Issues

Driver Ojol, Riwayatmu Kini: Dilecehkan, Rentan Jadi Sasaran Kejahatan

Konten pelecehan pada ojol membuktikan kalau laki-laki bisa menjadi korban pelecehan seksual

Avatar
  • February 6, 2023
  • 7 min read
  • 953 Views
Driver Ojol, Riwayatmu Kini: Dilecehkan, Rentan Jadi Sasaran Kejahatan

Viralnya kasus konten pelecehan seksual pada ojek online (ojol) oleh salah satu konten kreator beberapa waktu lalu menyita perhatian publik. Videonya pun sempat diunggah di salah satu media sosial Instagram @dramaojol.id.

Di sini diperlihatkan kalau konten kreator perempuan ini sengaja mendekatkan dadanya ke salah satu ojol. Dengan dalih untuk menanyakan alamat. Laki-laki pengemudi ojek online terlihat sangat risih ketika sang perempuan melakukan aksinya.

 

 

Unggahan ini mendapat reaksi dari warga netizen. Mereka meninggalkan komentar di akun dengan menyebutkan kalau ini sudah termasuk ke dalam pelecehan seksual. Netizen juga menyebutkan ternyata kasus pelecehan seksual juga bisa dirasakan oleh laki-laki.

Komentar yang ditulis ini pun membuat kita sadar ternyata masih banyak orang yang tidak tahu kalau laki-laki juga bisa menjadi korban pelecehan seksual.

Baca juga: Pendidikan Seks di Usia Dini Bisa Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Kasus Pelecehan Seksual Pada Laki-laki Sudah Banyak Terjadi

Sebenarnya kasus pelecehan pada ojol atau ojek online ini bukanlah hal yang pertama. Di tahun 2022 sendiri ada beberapa kasus yang sempat viral juga di akun @dramaojol.id. Beberapa tangkapan layar gambar yang diperlihatkan seperti pesan dari penumpang yang ingin mengajak ojol untuk melakukan perbuatan senonoh. Dengan iming-iming imbalan yang banyak.

Seperti yang diberitakan oleh Detik, banyak sekali kejadian pelecehan seksual yang terjadi pada pengemudi ojek online. Tapi beberapa diantara mereka memilih untuk tidak menindaklanjuti kasus ini karena nantinya akan dianggap aib. Mereka terlalu malu untuk melaporkan hal semacam ini.

Selama ini yang kita tahu masalah pelecehan di aplikasi ojek online hanya memiliki Standar Operasional Prosedur atau SOP untuk penumpang saja. Kita belum mengetahui apakah sudah ada SOP yang dibuat khusus untuk para driver yang mengalami hal serupa? Jika belum ada mungkin dengan maraknya kasus ini bisa membuka pikiran pihak aplikasi untuk membuat SOP terkait.

Hal yang dialami oleh pengemudi ojek online ini mungkin mengingatkan kita dengan kasus yang terjadi di kantor KPI (Komisi Penyiaran Pusat). Seorang pegawai laki-laki yang bekerja di kantor KPI Pusat membuat surat terbuka kepada publik. Surat ini berisikan ceritanya mengalami perundungan hingga pelecehan seksual yang dilakukan oleh delapan teman sekantornya.

BBC Indonesia mengabarkan, MS inisial korban laki-laki ini sudah melaporkan kejadian yang menimpa dirinya dua kali ke pihak kepolisian. Namun, laporan yang dibuatnya pun tidak mendapat tanggapan apa-apa. Di dalam suratnya ia menyebutkan kalau harga diri dan martabatnya sebagai laki-laki juga suami telah hancur. Untuk itulah akhirnya ia membuat surat terbuka ini.

Namun sayangnya aksi yang dilakukan oleh MS ini justru membawa malapetaka baginya. Ketika para pelaku justru melaporkan balik MS atas dasar pencemaran nama baik. MS juga sempat diminta tutup mulut oleh KPI karena telah mencoreng nama baik instansi atas viralnya kasus ini. Dari kasus ini viral di tahun 2021, akhir dari kasus ini adalah pemutusan kontrak oleh delapan pelaku dan korban yang masih dalam tahap pemulihan.

Viralnya kasus-kasus di atas membuktikan bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban pelecehan seksual. Masyarakat sering menganggap remeh korban laki-laki ini. Akibatnya banyak dari laki-laki enggan untuk melaporkan kalau mereka menjadi korban pelecehan seksual.

Baca juga: Berkaca dari Australia: Cara Menangani Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Pelecehan Seksual pada Laki-laki yang Jarang Dibahas

Memang mayoritas korban pelecehan seksual terjadi pada perempuan dan anak-anak. Namun pelecehan seksual pada laki-laki juga tidak perlu kita hindarkan. Seperti yang dialami oleh MS bahwa sulit sekali untuk mendapat perlindungan dan ruang aman untuk korban laki-laki ini. Aparat keamanan saja tidak mau menggubris masalah ini sebelum kasusnya menjadi viral. Tidak ada tempat berlindung yang banyak seperti perempuan ini membuat laki-laki sulit untuk mengadukan kasus pelecehannya.

The Conversation mengatakan toxic masculinity atau budaya maskulinitas beracun yang dilahirkan oleh masyarakat patriarki diyakini menjadi tabunya kenyataan bahwa laki-laki bisa menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Budaya patriarki ini membuat laki-laki harus sebagai sosok yang kuat, dominan serta memiliki posisi dan kuasa harus di atas perempuan. Sehingga mustahil bagi mereka untuk mengalami kekerasan seksual. Posisi dominan dan harus mempunyai sifat yang maskulin ini menjadi ancaman bagi mereka. Laki-laki pun tidak bisa dengan bebas untuk mengutarakan perasaan yang dialaminya.

Stigma-stigma ini menjadikan laki-laki yang menjadi korban cenderung dianggap tidak macho, lemah, payah dan bukan laki-laki sejati. Makanya ketika mereka mengungkapkan kepada publik kalau mereka pernah mengalami pelecehan, maka reaksi orang banyak adalah ragu. Publik ragu apa benar laki-laki-lah yang menjadi korban, bukannya mereka yang justru menjadi pelakunya.

Padahal seperti yang dikatakan lewat The Conversation, kekerasan seksual terjadi ketika ada perbuatan seksual yang dilakukan dengan cara memaksa atau tanpa persetujuan akibat relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban. Hal ini membicarakan bahwa siapapun bisa mengalaminya, tidak hanya perempuan, laki-laki juga bisa.

Sebuah video tanggapan dari penulis dan aktivis gender Kalis Mardiasih yang memuji laki-laki yang menjadi konten pelecehan ini. Di mana masyarakat yang masih banyak beranggapan kalau laki-laki akan menerima hal-hal berbau seksualitas ini.

Kalis mengatakan dalam videonya, “Kabar bagusnya semua cowok-cowok yang jadi korban si mbak ini semua punya sikap yang keren. ada mas-mas yang sama sekali nggak melihat ke mbaknya karena enggak nyaman jadi cuma fokus jawab pertanyaan aja. bahkan salah satu korban si bapak ojek ngomong dengan tegas bentar jangan dekat-dekat dulu”.

Ia juga mengatakan buktinya para korban di dalam video ini adalah bukti bahwa mereka juga bisa dengan tegas bilang bahwa mereka enggak nyaman dengan situasi yang ada. Dan menolak situasi itu tanpa harus melecehkan sang wanitanya.

Baca juga: Pelecehan di Ka’bah Era #MosqueMeToo: Bahkan di Rumah Tuhan Perempuan Tak Aman

Apa yang Harus Dilakukan untuk Mengatasi Hal Ini Terjadi?

Banyaknya masyarakat yang mengecam video pelecehan seksual pada ojol ini pun membuat konten kreatornya membuat klarifikasi. Klarifikasi yang diungkapkannya melalui akun Tiktok Talpav menyebutkan bahwa dia tidak ada niatan untuk melakukan hal itu. Ia semata-mata hanya ingin mendekatkan mukanya sedekat mungkin ke telinga mereka. Tanpa ada maksud untuk menempelkan dadanya.

Nyatanya dari video itu bisa dilihat kalau muncul ketidaknyamanan yang dialami oleh korban. Tapi selain banyak komentar-komentar yang merasa miris kasus ini. Justru komen-komen negatif juga bermunculan seperti “kok dikasih rezeki nolak sih, pak”. Komen-komen ini justru mengingatkan kita bahwa normalisasi terhadap kasus pelecehan seksual pada laki-laki masih ada. Serta banyak komen yang menanyakan kemana perginya perempuan-perempuan feminis dan aktivis karena tidak menanggapi kasus ini.

Kalis Mardiasih juga menyampaikan dalam video tanggapannya terhadap kasus ini adalah bahwa mereka sebagai aktivis gender sudah dari dulu menggaungkan dan memperjuangkan masalah ini.

“Semua tindakan yang merendahkan dan menyerang tubuh dan seksualitas orang lain adalah pelecehan seksual siapapun pelakunya. tugas kalian adalah bantuin kami buat menguatkan laki-laki yang jadi korban pelecehan seksual biar berani speak up juga. dukung mereka buat berani berkampanye lawan pelecehan karena selama ini korban laki-laki biasanya malu atau merasa jadi kurang laki-laki kalau terlihat rapuh atau takut karena pelecehan, “ ujar Kalis dalam videonya.

Ada banyak hal perlu ditingkatkan lagi untuk mencegah pelecehan seksual pada laki-laki selain dari kita sebagai masyarakat untuk tidak menormalisasi hal ini. Selain itu sekarang tugas pencegahan dan penghapusan kekerasan bukan lagi menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh perempuan. Laki-laki juga harus mulai bergerak untuk ikut terlibat dalam setiap adegan dan perjuangannya.

Seperti yang dilansir oleh The Conversation, hal pertama dapat dilakukan laki-laki adalah meruntuhkan toxic masculinity. Sepenuhnya meyakini bahawa mereka sangat mungkin untuk menjadi korban kekerasan seksual. Sehingga laki-laki tidak akan ragu untuk mencari tempat yang yang aman untuk berlindung ketika menyadari bahwa mereka telah menjadi korban.

Bantuan dari pemerintah juga sangat perlu dilakukan. Dalam hal ini pengesahan UU TPKS sudah menjadi langkah penting dari pemerintah dalam menangani masalah ini. Perlu lebih banyak narasi dan diskusi tentang apa yang pernah dialami korban juga penting dilakukan. Agar bisa membuka mata kita dan pemerintah bahwa kasus ini itu ada dan makin marak terjadi.



#waveforequality


Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *