Pagi Itu Aku Telanjang dan Menangis
Peringatan pemicu: Puisi ini mengandung unsur kekerasan. Mohon untuk membaca dalam pengawasan.
pagi itu
aku telanjang
di kamar mandi.
badanku
tak mampu
memberi penyelesaian
pada kita
yang saling
meniadakan.
kau membuangku
dengan melemparkan
sebungkus Sederhana Minang.
“aku tak peduli,”
titipmu pada si polan.
cepat-cepat
kau menarik,
menumpulkan lidah,
dan menulikan telinga.
kau lupa
kau pernah bilang
kau takut kugerayangi.
“maaf, itu lucu,”
akumu meminta maaf.
matamu cepat-cepat
kau tutup dan kaucungkil.
memorimu cepat-cepat
kau hapus pada fotoku
yang kawanmu taruh
stiker beha
dan g-string ungu
perkara tonjolan puting.
“mau mati, geh, bodo amat,”
hunjammu.
kau bunuh aku.
darah,
nanah,
air mata,
menderu
dari rawabuaya
sampai jatinegara.
pisau dalam lidahmu
menyayat-nyayat
ubun-ubun
dan lambungku.
tubuhku hilang.
jiwaku lepas.
rohku melayang.
pagi ini
Yesus telanjang
dan menangis bersama
di kamar mandi.
tangan-Nya memelukku.
kuratap begini:
“Yesus,
aku feminis,
aku masih berpenis.
tapi aku tenggelam miris.
aku broken into pieces.”