Culture Opini Screen Raves

‘The 8 Show’: Lebih Depresif dan Kejam Dibanding ‘Squid Games’

Dalam ‘The 8 Show’, kematian jauh lebih ringan ketimbang harus menderita hidup-hidup.

Avatar
  • May 28, 2024
  • 6 min read
  • 1824 Views
‘The 8 Show’: Lebih Depresif dan Kejam Dibanding ‘Squid Games’

(Mengandung sedikit spoiler) 

Jin-su (Ryu Jun-yeol, diimpor dari serial favorit Reply 1988) memutuskan untuk bunuh diri. Utangnya yang tak sedikit, sepertinya takkan lunas dalam waktu dekat. Sementara, pekerjaan sebagai pegawai di convenience store, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Itu pun cuma cukup dipakai membeli makanan sisa yang sebentar lagi kadaluarsa. 

 

 

Sebelum Jin-su loncat, ponselnya bergetar. Ada notifikasi yang menunjukkan seseorang baru saja mentransfernya uang beberapa juta won. Tak lama berselang, muncul limosin yang mengantarnya ke suatu tempat. Jin-su enggak punya pilihan selain masuk ke dalamnya. Lagipula, dia baru saja memutuskan untuk mengakhiri hidupnya bukan? 

Di tempat misterius, Jin-su melihat instruksi dan delapan angka yang siap untuk dipilih. Jin-su memilih angka tiga. Pintu terbuka kemudian dia masuk ke aula besar, lengkap dengan kolam renang dan taman bermain. Tak ada siapa-siapa di sana. Di depannya ada tangga dengan angka di tembok. Jumlahnya ada delapan. Jin-su berjalan ke lantai 3, sesuai dengan angka yang ia pilih. 

Di kamar tersebut, Jin-su diinstruksikan untuk mengganti bajunya dengan seragam yang sudah diberikan. Setiap menit yang dihabiskan di ruangan itu, ia akan mendapatkan tiga puluh ribu won. Uang gratis ini tentu saja membuat Jin-su bahagia bukan main. Kalau satu menit ia mendapatkan tiga puluh ribu won, satu jam ia bisa mengantongi satu koma delapan juta won. Artinya, ia hanya butuh kira-kira 24 hari untuk mendapatkan satu miliar won guna melunasi utangnya. Namun, tentu saja kita semua tahu tidak ada yang gratis di dunia ini. Segera Jin-su akan mengerti mimpi buruk apa yang akan ia hadapi. 

Sumber: Netflix

Baca juga: ‘Squid Game’: Mereka yang Bertaruh Nyawa demi Cuan 

Tontonan Bertema Gim yang Lebih Depresif 

Perbandingan antara The 8 Show, serial terbaru Netflix yang diadaptasi dari webtoon berjudul Money Game  dan Pie Game karya Bae Jin-soo, dengan Squid Game memang tidak terelakkan. Sepertinya Netflix memang menginginkan itu. 

Selain diproduksi oleh Korea Selatan, kedua serial ini bercerita tentang orang-orang kepepet, yang ikut permainan gila dan sadis. Keduanya ber-setting di ruangan dengan permainan yang kompleks. Keduanya juga menghadirkan gambaran jelas tentang bagaimana uang dan sosial status memengaruhi psyche manusia. 

Berbeda dengan Squid Game yang lebih sedikit playful, The 8 Show terasa lebih depresif dan klaustropobik. Baik Squid Game dan The 8 Show memang ber-setting di ruangan sempit tanpa adanya matahari dan alam. Namun, Squid Game masih memberikan “arena” yang berbeda di setiap permainannya. Warna-warna yang colorful juga membuat suasana menjadi tidak begitu sesak. 

Sebaliknya, The 8 Show melukis ceritanya dengan bangunan yang sengaja dibuat artifisial. Tujuannya untuk menunjukkan betapa mudahnya manusia menggunakan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri. 

Dalam The 8 Show, semua peserta tidak menggunakan nama untuk identitas. Mereka menggunakan posisi lantai mereka sebagai identitas. Selain Jin-su yang dikenal sebagai Lantai 3, ada Lantai 1 (Bae Seong-woo); Lantai 2 (Lee Zoo-young); Lantai 4 (Lee Yul-eum); Lantai 5 (Moon Jeong-hee); Lantai 7 (Park Hae-joon, si suami setan dari The World of the Married) dan Lantai 8 (Chun Woo-hee). Twistnya: semakin tinggi lantai mereka, semakin tinggi pendapatan mereka. 

Sumber: Netflix

Kalau Lantai 1 hanya mendapatkan sepuluh ribu won, Lantai 2 mendapatkan dua puluh ribu won. Angka ini bukan kebetulan, mereka meningkat menggunakan sekuens Fibonacci. Lantai 8 yang ternyata menjadi puncak rantai makanan mendapatkan 340.000 won. Tidak hanya itu, desain kamar mereka juga berbeda satu sama lain. Sementara Lantai 1 tinggal di sebuah kamar kosan yang sempit, Lantai 8 mendapatkan penthouse yang sangat lapang. 

Siapa pun yang menyelenggarakan permainan sakit jiwa ini, tidak menyediakan fasilitas yang penting selain makanan. Toilet, air mandi, dan rokok tidak disediakan oleh mereka. Semua peserta mendapatkan telepon dan lift barang untuk memesan apa pun yang mereka butuhkan. Yang perlu mereka tahu, harga barang di tempat ini seribu kali lebih mahal dengan harga yang ada di luar.  

Tentu saja karena permainan ini literally mempermainkan konsep waktu adalah uang, mereka membutuhkan waktu yang banyak untuk mencapai nominal tertentu. Delapan peserta kemudian sepakat untuk berhenti ketika Lantai 1 mendapatkan satu miliar. Di sinilah The 8 Show mulai menunjukkan betapa rapuhnya kemanusiaan kita. 

Gamemaker (yang tidak terlihat wujudnya sama sekali bahkan sampai serial ini berakhir) memberikan 12 paket makanan dan minuman melalui Lantai 8. Basically, Lantai 8 tidak hanya memiliki uang yang paling banyak yang ia bisa gunakan untuk membeli semua barang yang ia mau (satu-satunya lantai yang memiliki bathub) tapi juga mengatur flow makanan. Ia bisa saja tidak mengirim makanan kalau ia mau (dan ia melakukannya). Ketika mereka melihat untuk menambah durasi permainan, semua harus memberikan pertunjukan yang menarik bagi penonton, Lantai 8 dengan cepat langsung menjadi diktator.  

Lantai 1 yang memilih angka pertama karena dia memiliki cedera di kaki pada akhirnya berkorban. Ia tahu makanan yang datang dari atas bisa saja menghilang kalau ia tidak berkontribusi. Permainan ini tidak menyediakan toilet dan sebagai kontribusi, ia menerima kantong kotoran dari semua lantai. Tidak butuh lama bagi Lantai 1 untuk hidup dengan tidak layak.

Sumber: Netflix

Baca Juga: ‘Balada Sepasang Kekasih Gila’, Potret Derita ODGJ di Tengah Stigma 

Parade Penderitaan 

Perbedaan kasta dalam The 8 Show ini tentu saja membuat para pesertanya bekerja sama dalam tim dengan cepat. Geng lantai atas tentu saja akan melakukan segala cara untuk mempertahankan status quo mereka. Sebaliknya, geng lantai bawah berusaha keras untuk meruntuhkan aturan tidak adil yang dibuat oleh lantai atas. Namun, bisakah mereka melakukan hal tersebut kalau mereka semua sama-sama serakah? 

Disinilah persamaan antara The 8 Show dan Squid Game berakhir. Secara keseluruhan, The 8 Show jauh lebih depresif dan kejam. Kematian ternyata bukan hal yang buruk. Mati dalam Squid Game adalah hadiah. Dalam The 8 Show, aturan paling pertama yang disebut adalah game akan berakhir jika ada salah satu peserta yang meninggal dunia.

Kematian adalah hal yang paling ringan jika dibandingkan dengan siksaan psikologi dan fisik yang dilakukan Lantai 8 ketika dia sadar semua kendali ada di tangannya. Dalam beberapa momen, The 8 Show memaksa penonton untuk melihat karakter-karakternya disiksa tanpa henti. Dan disinilah The 8 Show kehilangan serunya. 

Squid Game terasa sesak tapi ia sama sekali tidak mengindahkan aspek hiburannya. Kritiknya mengenai kapitalisme terdengar lantang tapi sebagai sebuah hiburan, ia terus mengisi serialnya dengan konflik yang menarik. Tidak hanya itu, karakter-karakternya juga cukup menarik dengan rasa yang berbeda. Melihat siapa yang akan bergabung dengan siapa atau siapa yang akan berkhianat terasa lebih seru karena kita semua tahu hanya ada satu pemenang. 

Sumber: Netflix

The 8 Show sementara itu, kehilangan gasnya di separuh perjalanan. 4 episode awal sudah cukup untuk meng-establish bahwa tidak akan ada hal yang baik dengan skenario permainan seperti ini. Penulis skrip dan sutradara Han Jae-rim (yang membuat Emergency Declaration) terus-terusan menjelaskan social commentary-nya sehingga sensasinya berubah menjadi kebal. Tidak hanya itu, karakter-karakter yang ada di dalamnya juga terasa tidak berkembang. Banyak hal yang membuat saya frustrasi karena banyak dari mereka melakukan hal-hal yang bodoh. Namun, mungkin itu adalah thesis dari The 8 Show. Pada akhirnya, jika kita semua dihadapkan dengan uang dan kuasa, kita akhirnya melakukan hal-hal yang egois. 

Baca Juga: Setahun Pandemi: Bokek, Terinfeksi, dan Frustrasi 

Dilihat sebagai hiburan, The 8 Show dipresentasikan dengan baik. Presentasi audio dan visualnya memanjakan mata dan telinga. Akting dari ensemble cast-nya juga ciamik. Secara tempo, editingnya lumayan mengalir dengan enak. Tapi memang, berkat kontennya yang berat, The 8 Show sepertinya bukan jenis serial yang enak untuk di-binge. Kecuali Anda memang semasokis karakter-karakter yang ada di dalamnya. 

Seluruh episode ditonton untuk ulasan ini. 

The 8 Show dapat disaksikan di Netflix 



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *