Lifestyle

4 Rekomendasi Novel Mitologi Yunani yang Hadirkan Suara Perempuan

Sejumlah perempuan penulis menghadirkan narasi baru yang berpusat pada tokoh-tokoh perempuan di mitologi Yunani yang selama ini terpinggirkan

Avatar
  • March 1, 2023
  • 7 min read
  • 1026 Views
4 Rekomendasi Novel Mitologi Yunani yang Hadirkan Suara Perempuan

Mitologi Yunani begitu populer. Kisah-kisah yang berpusat pada penciptaan dunia, kehebatan para pahlawan, keagungan kekuatan para dewa dewi hingga kebengisan para monsternya telah bertahan selama lebih dari 2.000 tahun. Dalam peradaban Barat, mitologi Yunani punya pengaruh yang kuat pada seni dan sastra.

Lihat saja bagaimana berbagai peribahasa atau klise dalam bahasa Inggris yang lekat dengan tokoh-tokoh dalam mitologi ini. Dilansir dari The American Heritage Dictionary of Idioms misalnya saja ungkapan “caught between a rock and a hard place” atau “antara Iblis dan lautan biru yang dalam” berasal dari kisah tentang kapal pelaut yang terjepit di antara monster Scylla dan Charybdis dalam mitologi Yunani.

 

 

Budaya populer pun tak kalah mengadaptasi kisah-kisah dalam mitologi Yunani. Rick Riordan, penulis kenamaan Amerika misalnya terkenal lewat Percy Jackson dan seri Olympians serta The Heroes of Olympus. Lewat Percy Jackson, si demigod anak dari Poseidon, Rick Riordan berhasil masuk jajaran penulis populer terlaris dengan lebih dari 190 juta kopi di seluruh dunia seperti yang dilansir dari WordsRated, grup data dan analisis riset internasional non-komersial.

Sayangnya di tengah kepopulerannya, mitologi Yunani juga problematik. Dalam penelitian berjudul Containing the Kalon Kakon: The Portrayal of Women in Ancient Greek Mythology (2017) dituliskan tokoh-tokoh dalam mitologi Yunani yang dikenal agung dengan ketangkasan, kecerdikan, dan kehebatannya lebih banyak laki-laki. Sebut saja Achilles, Heracles, Ajax, atau Agamemnon.

Sedangkan tokoh-tokoh perempuan selalu digambarkan dalam dua kontradiksi. Mereka adalah objek seksual yang dipuja kecantikannya tetapi mereka juga penipu, manipulatif, bahkan jadi sumber segala kekejaman dan kejatuhan kuasa.  

Ini terlihat dari penggambaran Nimfa yang cantik jelita dan sering dijadikan selir oleh para dewa dan di saat yang sama hadir dalam penggambaran sosok Medusa dan monster-monster seperti Scylla, Charybdis, Lamia, The Sphinx, dan Chimera atau dewi-dewinya seperti Circe. Narasi perempuan yang seperti ini menurut Dessa Meehan selaku penulis adalah refleksi dari masyarakat Yunani yang patriarkal.

Di tengah gempuran inilah, perempuan penulis modern berusaha merebut kembali narasi perempuan-perempuan dalam mitologi Yunani. Dengan memberikan mereka suara dan agensi, para perempuan penulis modern berusaha menceritakan kembali mitologi Yunani dengan lebih bernuansa dan ramah perempuan.

Tokoh-tokoh ini digambarkan bertumbuh. Tindakan dan sifatnya hadir bukan dari sejak lahir, tetapi hadir sebagai sebuah sebab akibat dari sebuah peristiwa traumatis khas perempuan. Mereka juga bukanlah sekedar nama dari bayang-bayang tokoh laki-laki, tetapi nama mereka hidup karena keberanian dan tindakan yang mereka miliki. Untuk menaikan kisah-kisah para perempuan ini, Magdalene merangkum setidaknya empat karya sastra mitologi Yunani tulisan perempuan penulis yang wajib kamu baca:

1.      Circe oleh Madeline Miller (2019)

Circe dalam mitologi Yunani adalah putri dewa matahari Helios dan Okeanid, Perse. Ia dikenal sebagai dewi penguasa ilmu sihir yang dengki dan licik. Ia gemar mengubah musuh-musuhnya atau orang yang tidak disukainya menjadi hewan atau monster dengan menggunakan ramuan ajaibnya. Kekuatannya ini membuat ia diasingkan Zeus ke pulau Aeaea.

Dengan satu dimensi yang terus diceritakan dalam kisah-kisah mitologi Yunani, Circe diperlakukan layaknya penjahat kejam yang tak punya hati. Sedangkan melalui tangan Madeline Miller, Circe digambarkan secara berbeda.

Ia adalah dewi yang bisa dibilang sangat humanis berbeda dengan dewa dewi yang mayoritas adalah entitas yang egois dan sombong. Hanya peduli pada kekuatan dan kemasyuran namanya saja dengan “mempermainkan” umat manusia.

Circe peduli mortals atau manusia. Setiap melihat ada manusia yang mati akibat ulah egois dan keserakahan para dewa, Circe jadi satu-satunya dewi yang merasa butuh membantu mereka. Kedekatan Circe pada manusia membuatnya juga bertumbuh.

Dari seseorang yang tak bisa menghargai kehidupan sepenuhnya lewat anugerah hidup abadi sebagai dewi, ia menjadi seseorang yang justru menghargai sebuah kefanaan karena berhasil memahami keindahan hidup lewat kematian dari para manusia yang hadir di hidupnya selama pengasingan.

Selain itu di tangan Miller, Circe juga menjadi sebuah karya feminis yang menarik. Sebagai seorang perempuan, Miller berusaha menguliti kisah hidup circe yang berkaitan dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap perempuan. Begitu pula dengan pengalaman khas mereka.

Ini terlihat mulai dari posisi Circe sebagai anak perempuan yang tak pernah bisa dianggap setara dengan saudara laki-lakinya. Circe yang tak pernah dianggap istimewa karena kecantikan sebagai nilai utama perempuan tak ada pada dirinya. Kekerasan dan pelecehan seksual yang menimbulkan trauma salah satunya lewat tindakan Circe melindungi diri dengan mengubah laki-laki menjadi babi, hingga kompleksitas perannya sebagai ibu tunggal selama membesarkan Telegonus.

2.      Perempuan-perempuan Kelu (The Silence of the Girls) oleh Pat Baker (2018)

Perang Troya Perang merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam mitologi Yunani dan telah dikisahkan melalui banyak karya sastra Yunani, terutama Iliad karya Homer. Perang yang berlangsung selama satu dekade ini membawa kemasyuran bagi banyak pahlawan perang laki-laki. Sebut saja Achilles, Ajax, dan Odysseus. Aksi heroik mereka melawan Troya dikenang sebagai usaha mulia mengembalikan martabat bangsa Yunani.

Namun, di jantung perang Troya ternyata banyak sekali suara perempuan yang selama ini dibungkam. Baker melalui novelnya Perempuan-perempuan kelu berusaha mengangkat suara-suara yang dibungkam ini.

Melalui sudung pandang Briseis, ratu Lyrnessus yang kemudian menjadi budak Achilles, Baker berusaha memperlihatkan bagaimana perang akan selalu berdampak pada perempuan. Perempuan terpaksa menjadi pelacur. Jadi hadiah perang dan terpaksa harus melayani para panglima dan serdadu perang setiap malam. Mereka terpaksa jadi perawat yang harus terus berjaga dan bekerja tanpa kenal lelah.

Mereka terpaksa jadi petugas yang memandikan mayat. Tidur di luar tenda dengan bau anyir darah di tanah dan tinja. Dan mereka juga terpaksa jadi kurban darah. Dipersembahkan kepada dewa untuk memperlancar jalannya peperangan bangsa Yunani yang sebenarnya demi menyokong ego para laki-laki yang haus kehormatan.

Kisah Briseis selama berada di kemah para pasukan Yunani mengungkap apa yang selama ini tidak tampak atau tidak dianggap penting dalam kisah kepahlawanan Iliad. Memberikan suara kepada pengalaman para perempuan yang ditengah diopresi tetap hidup dan berusaha bangkit dalam sisa-sisa kemanusiaan mereka.

3.      Stone Blind oleh Natalie Haynes (2022)

Dalam mitologi Yunani, Medusa digambarkan sebagai monster cantik berkepala ular berbisa yang kejam. Ia adalah personifikasi sempurna dari kecantikan yang menggoda juga segala kekejaman dan kelicikan yang ada di dunia.

Kecantikan Medusa penuh tipu hadir beriringan dengan bahaya yang ditimbulkannya. Siapa pun yang menatap wajahnya akan berubah menjadi batu. Hal ini membuatnya berada di antara monster yang paling ditakuti dan kuat yang mendominasi mitologi Yunani kuno.

Sayangnya dengan penggambaran ini, Medusa juga jadi tokoh di mitologi Yunani yang paling banyak disalahpahami. Ia hanya dilihat dalam satu dimensi, kejahatan. Padahal kisah hidupnya sebagai perempuan bisa dibilang sangat memilukan. Medusa adalah korban dari patriarki yang berusaha merebut kembali agensinya. Dan inilah yang berusaha disampaikan Haynes dalam tulisannya.

Dengan penggambaran dewa dewi dengan perangainya yang buruk dan selalu menimbulkan penderitaan pada manusia. Medusa melalui tangan Haynes diceritakan mengalami kekerasan seksual oleh Poseidon di kuil Athena.

Bukannya mendapatkan pertolongan, Medusa justru mengalami ketidakadilan lebih lanjut dengan disalahkan atas kekerasan yang ia alami oleh perempuan lain. Athena dalam hal ini melampiaskan kemarahannya bukan kepada pamannya, melainkan kepada Medusa. Mengutuknya dengan rambut ular berbisa.

Di dunia yang tak pernah bisa berpihak pada perempuan korban, Medusa harus membayar harga yang mahal atas kekerasan yang ia alami. Nyawanya terancam, ia ditakuti, dan dikucilkan. Tetapi lewat pengalamannya sebagai penyintas Medusa berusaha menerima wujud barunya sebagai metafora dari trauma seumur hidup berikut tanpa mengecualikan usahanya untuk tetap mendapatkan keadilannya sendiri.

4.      Ariadne oleh Jennifer Saint (2021)

Dalam mitologi Yunani, Ariadne dikenal sebagai istri Dewa Anggur Dionysus atau putri Raja Minos dari Kreta, yang membantu pahlawan Theseus mengalahkan Minotaur, monster yang tinggal di dalam labirin dan berpesta dengan pengorbanan manusia hidup yang dibawa dari Athena. Setelah membebaskan orang-orang Athena dan Theseus jadi raja Athena dan pahlawan legendaris. Tetapi nama Adriane hilang dalam narasinya.

Di sinilah Jennifer Saint bertekad untuk mengubah narasi yang hilang dari Ariade. Diceritakan bahwa Ariadne tumbuh di Kreta sebagai putri Raja Minos. Ia melihat bagaimana ibunya menderita di tangan para dewa sebagai pembalasan atas kemarahan mereka terhadap keangkuhan raja. 

Ariadne bersumpah untuk tidak pernah menjadi pion bagi para dewa atau manusia biasa. Ketika dia dihadapkan pada kekejaman mengerikan yang terjadi di bawah pemerintahan Raja Minos, Adriane memutuskan untuk memilih jalan hidupnya dan melawan dengan caranya sendiri.

Lewat pengisahan ulang ini Saint mengeksplorasi berbagai cara di mana perempuan dikondisikan untuk tunduk dan berada di bawah belas kasihan dan kontrol para manusia laki-laki dan dewa. Dengannya Saint berusaha menghidupkan karakternya dengan cara yang penuh nuansa dan menyayat hati.

Hal yang membuatnya bisa memuat cerita kompleks tentang cinta yang ditolak, pasangan yang tidak setia, kegembiraan dalam rumah tangga, pernikahan yang tidak bahagia, kebahagiaan sebagai seorang ibu, dan depresi pasca melahirkan (postpartum depression) dalam satu helaan nafas yang sama.



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *