Beauty Lifestyle

Kosmetik Halal Makin Populer: Gimana Cara Deteksi Unsur Haram dalam Kosmetikmu?

Permintaan kosmetik halal terus meningkat. Gimana mendeteksinya? Dan seberapa besar pasarnya?

Avatar
  • August 16, 2022
  • 6 min read
  • 727 Views
Kosmetik Halal Makin Populer: Gimana Cara Deteksi Unsur Haram dalam Kosmetikmu?

Halal industri kosmetik di Indonesia berkembang cukup pesat karena didorong oleh perubahan gaya hidup, penggunaan media sosial, dan tingginya populasi penduduk usia muda yang ingin tampil wangi, cantik dan menarik.

Besarnya permintaan komestik bisa dilihat pendapatan industri kosmetik di Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp199 triliun pada 2022 dan diprediksi akan menyentuh Rp135 triliun pada 2024.

 

 

Di antara berbagai produk kosmetik, klaim halal pada kosmetik menarik perhatian konsumen muslim di Indonesia. Sebuah riset baru, melibatkan 232 perempuan muslim Indonesia, menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh positif terhadap sikap terhadap kosmetik halal. Sikap ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli kosmetik halal.

Minat beli kosmetik ini bisa kita lihat, salah satunya, pada kesuksesan merek Wardah. Sejak 1995, pemilik Wardah, PT Paragon Technology and Innovation, telah menjadi pionir produsen kosmetik label halal. Pada 2020 saja, Paragon memperoleh pendapatan sekitar Rp 3 triliun hanya dari merek Wardah.

Bagi industri kosmetik, selain untuk memenuhi regulasi izin edar di Indonesia, klaim halal mampu meningkatkan nilai barang menjadi lebih kompetitif di tengah pasar Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim.

Dari sisi produksi, pembuatan kosmetik halal sebenarnya menjadi suatu tantangan bagi tim pengembangan formula. Beberapa bahan penyusun kosmetik bersumber dari hewan, bisa babi atau sapi, seperti gelatin, lesitin, gliserol, asam lemak dan kolagen, bovin sulit untuk disertifikasi halal karena walau dari hewan halal, penyembelihannya dan proses produksi belum tentu halal.

Baca juga: Teknologi dan Obsesi Cantik yang Problematik

Bagaimana Bentuk Kosmetik Halal?

Di Indonesia, tuntutan kosmetik halal diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal yang mengatur bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Atas nama perlindungan konsumen, pemerintah mewajibkan kosmetik yang beredar di Indonesia untuk bersertifikat halal sejak 2 Februari 2021, dilakukan secara bertahap hingga 17 Oktober 2026. Ini merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Kosmetik halal adalah produk yang telah diakui kehalalannya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH) Kementerian Agama berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kosmetik tidak mendapatkan sertifikat halal jika mengandung bahan haram baik dari hewan, tumbuhan atau mikroba.

Dari hewan seperti bangkai, darah, babi dan atau bahan yang disembelih tidak sesuai tata cara Islam. Sedangkan dari tumbuhan yang bersifat memabukkan atau membahayakan kesehatan. Bahan yang berasal dari mikroba, proses kimiawi, biologi atau rekayasa genetik jika proses pertumbuhan atau pembuatannya tercampur, terkandung, atau terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan.

Selain dari bahan yang digunakan, beberapa poin kritis dalam kehalalan kosmetik yaitu aplikator (brush, sponge), klaim kosmetik tahan air (waterproof), dan fasilitas produksi.

Untuk klaim kosmetik waterproof, produk harus mencantumkan instruksi untuk membersihkan produk sebelum melakukan wudu.

Fasilitas produksi harus menjamin tidak ada kontaminasi dari material tidak halal dengan penggunaan fasilitas bersama atau pun dari pekerja yang terlibat dalam proses produksi.

Bahan kemas yang digunakan juga perlu memenuhi standar kualitas halal. Setelah diproduksi, produk akan disimpan dan di distribusikan ke konsumen dengan jaminan tidak ada kontaminasi bahan haram atau najis.

Pemerintah melakukan penjaminan halal melalui dua tahapan: (1) kontrol sebelum produk dipasarkan dengan kewajiban melakukan proses notifikasi kosmetik dan (2) kontrol setelah produk tersebut dipasarkan dengan melakukan inspeksi berkala ke tempat pembuatan dan distribusi. Juga mengambil sampel, melakukan monitoring, dan mengedukasi masyarakat.

Baca juga: Sejarah ‘Makeup’: Lelaki Juga Pakai Gincu dan Bedak

Pengujian Kosmetik Halal

Kosmetik merupakan bahan atau sediaan yang untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis (kulit luar), rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar atau gigi dan membran mukosa mulut.

Sekali pun kosmetik tidak dimakan dan diminum, halal menjadi penting karena produk ini digunakan dalam melakukan ibadah, seperti salat dan membaca kitab suci.

Kandungan alkohol (etanol) dalam kosmetik dapat diklasifikasi sebagai halal hanya ketika berasal dari proses fermentasi alami atau sintetik, bukan dari industri alkohol.

Pengujian kosmetik halal meliputi beberapa metode, seperti pengujian penetrasi air, perembesan alkohol dan bahan aktif ke dalam kulit, kemampuan suatu produk untuk dapat tercuci, dan deteksi bahan haram itu sendiri.

Kosmetik halal harus memiliki kemampuan untuk ditembus air untuk menjamin air wudu dapat mengenai kulit untuk proses bersuci.

Pengujian tembus air ini dapat menggunakan metode Franz Diffusion Cell, metode untuk mengevaluasi kemampuan produk kosmetik menembus kulit manusia di laboratorium.

Kemampuan suatu produk kosmetik untuk dapat tercuci menjadi parameter penting karena banyaknya kosmetik yang mengklaim tak tembus air agar lebih tahan lama di tempat pengaplikasian.

Pengujian kemampuan suatu produk dapat tercuci dilakukan dengan membilas kosmetik menggunakan air. Lalu dibersihkan menggunakan kapas yang sudah terbasahi sodium lauryl sulfate (0,5 persen) dan dibilas kembali menggunakan air.

Deteksi bahan tidak halal, seperti kandungan babi dapat dilakukan dengan metode kromatografi, yakni pemisahan di antara dua fase berdasarkan interaksi antarmolekul dan spektrometri, metode pengukuran interaksi antara cahaya dan materi.

Konsumen dapat mengecek suatu produk sudah bersertifikat halal atau tidak melalui situs MUI dan BPJPH Kementerian Agama.

Berdasarkan data Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, sejak 2017, perusahaan kosmetik yang sudah melakukan sertifikasi halal mencapai 794 perusahaan dengan sertifikat halal 1.913 sertifikat dan produk kosmetik sebanyak 75.385 produk.

Baca juga: Filter Dysmorphia: Buah Simalakama atau Kemajuan yang Perlu Diterima?

Pasar yang Besar

Secara umum, ada kenaikan jumlah industri kosmetik dari skala besar hingga kecil dari tahun ke tahun di Indonesia. Pada 2017, pelaku industri kosmetik di dalam negeri bertambah 153 perusahaan, sehingga pada 2018 jumlahnya mencapai lebih dari 760 perusahaan.

“Wabah” kosmetik halal ini juga berkembang di Malaysia. Produk kosmetik yang diproduksi di berbagai negara, dapat dijual di Indonesia selama telah diakui kehalalannya oleh badan sertifikasi halal yang sudah bekerja sama dengan MUI, sehingga tidak menutup pasar kosmetik impor untuk beredar di pasar.

Indonesia menjadi potensi pasar yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta jiwa dan sekitar 230 juta di antaranya muslim.

Kini proses pendaftaran kosmetik halal dapat dilakukan secara online. Biayanya Rp350 ribu untuk usaha kecil dan Rp5,9 juta untuk usaha menengah, besar dan luar negeri.

Semua kosmetik halal akan mencantumkan logo halal secara bertahap hingga 17 Oktober 2026 sehingga mempermudah umat Islam untuk mengetahuinya.

Untuk kosmetik yang mengandung bahan tidak halal harus mencantumkan label khusus seperti ‘mengandung babi’ atau ‘pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi’.

Dengan adanya kebijakan kosmetik halal ini, harapannya seorang muslim memiliki akses yang luas untuk memilih produk yang halal.

Begitu pula bagi pelaku bisnis. Label ‘halal’ ini tentu meningkatkan nilai jual produk di pasaran karena mampu menjadi pembeda yang mudah dikenali bagi pangsa pasar muslim.

Kebijakan halal ini juga mendorong para peneliti untuk mencari opsi bahan lain dalam menggantikan bahan yang kritikal tingkat kehalalannya namun tetap memberikan kualitas yang sepadan.The Conversation

 

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.



#waveforequality


Avatar
About Author

Putriana Rachmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *