga Kewarasan di Tengah Gempuran Kabar Buruk dari Negara

Rentetan kabar buruk hari ini rentan memicu stres dan depresi. Untuk menjaga kewarasan, berikut cara-cara yang bisa dilakukan.

  • September 4, 2025
  • 5 min read
  • 6309 Views
7 Tips Jaga Kewarasan di Tengah Gempuran Kabar Buruk dari Negara

Demonstrasi yang berlangsung di banyak kota sejak (25/8) menyulut kesedihan dan kemarahan masyarakat. Di media sosial, analisis Drone Emprit mengungkapkan bahwa kemarahan masyarakat memuncak setelah tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan. Hingga (3/9), ada sepuluh korban meninggal dan lebih dari 400 orang luka-luka.

Di tengah situasi ini, kerusuhan dan penjarahan terjadi di sejumlah titik.

Sementara itu, sekolah membatasi kegiatan belajar dan kantor-kantor menerapkan work from home (WFH). Banyak toko, terutama di sekitar pusat-pusat demonstrasi (seperti Kwitang ataupun Malioboro) tutup sementara.

Situasi ini bisa membuat kita cemas, stres, bahkan putus asa. Untuk mengetahui cara menjaga kewarasan di tengah situasi saat ini, The Conversation Indonesia (TCID) berbincang dengan pakar psikologi sosial dan psikiatri dari Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga.

Baca Juga: Ribuan Massa Demo di DPR Tuntut Penarikan Tunjangan Anggota DPR

KetidakpastianPicu Stres

Stres akibat situasi konflik dan ketidakstabilan negara merupakan bentuk respons bertahan hidup alami manusia (fight or flight).

Menurut Dosen Psikologi Universitas Indonesia Dicky Pelupessy, stres terjadi karena kita menghubungkan situasi krisis dengan hal-hal tidak menyenangkan.

Misalnya, kita mengkhawatirkan konflik akan mengganggu rutinitas harian, memicu kenaikan harga, kelangkaan barang, hingga kehilangan mata pencaharian ataupun orang terdekat.

“Persepsi dan antisipasi kita terhadap kesulitan (yang mungkin terjadi) menyebabkan munculnya emosi-emosi negatif (seperti cemas, takut, kecewa, dan marah) serta pikiran negatif soal ketidakpastian di masa mendatang. Ini membuat kita merasa tertekan dan mengalami stres,” ujar Dicky.

Stres, kata dia, bisa menguat ketika kita menganggap bahwa kestidakstabilan negara merupakan kondisi yang tidak biasa.

Di sisi lain, dosen ilmu kedokteran jiwa Universitas Airlangga (Unair) Damba Bestari, mengatakan bahwa stres yang kita rasakan tidak selalu menandakan hal buruk. Dalam kondisi yang proporsional, stres justru bisa menandakan bahwa tubuh dan mental kita hidup.

“Kalau tidak stres sama sekali, mungkin artinya kita tidak peduli dengan masa depan negara kita. Hal yang terpenting adalah kita memahami cara mengelola stres agar tidak menjadi berlebihan,” ujar Damba yang juga menjadi psikiater di Rumah Sakit Unair.

Baca Juga: Carut Marut Pemerintahan Prabowo: Tanggung Jawab Siapa?

Tujuh Cara Kendalikan Stres

Untuk mengendalikan stres dan menjaga kewarasan di tengah ketidakstabilan sosial-politik-ekonomi Indonesia, ada tujuh cara yang bisa kita lakukan.

1. Saring informasi yang kita peroleh

Kita perlu secara sadar (mindful) mengatur informasi yang kita konsumsi. Agar tidak stres, Dicky menyarankan untuk selektif dan membatasi diri dalam mengonsumsi informasi.

Misalnya, kita perlu selektif dalam memilih sumber informasi dari media/jurnal yang kredibel untuk memahami isu-isu yang serius.

Pastikan informasi yang disuguhkan akurat dan menggunakan prinsip-prinsip jurnalisme yang kuat. Hindari media yang menyuguhkan berita bombastis ataupun click bait.

