Issues Politics & Society

Warisan Manipulasi Jokowi dan Kemunduran Demokrasi Indonesia

Jokowi meninggalkan jejak berupa manipulasi politik dan kemunduran demokrasi, yang menjadi ancaman nyata bagi masa depan Indonesia.

Avatar
  • March 20, 2025
  • 5 min read
  • 3409 Views
Warisan Manipulasi Jokowi dan Kemunduran Demokrasi Indonesia

Ada ungkapan yang mengatakan, “Orang akan berubah sesuai dengan pengalamannya.” Hal ini cocok menggambarkan perjalanan politik mantan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, dari seorang wali kota Solo, hingga menjadi presiden dua periode yang kini meninggalkan jejak berupa manipulasi politik dan kemunduran demokrasi.

Pada Oktober 2014, harian The New York Times memajang foto Jokowi di halaman depan dengan judul “A New Hope” setelah kemenangannya melawan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden. Jokowi dipandang sebagai simbol harapan rakyat, sosok yang merakyat, gemar blusukan, dan membawa gaya kepemimpinan yang dekat dengan masyarakat.

 

Sepuluh tahun berlalu, citra itu telah runtuh. Di bawah kepemimpinan Jokowi, demokrasi Indonesia mengalami kemunduran drastis. Lembaga Reporters Without Borders pada 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 118 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers dengan skor 51,15—penurunan tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyoroti krisis ini. Direktur Eksekutif LP3ES, Fahmi Wibawa, memperingatkan, “Demokrasi kita saat ini dalam kondisi sekarat. Dinasti politik yang semula hanya terjadi di daerah kini naik ke level nasional, semakin mempersempit ruang demokrasi.” 

Salah satu pukulan terbesar bagi demokrasi adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/2023, yang memungkinkan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden Prabowo, meskipun usianya belum memenuhi syarat. Putusan ini diwarnai konflik kepentingan karena Ketua MK saat itu, Anwar Usma, adalah paman Gibran. Skandal ini membuat Anwar dicopot jabatannya oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). 

Peneliti dari Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) Leiden, Ward Berenschot, mengatakan reformasi politik telah berakhir dan Indonesia kini memasuki era pasca-reformasi.

“Jokowi terpilih dengan janji memperkuat demokrasi, namun hal itu tidak terjadi. Sementara Prabowo terpilih tanpa janji memperkuat demokrasi dan justru menegaskan bahwa itu bukan prioritasnya,” ujarnya.

Baca juga : Mahkamah Rakyat Luar Biasa Adili 9 Dosa Besar Jokowi

Omon-omon Jokowi: Kata dan tindakan yang berlawanan

Jokowi dikenal dengan akronim khasnya, YNTKTS (Yok Ndak Tahu Kok Tanya Saya). Ini jadi simbol gaya komunikasinya yang sering kali menghindar dan ambigu. Setelah enam bulan tidak menjabat, Jokowi tetapp aktif di media, ikut berkomentar soal isu-isu besar.

Terkait skandal korupsi Pertamina (2018-2023), Jokowi menanggapi kerugian Rp193,7 triliun dengan enteng: “Kalau ada kecurigaan, ya sudah digebuk dari dulu. Ini tanggung jawab manajemen.” (Detikcom)

Ketika “mantannya”, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), menolak program retret kepala daerah, Jokowi menyindir kepala daerah yang absen: “Mereka dipilih oleh rakyat untuk melayani negara, bukan untuk kepentingan pribadi.” (Tempo)

Dalam peristiwa penggeledahan proses rumah mantan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jokowi berkomentar dengan nada klise: “Iya, sangat kaget. Ya, semua proses hukum harus kita hormati.” (Kompas.com)

Ketidakkonsistenan Jokowi terlihat jelas dalam kasus pencalonan Gibran. Pada Mei 2023, Jokowi menolak kemungkinan Gibran mencalonkan diri karena usia yang belum memenuhi syarat.

“Pertama umur, kedua (Gibran) baru dua tahun jadi wali kota. Yang logis saja,” ujarnya kepada Kompas.com.

Namun, setelah putusan MK meloloskan Gibran, Jokowi langsung berbalik sikap: “Orang tua tugasnya hanya mendoakan dan merestui.”

Kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep yang menggunakan jet pribadi ke AS sempat memicu desakan publik agar putra bungsu Jokowi itu diperiksa. Namun, Jokowi yang saat itu masih menjabat merespons dengan ringan:

“Ya, semua warga negara sama di mata hukum ya, itu aja,” katanya kepada Tempo.

Namun kenyataannya, Kaesang justru mendapat perlakuan istimewa dari KPK. Bahkan, juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan:

“Kaesang tidak perlu buru-buru mengklarifikasi dugaan penerimaan gratifikasi jet pribadi,” katanya kepada Kompas.id.

Pola ketidakkonsistenan ini bukan hal baru. Janji Jokowi sebelumnya juga banyak yang berakhir kosong, seperti klaim bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak akan menggunakan APBN, komitmen untuk memperkuat KPK, hingga proyek Mobil Esemka yang tak pernah terwujud.

Baca juga : #KamiBersamaSukatani dan Ketakutan Negara pada Karya Seni 

Kemunduran kebebasan sipil di era Jokowi

Jokowi mengubah gaya komunikasinya di periode kedua, dari populis menjadi terpusat dan terkontrol. Cecep Effendi, akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta, mencatat bahwa Jokowi membentuk juru bicara (jubir) kepresidenan untuk memperkuat kontrol narasi dalam empat bidang utama: pemerintahan, politik, hukum, sosial dan ekonomi. Hal ini menjadikan komunikasi pemerintah tertutup dan satu arah. 

Freedom House mencatat skor demokrasi Indonesia pada 2024 hanya 57 persen, dengan kebebasan sipil di angka 28 persen, alias menurun tajam dari periode sebelumnya.

Herlambang P. Wiratraman, akademisi Universitas Gadjah Mada, memperingatkan bahwa keterlibatan militer dalam urusan sipil kembali meningkat.

“Militer semakin terlibat dalam kebijakan sipil di bawah Jokowi, dan itu mempertegas kembali peran militer dalam pemerintahan, sesuatu yang dulu sudah coba kita hentikan di era reformasi,” katanya.  

Rezim Jokowi juga kerap membungkam kritik. Pameran seni Yos yang menyindir Jokowi ditutup paksa. Pentas kelompok teater Payung Hitam di Bandung dibubarkan karena menampilkan lakon “Wawancara dengan Mulyono” –nama Jokowi saat lahir. Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengkritik Jokowi terkait upaya kriminalisasi dan ancaman yang dialami 123 pegiat antikorupsi, menghadapi intimidasi dan peretasan.

Baca juga : Perlindungan Lingkungan Memburuk, Tak Ada Terima Kasih untuk Jokowi

Jokowi presiden dengan skin second account?

Meski sudah tidak menjabat presiden, pengaruh Jokowi tetap terasa di pemerintahan Prabowo-Gibran. Beberapa kali orang lingkaran Prabowo menyambangi ke Solo, dari mulai adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, hingga beberapa menteri kabinet. Prabowo bahkan memimpin yel-yel “Hidup Jokowi!” pada HUT ke-17 Gerindra, partai yang didirikannya.

Prabowo juga menegur Sekretaris Kabinet, Letkol Teddy Indra Wijaya, karena Jokowi luput diundang saat dia meresmikan bank emas di The Glade Tower, Jakarta Pusat.

“Saya akan minta maaf. Minta maaf, Pak Jokowi,” kata Prabowo seperti dikutip media.

Lembaga SAFEnet, organisasi regional yang berfokus pada upaya memerjuangkan hak-hak digital, mengatakan Jokowi telah meninggalkan warisan berupa strategi pembungkaman dan manipulasi politik yang kini direplikasi Prabowo.

Aisah Putri Budiarti dari LP3ES mengatakan, kondisi demokrasi Indonesia sudah semakin menurun.

“Demokrasi di Indonesia sudah berada di titik nadir, hampir tanpa kebebasan,” ujarnya.



#waveforequality
Avatar
About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *