“Mita”, 25, sering bingung karena kerap ditanya soal status hubungan oleh teman-temannya. Penyebabnya ia jarang mengunggah foto kebersamaan dengan si doi di media sosial. Enggak heran jika teman-temannya merasa Mita bertingkah layaknya orang lajang. Bahkan kadang ia dituding enggak cinta atau sengaja menjalani hubungan backstreet karena ada hati lain yang tengah dijaga.
Lantaran terlalu sering mendapat tudingan miring, ia pun bertanya: “Memang harus ya posting foto dengan pacar di media sosial?”
Hal serupa juga terjadi pada “Dimas” yang sangat jarang mengunggah hubungan dengan kekasihnya di media sosial. Beberapa teman bahkan sampai berspekulasi diam-diam Dimas sudah menjomblo lagi. Bagi beberapa teman Dimas, hal itu terbilang aneh. Ia dinilai tak bangga dengan kehadiran sang pacar.
“Heran aja sih gue. Beberapa kali ditanya, ‘Lo masih sama si A?’. Ya gue jawab masih lah. Terus mereka jawab lagi, ‘tapi kok enggak pernah posting apa-apa?’Lah, emangnya harus ya? Gue bahkan suka dicap enggak bangga sama pacar perkara ini Emangnya media sosial segalanya?” kata Dimas.
Media sosial sendiri memang punya pengaruh besar pada standar hubungan modern sekarang. Mulai dari ramainya tagar #CoupleGoals sampai unggahan agenda anniversary tahunan. Semua jadi unggahan yang biasanya muncul di media sosial buatmu yang telah berpasangan. Seperti terjadi pada Dimas dan Mita, standar ini sering kali melekat bahkan sampai memunculkan spekulasi. Tidak posting, tandanya tidak “bangga” atau sayang. Apakah benar begitu?
Baca juga: Jarang Berantem sama Pacar, Ciri Relasi Sehat atau Perlu Diperbaiki?
‘Keharmonisan’ di Media Sosial Bukan Segalanya
Ada beberapa hal yang bisa jadi penyebab mengapa banyak orang suka memamerkan kebahagiaan bersama pasangan di media sosial. Namun, survei Shotkit justru menemukan, pasangan yang sering mengunggah foto pasangan di media sosial nyatanya enggak sebahagia itu di kehidupan nyata.
Lakshit Dhingra, konselor dan psikolog menuturkan alasannya lewat Only My Health. Ia bilang, pasangan yang sedikit-sedikit mengunggah momen dengan pasangan, menautkan akun media sosial di bio sendiri justru sedang mengais validasi karena merasa tak aman dengan hubungannya.
Pertama, ada attention-seeking behaviour. Perilaku ini adalah upaya untuk mencari validasi dari orang lain, dalam bentuk mengunggah foto hubungan di media sosial. Lakshit menuturkan, tindakan ini bisa jadi upaya untuk mengimbangi ketidakpuasan dalam hubungan. Inilah alasan kenapa pasangan yang sering memposting kemesraan di media sosial aslinya justru menderita.
Baca juga: Mertua Ikut Campur Urusan Rumah Tangga, Bagaimana Mengatasinya?
Kedua, memposting pasangan terlalu sering di media sosial bisa jadi implikasi dari kecemburuan yang muncul, karena sering melihat momen pasangan lain di media sosial. Media sosial sering kali menampilkan representasi “ideal” dari hubungan. Perbandingan dengan representasi ideal inilah yang bisa meningkatkan ketidakpuasan dalam sebuah hubungan.
Karena itu, menurut Lakshit, enggak semua orang yang mengunggah kemesraannya juga sebahagia itu di kehidupan nyata. Sebaliknya, hal ini bisa jadi kompensasi dari kecemburuan terhadap situasi orang lain yang muncul dalam bentuk seringnya mengunggah pasangan di media sosial.
Ketiga, terlalu sering mengunggah foto pasangan bisa jadi tanda ketidakamanan seseorang dalam hubungan atau relationship insecurity. Dari penuturan Lakshit, pasangan yang merasa kurang aman dengan hubungannya sebisa mungkin mencoba menampilkan kesan bahagia di media sosial. Kendati ingin mengimbangi masalah yang sebenar-benarnya, mereka jadi sering mengunggah hubungannya untuk meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja.
Baca juga: Jangan Abaikan Trauma Pasca-Putus
Media Sosial dan Standar Hubungan Modern
Media sosial kini memang sering menyuguhkan kita “kesempurnaan” yang tidak jarang juga jadi standar ideal dalam hubungan modern. Sayang, potret hubungan “sempurna” yang tersaji dalam tampilan visual ini hanyalah secuil dari perjalanan hubungan yang rumit dan panjang.
Profesor Psikologi UMPQUA Community College, Alex Jardon menjelaskan dalam wawancaranya bersama The Mainstream. Ia mengungkapkan, semua orang perlu sadar apa yang tersaji di media sosial bukan representasi dari hubungan yang utuh.
“Orang-orang saya rasa harus sadar bahwa hubungan itu sulit, dan saya pikir, tidak masalah untuk menunjukan sisi rentan dari hubungan. Jadi, tidak selalu hal-hal positif. Hal ini perlu agar orang lain bisa saling jangkau apabila memang membutuhkan bantuan,” jelas Alex.
Standar hubungan modern yang tersaji di media sosial juga punya dampak buruk terhadap hubungan. Khususnya pada konteks kewajiban mengunggah pasangan di media sosial, tutur Lakshit Dhingra dalam keterangan di media yang sama.
Pertama, hal ini berkaitan dengan tekanan untuk menampilkan potret hubungan yang “sempurna”. Lakshit bilang, terus-menerus memposting momen bahagia dan sempurna dapat menekan pasangan untuk menampilkan citra ideal. Hal ini bisa berimbas pada munculnya stres karena tuntutan yang tidak realistis.
Kedua, membagi kemesraan secara berlebihan di media sosial juga bisa menghilangkan privasi pasangan, terutama jika salah satu pasangan merasa tidak nyaman untuk go-public. Hal ini tentu memerlukan komunikasi lebih lanjut agar berbagi kebahagiaan bersama pasangan di media sosial tidak jadi petaka bagi hubungan.
Meski punya sejumlah dampak negatif, imbuhnya, apabila dilakukan pada kadar yang pas, aktivitas mengunggah foto pasangan bisa jadi wujud apresiasi.