Misalnya dalam satu jam, kita bisa membagi waktu dengan membaca berita serius selama 30 menit, diselingi konten-konten hiburan yang ringan dan santai dalam 30 menit lainnya.

“Cara ini bisa membuat kita berpikir lebih fleksibel. Sehingga pikiran kita tetap terjaga dalam mengetahui kapan harus mencari informasi yang serius dan kapan mencari informasi yang menghibur,” ujar Dicky.

2. Batasi waktu melihat layar

Agar tidak merasakan kelelahan mental, Damba menyarankan kita membatasi waktu melihat layar (screen time). Idealnya, kurang dari dua jam dalam sehari.

“Jika kita merasa kewalahan membaca suatu berita, detoks dengan beristirahat sejenak sampai kita merasa lebih baik,” tambah Damba.

Baca Juga: Alasan Psikologis Pelajar Matikan Kamera Saat Kuliah Daring

3. Diskusi dengan orang yang tepercaya

Penting untuk memberi jeda dalam memahami informasi yang kita terima. Di antara waktu tersebut, kita bisa mendiskusikannya dengan orang yang kita percayai.

Cara ini, menurut Dicky, bisa membantu kita untuk lebih paham dengan mengonfirmasi atau memvalidasi informasi.

4. Kendalikan pikiran kita

Situasi konflik sering kali membuat kita merasa tidak berdaya dan putus asa.

Dicky mengingatkan pentingnya meregulasi pikiran kita. Seolah-olah kita memberikan peringatan dini kepada pikiran sendiri, dengan memberikan sugesti bahwa harapan itu masih ada.

“Kita juga bisa belajar dengan melihat informasi atau bukti-bukti bahwa ada jalan untuk mengatasi ketidakadilan di masa-masa sebelumnya, di kondisi atau tempat lainnya,” ujar Dicky.

5. Upayakan hal kecil yang bisa kita jangkau

Kurangnya kemampuan membedakan hal yang bisa kita kendalikan dengan tidak, bisa membuat kita kewalahan. Dalam hal ini, Damba menyarankan agar kita mempraktikkan stoikisme.

Caranya dengan memahami bahwa di dunia ini ada hal yang bisa kita kendalikan dan tidak. Lepaskan hal di luar kendali (misalnya pendapat orang lain) dan fokus ke hal-hal kecil yang bisa kita usahakan dan berada dalam jangkauan (tindakan kita).

“Mungkin kita bukan golongan yang turun ke jalan, tetapi kita masih bisa terlibat dengan membagi informasi yang bermanfaat atau berdonasi. Meskipun tidak langsung menghasilkan solusi, cara ini sering kali mengurangi stres karena kita merasa berdaya. Ini bisa mengaktivasi nervus vagus (saraf yang meredakan respons fight or flight),” ujar Damba.

6. Lakukan aktivitas yang menenangkan

Damba menyarankan untuk mengimbangi satu berita yang tidak nyaman, dengan melakukan dua atau tiga aktivitas yang menenangkan (misalnya berdoa, relaksasi napas, teknik grounding, mendengarkan musik, dan lainnya).

Pastikan pula untuk memenuhi kebutuhan dasar (makan, minum, tidur) maupun spiritual.

Sembari mempraktikkan teknik menenangkan stres, usahakan tidak membiarkan emosi negatif mengendalikan pikiran sehingga kita tidak menjadi agresif dan tidak mudah terprovokasi.

7. Konsultasi dengan psikolog/psikiater

Jika stres yang kita rasakan belum membaik (ditandai dengan susah tidur, performa kerja memburuk, muncul pikiran membahayakan diri atau orang lain), segera hubungi profesional, seperti psikolog klinis/psikiater.

Jika kesulitan bertatap muka, gunakan platform konseling kesehatan mental digital (Kalm, Ibunda.id, Riliv, dan lainnya). Beberapa di antaranya menawarkan fasilitas gratis.

Baca Juga: Ketika Kita Diwariskan Trauma dan Bagaimana Mengatasinya

Aditya Prasanda, Health Editor, The Conversation.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

About Author

Aditya Prasanda