Culture Screen Raves

5 Perbedaan Besar dalam ‘Avatar: The Last Airbender’ Series 2024 dengan Animenya

Petualangan Aang, si pengendali udara terakhir kembali diadaptasi jadi live action. Apa saja perbedaan series dan animenya?

Avatar
  • February 26, 2024
  • 4 min read
  • 4508 Views
5 Perbedaan Besar dalam ‘Avatar: The Last Airbender’ Series 2024 dengan Animenya

Saat Netflix mengumumkan akan membuat versi live action Avatar: The Last Airbender (2005-2008), para fans terbelah. Ada yang excited karena kartun masa kecil mereka akan diadaptasi jadi versi baru. Banyak pula yang buru-buru sangsi dengan kualitas adaptasi ini kelak. Pasalnya, anime ini pernah diadaptasi M. Shyamalan jadi film pada 2010, dan berakhir jadi tontonan live action dengan cap terburuk.

Film itu betul-betul mengobrak-abrik banyak hal penting yang membuat Avatar: The Last Airbender jadi tontonan favorit generasinya. Contohnya, mengubah pelafalan nama Aang, mengganti semua karakter utama dengan aktor kulit putih, membuat pengendali api hanya bisa mengendalikan api jika ada api di dekat mereka. Sampai special effect yang jelek dan koreografi pengendalian elemen yang terbilang konyol.

 

 

Para penggemar anime memang dikenal amat kritis pada karya-karya live action. Sehingga perdebatan tentang perbedaan versi adaptasi dengan anime aslinya selalu saja hangat dan ramai diperbincangkan.

Berikut, kami rangkumkan perbedaan besar dan signifikan yang terjadi pada series terbaru Avatar: The Last Airbender Series 2024 dengan animenya.

Baca juga: ‘One Piece’ Versi Netflix: 5 Plot yang Beda dari Manga-nya

1. Latar Belakang Azula dan Ozai yang Diberi Porsi Besar

Berbeda dari anime originalnya, latar belakang antagonis utama series ini, Azula (Elizabeth Yu) dan Ozai (Daniel Kim) diberi porsi besar. Kita akan disuguhkan plot-plot tambahan tentang bagaimana dua karakter ini berkembang sepanjang series. Plot-plot tersebut sama sekali tidak hadir dalam animenya, dan membuat karakter Azula dan Ozai terasa makin bengis.

Sementara, dalam versi adaptasi Netflix ini, kita bisa melihat Ozai lebih banyak dan melihat sendiri bagaimana dia memanipulasi Azula untuk jadi bengis. Banyak materi plot ini diambil dari komik Avatar: The Last Aibender, sehingga tetap setia pada cerita originalnya.

Lewat latar belakang yang dapat porsi besar ini, kita juga bisa melihat bagaimana perjalanan pengendalian api Azula yang ternyata juga berawal dari api merah. Padahal sang antagonis di dalam anime dikenal sebagai pengendali api yang berbeda sendiri, karena selalu mengeluarkan api biru.

Baca juga: Anti-Imperialism and Cultural Representation Behind Avatar: The Last Airbender

Foto: Netflix

2. Batalion 41 dan Pengorbanan Zuko

Plot Zuko (Dallas Liu) yang dibenci lalu disayang kru kapalnya juga hadir dalam series berisi 8 episode ini. Bedanya, mereka memperkenalkan Batalion 41 atau 41st Division, sebuah divisi khusus yang ditugaskan menemani sang pangeran dalam pengasingannya.

Konon, kru kapal Zuko ini adalah divisi perang yang ingin ditumbalkan Ozai, si raja api dalam peperangan. Zuko yang masih muda dan pertama kali ikut rapat strategi membantah Ozai, dan bilang taktik itu tidak etis. Ia tidak ingin divisi itu dikorbankan demi nama perang. Berang dengan pendapat putranya, Ozai menantang Zuko untuk melakukan Agni Kai, sebuah tradisi duel satu lawan satu di negara api.

Dalam pertandingan itu pula, kita tahu dari mana luka bakar di mata kiri Zuko berasal.

Pernambahan plot Batalion 41 nyatanya bikin plot si pangeran eksil makin kuat dan bikin kita makin berempati pada kisahnya.

3. Aang yang Tidak Belajar Elemen Lain

Salah satu plot paling menonjol dan berbeda dari versi adaptasi Netflix adalah pilihan Aang (Gordon Cormier) untuk tidak mempelajari elemen lain. Sebagai Avatar, ia mengusai kemampuan mengendalikan empat elemen: Api, Udara, Air, dan Tanah. Dalam animenya, Aang belajar mengendalikan air setelah bertemu Katara (Kiawentiio) dan Sokka (Ian Ousley). Namun, dalam versi adaptasi Netflix, kita sama sekali tidak akan melihat Aang mengendalikan elemen lain, selain udara. Kecuali saat dia berada dalam Avatar State.

Konon, trauma sebagai korban genosida satu-satunya yang masih hidup dari suku Nomad Udara, bikin Aang takut belajar. Ia juga trauma karena belum bisa mengontrol kekuatan besar yang ia punya, takut jika kekuatan itu justru menyakiti orang lain lebih banyak.

4. Plot Book 2 yang Banyak Dicomot Season 1

Plot lain yang paling terasa berbeda adalah karakter-katakter yang baru muncul dalam book 2 atau season 2 dalam animenya, justru sudah hadir sejak season 1 versi Netflix. Misalnya Azula, Ozai, atau bahkan Bagdermole dan Omashu.

Faktor jumlah episode anime yang banyak, bikin Netflix harus mengadaptasi seriesnya dengan mengurangi banyak plot dan karakter. 

5. Oma dan Shu yang Jadi Lesbian

Omashu adalah kerajaan negara Bumi yang masih bertahan dari serangan negara api. Ia dipimpin sahabat kecil Aang, Bumi (Utkarsh Ambudkar). Selain unik karena jadi negara yang masih bertahan dan ditakuti negara api, Omashu juga punya sejarah menarik. Dalam animenya, ia dibangun dari kisah cinta Oma dan Shu, dua kekasih yang berasal daru dua kampung yang berkonflik. Demi bisa saling bertemu, mereka diajari Badgermole untuk mengendalikan tanah dan membuat labirin sendiri. Suatu hari, salah satu kekasih tak hadir. Ternyata karena meninggal. Kekasih lain yang ditinggal mati akhirnya menyatukan dua kampung mereka yang jadi cikal bakal Omashu.

Dalam versi adaptasi Netflix, sepasang kekasih Oma dan Shu diubah jadi dua karakter perempuan. Perubahan ini sejalan dengan agenda diversity yang ingin ditonjolkan karya originalnya. Perubahan kecil ini makin menguatkan nilai keberagaman yang ada di Avatar: The Last Airbender.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aulia Adam

Aulia Adam adalah penulis, editor, produser yang terlibat jurnalisme sejak 2013. Ia menggemari pemikiran Ursula Kroeber Le Guin, Angela Davis, Zoe Baker, dan Intan Paramaditha.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *