Issues Lifestyle

Diamnya ‘Idol’ atas Genosida Palestina: Saya ARMY dan Kecewa dengan BTS

Dimana BTS dan ARMY saat puluhan ribu nyawa manusia Palestina dihabisi? Ini curhatku yang mempertanyaan posisi sebagai penggemar kritis.

Avatar
  • May 21, 2024
  • 12 min read
  • 2252 Views
Diamnya ‘Idol’ atas Genosida Palestina: Saya ARMY dan Kecewa dengan BTS

Setelah menolak genjatan senjata yang disetujui Hamas dan dimediasi Mesir serta Qatar, Israel mulai membombardir Rafah, kota di Jalur Gaza selatan. Al Jazeera melaporkan, lebih dari 80.000 warga Palestina terusir dari wilayah yang hanya seluas 60 kilometer itu, tanpa persediaan bahan makanan, medis, dan tempat aman. Mereka “dipaksa” pindah ke wilayah evakuasi di al-Mawasi, tapi bahaya tetap mengintai. Israel masih saja melancarkan serangan udara dan mengambil alih perbatasan Rafah. 

Bak kisah novel distopia Hunger Games atau film Zone of Interest, di ujung dunia lainnya, para selebriti Hollywood sibuk berlenggak-lenggok di Met Gala, (6/5) Konten-konten Met Gala sontak menutup berita hingga bantuan donasi pada warga Palestina di media. Kecewa akan situasi tersebut, gerakan daring Blockout pun lahir. 

 

 

Gerakan ini mendorong masyarakat dunia untuk memblokir para selebriti dunia di TikTok, Instagram, dan X yang dinilai punya pengaruh besar tapi memilih diam soal genosida Israel. Bisan, jurnalis Palestina yang masih bertahan di Gaza, sempat membagikan daftar selebriti yang perlu diblok, termasuk BTS. 

Baca Juga: Tak Cuma ‘Photo Card’: Bagaimana Penggemar K-Pop Terlibat Aktivisme 

Benarkah BTS Se-Powerless itu? 

Munculnya nama BTS dalam daftar blockout yang diberikan Bisan menghebohkan ARMY. Banyak yang masih tidak menyangka jika idola kesayangannya bakal masuk daftar yang sama dengan selebriti yang jelas-jelas zionis. Aku sebaliknya yang juga seorang ARMY sejak 2018 (jika ada yang masih meragukan statusku sebagai ARMY bisa kalian baca tulisan-tulisanku soal BTS), enggak kaget bahkan sudah menduga BTS akan masuk dalam daftar itu. 

Alasannya sederhana. BTS masuk dalam kategori selebriti yang punya pengaruh besar di dunia, baik dari sosial budaya, ekonomi, hingga politik. Namun, sejak Oktober, mereka tak pernah sama sekali berbicara soal Palestina.  

Dalam perbincangan di X, rumah bagi jutaan ARMY saling berkomunikasi satu sama lain, aku melihat bagaimana daftar yang disebutkan Bisan telah menciptakan kontroversi dan fanwar di antara penggemar. Memang banyak ARMY yang mencoba mengedukasi sesama teman-teman fandomnya tentang gerakan blockout beserta alasan valid kenapa nama BTS masuk di dalamnya. 

Namun, enggak sedikit juga yang marah nama idolanya diseret dalam apa yang mereka sebut sebagai “konflik politik”.  Bisan pun jadi targetnya. Mereka mempertanyakan kredibilitas Bisan sebagai jurnalis dan mengimbau teman-teman ARMY lain untuk “mengedukasi” Bisan lewat DM bahwa BTS tak sepatutnya masuk daftar tersebut karena mereka sedang menjalani wajib militer. 

Status BTS sebagai prajurit aktif, memang selalu jadi senjata pamungkas para ARMY sebagai pembelaan atas bungkamnya BTS. Pembelaan ini memang valid. Prajurit aktif diberikan mandat untuk bersikap netral. Mereka tidak boleh sembarangan memperlihatkan kecondongan sikap politis pada pihak tertentu. Apalagi jika kita mengacu pada situasi politik Korea Selatan, yang terkenal punya relasi mesra dengan Israel. 

Dilansir dari kanal resmi The International Institute for Strategic Studies, kompleks industri militer Korea Selatan misalnya, adalah pilar utama dalam mesin perang Israel. Hanwha, perusahaan pertahanan terkemuka Korea Selatan menandatangani kerja sama teknologi dan kesepakatan ekspor dengan perusahaan persenjataan Israel, Elbit Systems. Itu terjadi pada momen Pameran Kedirgantaraan & Pertahanan Internasional Seoul (ADEX), 2021 silam. Faktanya, dari 2014 hingga 2022, Korea Selatan mengekspor senjata senilai US$43,9 juta ke Israel. 

Lewat fakta di atas, justifikasi bagi BTS untuk tidak terlibat dalam carut marut politik dunia yang melibatkan negaranya, makin tak terbantahkan. Di sisi lain justifikasi ini membuat ARMY semakin anti-kritik. Mereka jadi membela BTS habis-habisan bahkan menyatakan BTS tidak punya tanggung jawab memberikan sikap atau pernyataan tegas soal semua isu atau konflik di dunia. Jangan libatkan BTS dengan agenda politik, mereka cuma idol

Baca Juga: BTS dan ARMY: Bongkar Hegemoni Industri Musik Hingga Stereotip ‘Fangirl’ Obsesif 

Sikap ini menurutku problematik. 

Pertama, BTS bukan cuma idol biasa. Mereka adalah seniman yang justru besar namanya karena dikenal vokal mengutaran isu-isu sosial politik di dunia. Mereka juga seniman yang membangun karier dari aktivisme sosial. Kita tentu masih ingat pernyataan dan donasi mereka terhadap Black Lives Matter dan Stop Asian Hate yang sangat populer. Eksistensi dan sikap mereka sendiri sudah politis. 

Kedua, ARMY harus tahu, apa yang terjadi di Palestina bukan sekadar “konflik politik” atau isu yang sedang “ngetren”. Ini adalah genosida. Genosida yang dilakukan secara terang-terangan selama lebih dari tujuh dekade di mana kekerasan semakin meningkat akibat impunitas Israel.  Ketika penyangkalan genosida terjadi, harus ada kekuataan di luar otoritas kekuasaan—dalam hal ini, civil society—untuk melawan. Caranya adalah dengan tidak bungkam dan menyatakan sikap yang tegas alias tidak netral. 

Dari Desmond Tutu, teolog dan pejuang hak asasi manusia (HAM) terkenal dari Afrika Selatan, kita belajar, menjadi netral dalam situasi ketertindasan dan ketidakadilan berarti sama saja memilih sisi penindas. Memilih bungkam dalam situasi ini adalah salah satu bentuk dari kenetralan. Sehingga, tanpa disadari kita berkontribusi dalam melanggengkan bahkan mengamplifikasi segala penindasan dan kekerasan yang sudah terjadi. 

Pernyataan Desmond Tutu juga bisa direfleksikan bersamaan dengan pernyataan legendaris Nina Simone, musisi dan aktivis hak-hak sipil Amerika. Simone pernah mengatakan, tugas artis adalah merefleksikan perkembangan zaman. Itu berlaku bagi para pelukis, pematung, penyair, musisi. Ketika kita berada dalam situasi genting, atau saat segalanya menyedihkan, setiap hari adalah soal bertahan hidup, terlibat dan mengadvokasi isu menjadi sangat penting. 

“Jadi menurutku kamu tidak punya pilihan. Bagaimana kamu bisa menjadi seorang artis dan tidak mencerminkan perkembangan zaman? Bagiku itulah definisi seorang seniman,” tegasnya dalam video yang bisa ditonton lewat kanal YouTube resmi. 

BTS sebagai bagian dari civil society, apalagi artis yang punya pengaruh besar punya tanggung jawab untuk tegas terhadap genosida Palestina. Ketegasan ini bukan sebatas dari unggahan atau siaran langsung member BTS yang tertangkap oleh ARMY mengapresiasi karya seniman Banksy yang po-Palestina, atau kolaborasi dengan sutradara pro-Palestina. Ini saja tidak cukup. Mereka perlu memberikan dukungan nyata (bisa dalam bentuk pernyataan) karena di situasi di mana genosida disangkal pemimpin dunia, tindakan BTS sangat dibutuhkan untuk menekan otoritas dan menggoyahkan status quo Israel yang kebal hukum. Suara mereka punya kekuatan untuk menggerakkan jutaan orang. 

Kekhawatiran bahwa BTS bisa terkena “masalah” jika menyatakan sikap, menurutku cukup tidak masuk akal. Kenapa? Selama ini ARMY selalu mengelu-elukan bagaimana BTS punya kekuatan besar di masyarakat Korea. Mereka berkontribusi dalam penyebaran budaya Korea Selatan di dunia yang membuat mereka punya posisi kuat secara politik dan sosial budaya. 

Secara ekonomi, pada 2019 BTS bahkan tercatat berkontribusi lebih dari ₩5,5 triliun ($ 4,65 miliar) per tahun, sekitar 0,3 persen dari PDB Korea Selatan. Hal ini sebanding dengan Korean Air, maskapai penerbangan utama Korea Selatan, yang persentase kontribusinya terhadap PDB Korea Selatan adalah 0,7 persen. 

Lebih dari itu, terlepas dari pemerintah punya relasi kuat dengan Israel, masyarakat Korea Selatan mendukung kebebasan dan kemerdekaan Palestina. Sofia P, organisator di BDS Korea, organisasi feminis yang berdiri dalam solidaritas dengan gerakan pembebasan Palestina dalam tulisannya di The New Arab bilang solidaritas Korea terhadap Palestina berakar pada kemampuan masyarakat Korea dalam memahami apa artinya dijajah dan hidup dalam tanah yang terpecah belah. 

Pertama, BTS bukan cuma idol biasa. Mereka adalah seniman yang justru besar namanya karena dikenal vokal mengutaran isu-isu sosial politik di dunia. Mereka juga seniman yang membangun karier dari aktivisme sosial. Kita tentu masih ingat pernyataan dan donasi mereka terhadap Black Lives Matter dan Stop Asian Hate yang sangat populer. Eksistensi dan sikap mereka sendiri sudah politis. 

Korea diduduki secara militer oleh Jepang hingga 1945, tepat ketika Palestina menghadapi akhir pemerintahan Inggris dan awal pendudukan Zionis. Nakba dan pembagian Korea secara resmi terjadi berdampingan pada 1948, diatur oleh kepentingan kekaisaran yang sama. 

Hingga hari ini, Palestina dan Korea masih terbagi. Korea dan Palestina terkait erat satu sama lain dan memiliki sejarah penindasan yang paralel di bawah penjajahan dan kolonialisme. Inilah kenapa aksi solidaritas masyarakat Korea Selatan terhadap Palestina kuat. Banyak orang turun ke jalan bahkan baru-baru ini. Mahasiswa Universitas Nasional Seoul melakukan aksi solidaritas Palestina sebagai solidaritas atas aksi serupa di kampus-kampus Amerika Serikat. 

Kuatnya solidaritas masyarakat Korea Selatan terhadap pembebasan Palestina pun menghantarkan kita pada satu logika. Jika BTS menyuarakan solidaritas serupa, masyarakat Korea Selatan akan mendukung mereka. Dalam skenario terburuk pemerintah “mencelakai” BTS karena sikap tegas pro-Palestinanya, masyarakat Korea Selatan tentu tak tinggal diam. Mereka bakal mendukung BTS. Toh pada dasarnya, BTS sudah memasak fondasi kuat di masyarakat Korea Selatan yang membuat mereka disebut national treasure. ARMY juga pasti membela mati-matian, belum lagi masyarakat dunia. 

Retorika soal BTS yang bakal kena “sanksi” atau keselamatannya jadi taruhan kalau bersikap tegas memperlihatkan kontradiksi ARMY. Kontradiksi yang menggarisbawahi bagaimana ARMY begitu memuja betapa kuat pengaruh BTS. Namun di satu sisi meragukan besarnya pengaruh mereka pada masyarakat Korea Selatan, pemerintahan, bahkan dunia. 

Perlu juga ditambahkan, BTS sebagai prajurit aktif di bawah kepemimpinan pemerintah yang dinilai pro-Israel, juga tak bisa terus dijadikan alasan. Mengapa? Karena bahkan di Amerika Serikat sendiri, negara yang jadi “orang tua” Israel dan mendanai genosida ini, mencatat punya prajurit aktif yang tegas ambil sikap. Contoh paling terkenal adalah mendiang Aaron Bushnell. 

Sebelum melakukan aksi bakar diri sebagai bentuk protesnya terhadap Amerika Serikat yang mendanai aktif genosida Palestina, Bushnell sudah lebih dulu ambil posisi tegas mendukung kebebasan Palestina. Di Reddit dan di unggahan Facebook, ia tegas mengkritik pemerintahannya sendiri. Lewat sikapnya ini, Bushnell tak dapat sanksi. 

Sampailah kita pada pertanyaan penting yang harus dijawab masing-masing ARMY yang membaca tulisan ini. Lantas apa yang menghambat BTS berbicara soal Palestina? Apakah memang mereka se-powerless itu seperti yang kita asumsikan bersama kendati pengaruh besar yang mereka bawa? Atau, kita sebagai penggemar enggan menerima fakta ada kemungkinan mereka bungkam demi keuntungan sendiri, apa pun definisi keuntungan itu? 

Baca Juga: BTS ARMY: Perempuan Cuma Ingin Bebas Berekspresi 

Fandom yang Kehilangan Arah 

ARMY selalu punya posisi penting dalam gerakan perubahan dunia. So Yeon Park, Blair Kaneshiro, Nicole Santero, dan Jin Ha Lee (2021) menjelaskan, ARMY sebagai fandom yang memiliki struktur rimpang (rhizoma), tak punya struktur hierearki pusat, sehingga bisa bergerak lebih cepat, efektif, dan solid dalam membangun aktivisme sosial digital maupun luring. Dengan kemampuan digital itu, ARMY bisa menggerakkan massa dengan efektif. Bahkan melebihi aktivis atau NGO yang telah bekerja puluhan tahun. 

Dalam situasi genosida Palestina, kemampuan ARMY ini terlihat dari inisiasi ARMY for Palestine, akun X yang dibuat khusus untuk mengorganisasi aksi kolektif bagi para ARMY yang peduli terhadap hak-hak warga Palestina. Tak cuma aktif mengedukasi sesama ARMY soal informasi terbaru Palestina, itu juga mendorong ARMY untuk terus aktif bicara di media sosial. Akun ini juga menggalang dana dan mengajak ARMY lain untuk turun ke jalan melakukan aksi solidaritas Palestina. 

Selain ARMY for Palestine, ARMY juga aktif mendorong boikot. ARMY tidak mau BTS yang menjunjung tinggi kemanusiaan secara komplisit mendukung genosida karena Hybe sebagai perusahaan yang menaungi BTS, punya relasi “mesra” dengan para zionis. Diangkatnya Scooter Braun sebagai CEO Hybe Amerika Serikat adalah salah satu bukti kuatnya. 

Kedua, ARMY harus tahu, apa yang terjadi di Palestina bukan sekadar “konflik politik” atau isu yang sedang “ngetren”. Ini adalah genosida. Genosida yang dilakukan secara terang-terangan selama lebih dari tujuh dekade di mana kekerasan semakin meningkat akibat impunitas Israel.  Ketika penyangkalan genosida terjadi, harus ada kekuataan di luar otoritas kekuasaan—dalam hal ini, civil society—untuk melawan. Caranya adalah dengan tidak bungkam dan menyatakan sikap yang tegas alias tidak netral. 

ARMY pun secara mendetail bikin tuntutan pada Hybe beserta panduan boikot dengan detail apa saja yang harus diboikot ARMY, mulai dari musik, video musik, merchandise, hingga konser. Ini dilakukan untuk memberikan tekanan pada Hybe, karena satu-satunya bahasa yang bisa dipahami perusahaan kapitalis macam Hybe adalah dengan “memiskinkan” mereka. 

Usaha pemboikotan ini pun dibawa ke ranah luring di mana menurut laporan Korea Times, ARMY pada tanggal 23 Februari mengirim truk ke kantor pusat Hybe di pusat kota Seoul untuk mendesak perusahaan tersebut untuk melepaskan diri dari “Zionisme dan Zionis dalam industri”. 

Layar di truk tersebut menampilkan beberapa tuntutan di samping klip-klip kehancuran di Gaza. Salah satu video menunjukkan merchandise BTS yang ditemukan di antara reruntuhan, dengan keterangan yang berbunyi: “Mereka bisa saja menjadi temanmu.” 

Usaha kolektif ARMY untuk Palestina tentu harus diapresiasi. Mereka benar-benar mengamalkan pesan Kim Namjoon alias RM “I wanna be a human before I do some art” dalam lirik lagu Yun. Sayang, untuk pertama kalinya hari ini, aku melihat fandom terpecah belah. Di tengah derasnya dukungan ARMY terhadap Palestina, tidak sedikit ARMY yang menjelma jadi wajah baru kekerasan. 

Mereka yang bersikap demikian mengecap ARMY yang melakukan boikot sebagai penggemar gadungan, lantaran tidak mau membela BTS dan menghargai karya-karyanya dengan men-streaming lagu atau video musik. Dalam tangkapan layarku bahkan ada yang membuat daftar ARMY pro-boikot untuk dijadikan target block dan cyber bullying ARMY lain yang anti-boikot. 

Selain itu, ARMY yang mengungkapkan kekecewaan pada BTS karena bungkam soal Palestina (padahal perasaan ini valid) langsung dirundung ramai-ramai. Aku adalah salah satunya. Sebelum masuk dalam daftar blockout Bisan, aku sudah mengungkapkan kekecewaanku terhadap bungkamnya BTS. Akibatnya aku jadi target rundungan dan masuk block list ARMY lain. Mereka terus memakai alasan yang sudah aku sebutkan di atas untuk membela BTS dan mengecapku ARMY gadungan. Tak mungkinlah kata mereka, ARMY sungguhan malah “throwing BTS under the bus”. 

Bayangkan jika aku yang bukan orang Palestina saja mendapat perlakuan seperti ini apalagi ARMY Palestina? Dalam pengamatanku selama di X, aku melihat akun-akun milik ARMY Palestina setiap hari mengalami Kekerasan Berbasis Gender (KBGO) karena mengungkapkan kekecewaan atas BTS dan mendorong Hybe untuk divestasi dari para zionis. KBGO ini pun hampir semuanya dilakukan oleh sesama ARMY, sampai beberapa kali akun ARMY Palestina dilaporkan massal hingga ada yang hilang. 

Sungguh miris, ketika ada krisis kemanusiaan di depan mata dan fandom ini bisa menyatukan kekuatan untuk melakukan perlawanan, justru sebagian darinya malah jadi perpanjangan kekerasan. Kekecewaan, kekesalan, kemarahan yang sebenarnya valid diterjemahkan sebagai pengkhianatan. 

Di manakah fandom yang aku banggakan itu? Fandom yang terkenal kritis, vokal secara politik, dan pernah jadi ruang aman bagi semua orang. Di manakah fandom yang berulang kali aku jadikan panutan dan inspirasi untuk terus jadi manusia yang lebih baik? Membuatku percaya bahwa ternyata di tengah kekacauan dunia, ada kekuatan baik dari kumpulan manusia-manusia hebat yang percaya akan perubahan? 

Bukankan kasih kita terhadap BTS dan pesan love yourself mereka harusnya buat kita sadar ini adalah bentuk tertinggi dari loyalitas sebagai penggemar? Loyalitas yang jauh melampaui kecintaan hanya pada sosok mereka sebagai manusia, karena pesan-pesan yang mereka bawa telah jadi napas baru dalam hidup kita.  



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *